Islana Anurandha mendapati dirinya terbangun di sebuah mansion besar dan cincin di jemarinya.
Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan untuk keluar dari rumah istana terkutuk ini. “Apa yang sebenarnya kamu mau dari aku?”
“Sederhana. Pernikahan.”
Matanya berbinar bahagia saat mengatakannya. Seolah-olah dia sudah lama mengenalku. Seakan-akan dia menunggu ini sejak lama.
“Kalau aku menolak?” Aku bertanya dengan jantung berdebar kencang.
Mata Kai tidak berkedip sama sekali. Dia mencari-cari jawaban dari mataku. “Orang-orang terdekatmu akan mendapat hukuman jika kamu menolak pernikahan ini.”
Islana berada di persimpangan jalan, apakah dia akan melakukan pernikahan dgn iblis yg menculiknya demi hidup keluarganya atau dia melindungi harga dirinya dgn lari dari cengkraman pria bernama Kai Itu?
CHAPTER 14
Chapter 14
Masa Kini
POV – Islana
Mataku terpaku di depan piring kosong. Tidak berani melihat ke arah depan dan kanan karena kehadiran ‘calon adik-adik iparku’ yang seperti badak bercula satu dan harimau liar sejak kami berdua duduk untuk menikmati sarapan.
Kai yang perilakunya cukup banyak berubah setelah kejadian semalam, kali ini menampilkan sikap pedulinya di depan kedua adiknya yang siap menerkam. Dia menaruh beberapa buah segar di atas piringku dan bahkan mengupas jeruk untukku. Aku melihat reaksi kedua adiknya dari sudut mataku. Mulut mereka terbuka dan tidak percaya apa yang mereka liat.
Apa kami akan duduk di sini selama tiga jam? Aku tidak tahan dengan betapa ‘panasnya’ ruangan ini.
“Makan yang banyak, karena kita akan melakukan banyak aktifitas menguras tenaga habis semua ini selesai,” Kai mengatakan dengan suara penuh bahagia dan menggodaku secara bersamaan.
Adiknya yang bernama Isak, mengeluarkan napas panjang kali ini. Aku merasa sangat malu mendengar perkataan Kai. Bagaimana bisa dia mengatakan ini di depan adiknya? Terutama, Yasmin yang ada di sebelahku yang masih remaja.
“Kenapa kami orang terakhir yang tau soal ini, Kak?” Yasmin kali ini bertanya dengan nada dingin. Suaranya congkak seperti gadis hedon yang bergelimang harta.
“Kalian berdua nggak perlu tau.” Kai menuangkan segelas susu untukku dan memastikan satu gelas air berada di sebelahnya. Dia sangat-sangat perhatian pagi ini.
Apa ada yang terjadi semalam saat kami berada di ranjang itu? Aku menarik kimonoku secara tidak sadar. Berdoa wajahku tidak merah padam di depan mereka semua.
“Bagaimana dengan mama?” Yasmin bertanya tergesa-gesa. “Di mana mama sekarang?”
Kai meneguk kopi hangat dari gelasnya. “Apa Omar yang membuka pintu gerbang untuk kalian?”
Isak dan Yasmin bertatapan. Mereka berdua tidak bisa berbohong di depan Kakak besar mereka. Isak memiliki mata tajam yang tidak kalah seram dengan kakaknya, tapi dia tidak memiliki aura Kai. Dia masih mudah terintimidasi dengan satu kalimat saja. Sementara Yasmin, gadis yang penuh dengan riasan tebal itu hanya bisa memalingkan wajahnya.
“Omar benar-benar harus diberi pelajaran. Bisa-bisanya dia izinkan kalian masuk tanpa izinku.” Kai tidak main-main kali ini. Dia tampak sangat ingin memberikan hukuman untuk Omar.
“Kak, pernikahan ini hanya main-main kan?” Isak melihatku dengan tatapan tidak suka. “kenapa kamu memilih dia? Dia nggak setara sama kita, Kak.”
Kai membanting gelas kopinya yang kosong.
Semua orang tersentak kaget. Dua pelayan bergegas membersihkan bekas pecahan itu sementara semuanya duduk terdiam. Isak dan Yasmin jelas-jelas tidak berani bertindak di depan Kai. Wajah mereka memucat. Tidak berbeda jauh dengan wajah Mak lampir dan Asta waktu itu.
Aku mengamati Isak. Dia takut dengan kakaknya, tapi bukan berarti dia menyesal dengan perkataannya padaku. Jujur, aku terluka dengan perkataannya. Aku seakan-akan wanita yang tidak berhak untuk makan satu meja dengannya. Ya, aku memang bukan anak orang kaya tapi bukan berarti aku mau pernikahan ini terjadi!
