NovelToon NovelToon
Prahara Rumah Tangga Pelakor

Prahara Rumah Tangga Pelakor

Status: sedang berlangsung
Genre:Single Mom / Selingkuh / Mengubah Takdir
Popularitas:9k
Nilai: 5
Nama Author: misshel

Sania pernah dihancurkan sampai titik terendah hidupnya oleh Irfan dan kekasihnya, Nadine. Bahkan ia harus merangkak dari kelamnya perceraian menuju titik cahaya selama 10 tahun lamanya. Sania tidak pernah berniat mengusik kehidupan mantan suaminya tersebut sampai suatu saat dia mendapat surat dari pengadilan yang menyatakan bahwa hak asuh putri semata wayangnya akan dialihkan ke pihak ayah.

Sania yang sudah tenang dengan kehidupannya kini, merasa geram dan berniat mengacaukan kehidupan keluarga mantan suaminya. Selama ini dia sudah cukup sabar dengan beberapa tindakan merugikan yang tidak bisa Sania tuntut karena Sania tidak punya uang. Kini, Sania sudah berbeda, dia sudah memiliki segalanya bahkan membeli hidup mantan suaminya sekalipun ia mampu.
Dibantu oleh kenalan, Sania menyusun rencana untuk mengacaukan balik rumah tangga suaminya, setidaknya Nadine bisa merasakan bagaimana rasanya hidup penuh teror.
Ketika pelaku berlagak jadi korban, cerita kehidupan ini semakin menarik.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon misshel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Balasan Halus

Irfan sudah menghabiskan satu cangkir kopi ketika melirik ke arloji sekali lagi. Perasaan yang sebelumnya begitu yakin, kini terkikis oleh rasa pesimis. Harus berapa lama lagi menunggu Sania muncul?

Irfan melirik Nadine yang mencoba tenang di sebelahnya. Sepertinya keputusanya mengikuti Nadine kali ini salah. Nadine dapat jaminan dari siapa Sania akan datang?

"Apa kau yakin kamu sudah mengirim pesan pada orang yang benar?" Irfan akhirnya mencetuskan kegelisahan hatinya pada Nadine yang sedari tadi menikmati momen seakan dia paling berkuasa di sini.

Nadine menoleh dan tersenyum sampai matanya menyipit. "Yakin sekali, Sayang."

Pandangan Nadine beralih ke jendela Venezio yang menampilkan secara penuh bagian depan kafe yang merupakan trotoar jalan. Jika datang, Sania akan muncul di sana, dan Nadine bisa menilainya sebelum memutuskan langkah awal apa yang harus diambil untuk mematikan keberatan Sania nanti.

"Tapi kita harus lebih bersabar dan memaklumi," ujar Nadine seraya menghela napas. "Dia ibu yang bekerja. Kita tidak tau jenis apa pekerjaannya, dan seperti apa bosnya."

Nadine kembali menatap Irfan dan tersenyum tipis. "Tidak semua bos sebaik Ayahku."

Irfan agak terganggu dengan penyebutan mertuanya sebagai atasan yang baik. Matanya berputar sekilas. Setidaknya, sejak menjadi menantu, Irfan tidak merasakan kebaikan mertuanya.

Namun Irfan tidak bereaksi berlebihan. Ia justru memilih menatap trotoar yang mulai teduh karena matahari hampir tenggelam di balik gedung seberang.

"Orang-orang yang kualifikasinya tidak sama dengan kita, biasanya tidak menghargai waktu. Bagi mereka, pekerjaan selesai sekarang atau nanti itu sama saja, gajinya setiap bulan sama saja, berbeda dengan orang yang memiliki bisnis besar, waktu adalah uang."

Irfan berdehem mendengar itu, tapi Nadine tidak terganggu.

"Mantan istrimu pasti—ah, itu dia."

Irfan berdebar di dada, memfokuskan pandang ke titik yang dimaksud Nadine. Sania turun dari taksi, tampak terburu-buru, dan mengamati sekeliling. Rambut pendeknya yang diikat rendah, dengan blazer tersampir di lengan.

"Lihat sendiri, perkiraanku tidak pernah meleset." Nadine menyenggol lengan Irfan. "Mantan istrimu ... tetap berada di kelas yang paling rendah."