“Hamdan!” Kai berteriak pada pengawalnya yang berbadan seperti Samson itu. Hamdan masuk dan menunggu perintah. “seret dua orang yang tidak menghargai kakak ipar mereka, sekarang juga.”
Hamdan dan tiga orang lainnya melakukan hal yang sama seperti pada Mak lampir dan Asta. Menarik mereka dari meja tanpa memperlihatkan sedikitpun emosi di dalamnya.
Isak memberontak. Mendorong para pengawal itu tapi pada akhirnya tangannya ‘dikunci’ dan dia tidak bisa bergerak sama sekali. Wajahnya memohon dengan nada belas kasihan. “Kak, aku cuman berkata jujur kok!”
Sementara Yasmin yang berteriak seperti wanita gila memberontak dengan suara pekikan seperti kuntilanak. Matanya melotot ke arahku. “Kamu yang buat kakak aku seperti ini! Kamu merasa hebat ya!”
Kai yang sudah malas dengan celotehan kedua adiknya meminta semuanya bergegas menyeret mereka keluar. Aku menutup telingaku agar tidak mendengar hujatan dan perkataan kasar mereka. Aku menahan air mataku untuk tidak jatuh di depan Kai. Tapi sayang satu tetes air mata muncul di mata kiriku.
“Biarkan mereka, sekarang kita harus menyelesaikan apa yang tertunda.” Kai menghapus air mataku dan tersenyum dengan bayangan kemenangan di matanya.
***
Aku menatap cawan yang identik dengan cawan semalam. Memandangnya dengan cara yang sama seperti semalam. Pak Anto yang memiliki perban di kepalanya, hadir dengan senyuman yang sama. Dia sama tidak sabarnya dengan Kai. Mereka ingin menyelesaikan ini semua.
Kami berada di sebuah ruangan dengan sebuah jendela besar. Sepertinya ini perpustakaan karena ada ratusan buku di sini. Dan kali ini hanya ada kami bertiga.
Pak Anto meminta kami meminum satu teguk air di cawan itu. Kai tanpa menunggu lama, melakukannya dalam hitungan detik. Sementara aku hanya bisa menatap cawan dengan tatapan kosong.
“Islana,” Kai memanggilku.
Aku mendongak dan melihatnya yang menungguku. Seharusnya dia hanya butuh aku di atas tangan saja bukan? Aku hanya perlu dianggap seperti istrinya di depan publik, bukan? Tapi kenapa aku merasa seperti dia menginginkan aku sepenuhnya?
Demi Kirana, demi Tiyana, aku akan melakukan ini...
Aku meminum satu teguk air dengan rasa seperti tembaga itu. Aku tersedak dan Kai sudah siap untuk mengambil cawan dan membersihkan bibirku.
Lalu aku dan Kai diminta untuk membacakan sesuatu. Sebuah perjanjian dengan bahasa yang aneh. Aku sama sekali tidak mengerti sama sekali. Hanya mengikuti apa yang diucapkan oleh Kai.
Setelah semua itu selesai, Pak Anto memberikan kotak cincin kepadaku. “Sekarang, lengkapi pasangan cincin kamu. Pakaikan ini pada Kai.”
Aku membuka kotak cincin itu dengan perasaan jantungku sudah keluar dari tubuhku karena hal ini terasa seperti mimpi. Cincin yang serupa dengan ukuran yang lebih besar bersinar melalui pahatan berlian itu. Aku menariknya dan memakaikan ke jari Kai.
Kai tampak begitu bahagia. Seperti seorang prajurit yang memenangkan pertarungan di medan perang dan mendapatkan hadiah terbesar di hadapannya.
“Kalian berdua telah sah menjadi pasangan suami istri dan tidak akan ada yang akan bisa mengatakan pernikahan ini tidak sah bahkan di depan hukum sekalipun.” Pak Anto menjelaskan.
Kai menarik tubuhku dan membawa tangannya ke atas pinggulku. Suaranya berbisik penuh dengan gairah yang membuat tubuhku juga tiba-tiba ikut bergairah.
“Kamu sudah siap untuk malam yang panjang bersamaku?” Dia mengigit telingaku dan mendesah dengan suara beratnya.
Yang anehnya aku seperti menantikan apa yang akan terjadi nanti. Menantikan kebersamaanku bersama iblis tampan ini dan sepertinya aku mulai terbuai dengan apa yang ada di hadapanku....