Irfan menghela napas. Inikah Sania yang sebenarnya? Jadi yang kemarin itu, apa yang dia lakukan di sini? Berlagak menjadi wanita kelas atas, untuk mendapatkan pria yang mapan?

Irfan menghela napas dalam diam. Ketika Sania masuk, Irfan dalam keadaan berdebar parah tapi tetap fokus sampai ekspresi terkejut yang sangat tipis itu bisa ia tangkap dengan jelas. Bibir Irfan tersenyum sekilas, membatin: begitu rupanya, ya?

Sania melangkah normal menuju meja yang Nadine pesan. Langkahnya sangat santai seakan siapapun yang ia temui tidak mempengaruhi dirinya sama sekali. Bahkan ketika ia tahu dengan jelas telah membuat dua orang kaya menunggunya.

"Tidak usah sungkan, kami bisa mengerti kondisimu." Nadine terpaku pada wajah Sania sampai Sania duduk di depannya. "Minuman akan segera datang, tunggulah sebentar."

Seperti menyambut teman lama, Nadine tersenyum cerah. Meminta Sania duduk dengan isyarat kepala. "Oh ya, aku minta maaf karena memaksamu ke sini di hari kerja. Pasti tidak mudah untuk izin pada atasan."

Sania tidak merespon, sebab dia tidak terlalu mendengar ocehan Nadine. Meski awalnya gugup, tetapi Sania bisa mengatasinya. Bukan hanya kali ini saja dia melihat Nadine, tapi hampir setiap ada undangan sosialita, Nadine hadir. Sania saja yang langsung menghindar dan memilih pergi. Dia merasa tidak punya kepentingan dengan Nadine.

"Apa kesibukanmu?" Nadine tengsin karena Sania tak kunjung membuka topik, tampak enggan meminta maaf usai membuang waktunya selama itu, dan terlihat mengabaikannya.

Saat itu pelayan datang membawa dua gelas sparkling yuzu moctail.

"Ah, cobalah ... minuman ini sedang tren di kalangan kami," tawar Nadine bersemangat.

Sania menerima minuman itu. Ekspresinya tetap datar dan lembut. Nadine bahkan gemas dibuatnya. Bagaimana tidak, dari dekat, Sania tampak seperti 5 tahun lebih muda dan yang melekat di badannya tampak pas dan elegan meski tidak ada logo brand mahal melekat.

"Minumlah dulu! Ini menu terbaik yang ada disini." Nadine mengangkat gelasnya dan meminum sedikit, matanya mengawasi Sania yang kini tengah menyesap minumannya. Namun, ia harus kecewa karena Sania tidak bereaksi seperti yang dia inginkan.

Ah, sial!

"Jadi ... kenapa kalian mengundang ku kemari padahal mediasi tinggal beberapa hari?" Sania langsung mendobrak kedua orang itu tanpa menjawab semua basa basi Nadine yang sungguh basi. Ia menatap kedua orang itu berganti tanpa rasa takut.

"Sebenarnya, kami ingin menyingkat urusan sependek dan semudah mungkin. Aku tidak ingin semua menjadi rumit ketika kita harus ke meja pengadilan, Sania." Nadine berkata, ekspresi wajahnya mulai serius. "Kami ingin kamu setuju untuk membagi waktu mengasuh Mutiara dengan kami."

Irfan bergerak sedikit, ekspresinya datar tapi jelas sekali dia tegang, penasaran dengan jawaban Sania. Di sini, dia tampak seperti pria plin-plan yang menjijikan.

"Kami tau kamu sudah mengusahakan yang terbaik, tapi kau tau kan, kami bisa lebih baik daripada kamu untuk membesarkan Mutiara?"

Sania berdecih pelan. "Kau bisa memiliki anakmu sendiri, kan? Mutiara tidak cocok untuk pasangan muda seperti kalian."

"Ah, begini ... Ayah tidak suka anak kecil yang berisik, ketika kami membawanya berkunjung, Mutiara berpotensi menjadi cucu kesayangan Ayah karena pesona yang dia miliki dan kasih sayang beliau pasti akan lebih besar datang pada kami ... kamu pasti akan bahagia melihat Mutiara hidup dengan layak ketimbang sama kamu."

Sania terkejut dan hampir meledakkan tawa, tetapi karena ditahan, tawa Sania terdengar seperti mencemooh.

"Sania, tolong tahu dirilah! Kau tidak punya kualifikasi yang baik sebagai ibu!" Nadine meradang. "Ayah bisa memberikan apa saja padaku jika Mutiara berada di pihak ku, jadi jadilah orang tua yang pengertian dan berhenti egois memaksa Mutiara hidup menderita bersamamu!"

Sania melipat bibir dan bersedekap. Memandang mereka berdua dari posisi ini, Sania bisa menyimpulkan, siapa yang begitu ingin membawa Mutiara ke sisi mereka.

Inilah tujuan dia datang memenuhi undangan Nadine. Meski Robert menghalangi karena khawatir Nadine akan melakukan kecurangan.

"Bagaimana kalian bisa meyakinkanku Mutiara tidak lebih menderita daripada saat bersamaku?" Sania melirik Irfan. "Apa kalian akan menjaga Mutiara seperti aku menjaga hidupnya dengan mempertaruhkan hidupku?"

Nadine bereaksi. "Aku tidak akan menyakitinya—"

"Menyakiti?" Sania memotong, wajahnya tampak senang. Apalagi Irfan juga mulai gelisah, Sania makin gembira. "Jadi kau berniat menyakitinya lagi kalau tinggal bersama kalian?"

Nadine gagap, tapi menolak diam. "Sania, ayolah, jangan buat rumit keadaan! Kami sungguh-sungguh ingin mengasuh Mutiara, kami ingin jadi bagian dari tumbuh kembang Mutiara, jadi mari kita diskusikan baik-baik disini. Jangan berlebihan."

Sania mendengus kecil. Ia tahu watak Nadine yang selalu senang memojokkan orang lain atas keributan yang dia buat. "Kalian lah yang membuat rumit segala sesuatu yang sudah tertata rapi. Lagipula, terlambat sekali kalau kalian menyebut ingin menjadi bagian tumbuh kembang Mutiara, sementara Mutiara bukan bayi dua tahun yang kalian buang ke jalan dulu."

Nadine merasakan hatinya tergores. Ia kesal karena Sania begitu keras kepala. Irfan juga hanya diam tanpa mau mengatakan sepatah kata untuk memperkuat alasannya.

"Sania, kau harus sadar diri! Mutiara semakin besar, pasti dia malu tinggal di apartemen kumuh dan ibunya hanya pekerja serabutan yang tidak tentu penghasilannya! Saat ini, Mutiara pasti tidak ingin mengatakannya demi menjaga perasaan kamu!"

"Nadine benar, Sania!"

Kedua wanita itu menoleh ke arah Irfan. "Berhentilah egois dan pikirkan masa depan Mutiara. Dia punya ayah yang—"

"Akhirnya kamu bicara juga!" Sania tertawa kecil tanpa menatap Irfan. Tatapannya justru tertuju pada gelas yuzu yang memiliki gelembung kecil di dalamnya. "Sayangnya, Mutiara hanya punya Ibu, tanpa punya ayah! Sejak usianya 2 tahun."

Bibir Irfan terkatup rapat.

Sania mengangkat wajahnya, menatap Nadine yang pias dan Irfan yang mematung. "Tidak mudah mengambil Mutiara dariku, asal kalian tau!"

Sania berdiri, berkata tegas dan menjatuhkan martabat dua orang itu ke tanah. "Jika kalian bisa melampaui pengadilan, maka ambilah! Tapi, setelah itu, masih ada aku—ibunya, yang akan melakukan apa saja demi Mutiara!"

Nadine menelan ludah. Dia seperti baru melihat nyawa Sania yang sesungguhnya masuk ke raganya.

"Saranku, milikilah anakmu sendiri, Nadine! Besarkan dia dari dalam perutmu hingga kamu melahirkan dan membesarkannya. Hanya seorang ibu yang sesungguhnya yang tahu bagaimana rasanya kamu merasa mati tapi kamu masih merasakan udara di paru-parumu ketika melihat anakmu nyaris mati!"

Tatapan tajam Sania lurus menusuk Nadine. Jelas kata-kata itu tertuju untuk Nadine yang berulang kali ingin mencelakai Mutiara.

"Lagipula, orang-orang harus punya rasa malu di wajahnya apalagi setelah berbuat begitu kejam pada orang lain!" Sania mundur, hendak berbalik, namun urung. "Oh, ya, Nadine ... kau tau sparkling yuzu di Alura jauh lebih enak dari ini! Aku tidak habiskan karena minuman ini disini hanya tes pasar saja! Alura menawarkan rasa original sparkling yuzu moctail yang berkelas."

Nadine tersedak ludahnya sendiri. Alura—itu tempat pertama di negara ini yang mengenalkan sparkling yuzu moctail maupun minuman senada yang benar-benar mengadaptasi dari asalnya. Sania tau dari mana?"

Pertanyaan Nadine langsung dijawab oleh kehadiran Roll Royce edisi terbatas yang berhenti di depan kafe. Nadine bisa melihat dengan jelas, Sania berjalan tergesa ke arah pria yang turun dari sana dan masuk dengan perlindungan darinya.

"Robert Denver?!" gumam Nadine dan Irfan bersamaan. Lalu keduanya saling pandang. Isi pikiran mereka sama: Sania simpanan Robert Denver yang levelnya jauh berada diatas Alexander Brooch.

1
Rati Nafi
❤❤❤❤❤❤❤❤❤
🅡🅞🅢🅔
Nadine, kamu pikir Sania masih sania yg dulu apa gimana?
🅡🅞🅢🅔
bilang aja elu gak ada apa2nya Nadine, hadeh🤣
🅡🅞🅢🅔
iyuuuuw🤣
🅡🅞🅢🅔
bjir, drama banget😀🤣
🅡🅞🅢🅔
sampe ke ginjal kali kak🤣🤣🤣
🅡🅞🅢🅔
lawaknyeee🤣🤣
🅡🅞🅢🅔
Ya ampun, ada gitu orang udah ditolak mentah2 masih aja ngeyel? mau jadi laki2 baik, tapi dia ayah yg gak punya pendirian. plin-plan

tp gk apa2 sih kl mau cerai juga, Nadine pasti nyesek🤣
🅡🅞🅢🅔
Aku rasa, Irfan udah muak sama bapaknya Nadine, kek apaan gitu, udah puluhan tahun gak dianggap,, br dianggap setelah mereka kena kasus, kan asem😌
Ratu Tety Haryati
Nah kan beneeer??? Hobi banget nih perempuan menghancurkan sesuatu...
Ratu Tety Haryati
Bukannya dihadapan Rob kemarin , Irfan beserta kopinya sudah ditolak, Sania mentah2 ya???
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
akal bulus Nadine berhasil gak yaa? 😁
🅡🅞🅢🅔: eaaaa, penasaran kek apa Sania akan menjatuhkan Nadine kali ini, Thor 🤣
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸: oh, kasian... 🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭
total 3 replies
YPermana
Irfan kamu terlalu haluuuu
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
penyesalanmu percuma Irfan. Nadine, jangan salahkan sania jika Irfan kembali mencintainya
Ratu Tety Haryati
Terima kasih Upnya, Akak Othor🥰🥰🙏
Sifat dasar Nadine suka menghancurkan. Bukan hanya benda, pernikahan orang lainpun dihancurkan.
Dan sekarang rumahtangganya mengalami prahara akibat ulahnya yang memuakkan.
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
panik nadia panik.
Ratu Tety Haryati
Selamat Rob.... Anda pria beruntung.
Ratu Tety Haryati
Tapi obsesi memiliki seseorang, dengan cara tak patut. Dan mempetahankan sampai harus seperti orang tak war*s
☠ᵏᵋᶜᶟ⏳⃟⃝㉉❤️⃟Wᵃfᴹᵉᶦᵈᵃ🌍ɢ⃟꙰Ⓜ️
yeeess akhirnya Sania milih rob,aku suka aku suka😀karna aku kurang suka sama max
YPermana
gercep rob.... sebelum sania berubah fikri 😁😁😁
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!