Karena dosa yang Serein perbuat, ia dijatuhi hukuman mati. Serein di eksekusi oleh pedang suaminya sendiri, Pangeran Hector yang tak berperasaan. Alih-alih menuju alam baka, Serein justru terperangkap dalam ruang gelap tak berujung, ditemani sebuah sistem yang menawarkan kesempatan hidup baru. Merasa hidupnya tak lagi berharga, Serein awalnya menolak tawaran tersebut.
Namun, keraguannya sirna saat ia melihat kembali saat di mana Pangeran Hector, setelah menghabisi nyawanya, menusukkan pedang yang sama ke dirinya sendiri. Suaminya, yang selama ini Serein anggap selalu tak acuh, ternyata memilih mengakhiri hidupnya setelah kematian Serein.
Tapi Kenapa? Apakah Pangeran Hector menyesal? Mungkinkah selama ini Hector mencintainya?
Untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu, Serein memutuskan untuk menerima tawaran sistem dan kembali mengulang kehidupannya. Sekaligus, ia bersumpah akan membalaskan dendam kepada mereka yang telah menyebabkan penderitaannya.
—
Pict from : Pinterest
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salvador, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 : His Rights
...****************...
Tiba di meja makan, Serein duduk di tempatnya setelah memberikan salam yang sopan pada Duchess Valencia. Tapi sepertinya, sebagai kepala rumah tangga sementara ini, ibu tirinya itu belum berniat memulai makan malam. Terbukti, ketika ia mulai membuka pembicaraan.
"Sejak ayahmu tidak di manor, kau sama sekali tidak bisa menyempatkan datang ke meja ini?" Tanya Duchess.
"Aku hanya lebih menyukai makan sendirian di kamarku, ibu." Jawab Serein jujur. Duchess Valencia melontarkan pertanyaan bukan karena peduli, tapi sekadar basa basi. Serein tahu pasti ibu dan anak itu senang tidak melihat kehadirannya.
Serein hanya ingin makan malam ini selesai dan ia bisa kembali ke wilayahnya yang tenang. Bukan terjebak dengan Lucy dan Valencia di sini yang memenuhi ruangan ini dengan aroma ketidaksukaan yang tak pernah mereka sembunyikan.
"Ayahmu tidak akan senang jika kau bertingkah seperti ini, Serein." Nah, Ibu tirinya itu selalu menyangkutpautkan sang ayah agar Serein lebih mendengarkannya. Kalimat yang sangat khas dari mulut Duchess. Setiap kali ia ingin mengendalikan Serein, nama Duke Draka selalu dijadikan tameng.
"Ibu dengar Henri memberikanmu undangan dari kerajaan, apa benar?" Tanya Duchess Valencia.
Serein kira, dengan Henri—ajudan ayahnya— memberikan surat itu langsung pada Agnes ia tidak akan memberitahukan pada Duchess Valencia. Ternyata, ia tetap melapor apa yang terjadi sesuai dengan tugasnya.
"Iya." Jawab Serein singkat.
"Dari siapa? Dan apa isinya?" Tanya Lucy menyela lebih dulu.
Serein menatap adiknya itu dan beralih pada Duchess, "Ratu yang memberikannya, beliau mengundangku untuk pesta teh di istana dua pekan lagi."
Duches Valencia dan Lucy terlihat cukup terkejut, seperti reaksi Rara tadi. Kemudian ibu tirinya itu ternyum cukup manis yang jarang terlihat jika tidak ada Duke Draka di sini.
"Pesta teh di istana? Itu sangat menarik." Wajahnya terlihat lebih ramah sekarang, tapi Serein tahu itu bukan pertanda baik.
"Tapi, ibu ingin bukan kau yang menghadirinya, Serein. Berikan undangan itu pada adikmu." Tambah Duchess Valencia memerintah langsumg.
Serein sama sekali tidak terkejut mendengarnya, ia sudah bisa menebak sejak awal itulah tujuan Duchess memaksanya kemari.
“Maaf, Ibu. Tapi undangan itu ditujukan untukku, bukan Lucy,” jawab Serein, nadanya tetap sopan tapi tegas.
“Lalu apa salahnya?” sahut Duchess cepat, suaranya terdengar sedikit tergelitik. “Sekalipun namamu ada di sana, Lucy masih bisa menghadirinya dan beralasan kau memiliki halangan untuk hadir. Tidak sulit, bukan?”
Lucy mengangguk cepat, semangatnya mulai muncul. “Benar! Biar aku saja yang datang ke istana!” serunya penuh semangat.
Serein menghela napas kecil, menahan rasa jengkel yang mulai mengusik. “Ibu, undangan itu diberikan untukku. Maka aku yang akan menghadirinya. Untuk apa Lucy menggantikanku kalau aku tidak memiliki halangan apapun?”
"Maka kau harus memberikannya untuk adikmu, apa kau tidak mengerti itu?" Duchess yakin selama ini Serein bisa menurutinya dengan lebih baik, tanpa bantahan seperti ini.
"Aku tidak mau." Jawab Serein kekeuh.
"Serein!" Duchess Valencia menaikkan satu oktaf suaranya, "Ibu memerintahmu dan kau tidak memiliki hak untuk menolaknya! Adikmu tidak pernah mengikuti pesta teh di istana!" Suaranya terdengar meninggi, "Berikan undangan itu untuk Lucy, atau kau benar-benar membantahku sekarang?!"
"Aku memiliki hak untuk itu, dan kalau ibu lupa, ini juga undangan pertamaku!" Jawab Serein tegas, "Undangan itu milikku, aku yang akan menghadirinya karena itu adalah hakku, ibu!" Ujar Serein menekankan, kemudian berlalu pergi begitu saja, persetan dengan perutnya yang terasa lapar saat ini.
"SEREIN!" Panggilan keras Duchess Valencia itu ia abaikan, "anak itu benar-benar!" Duchess Valencia berdesis tajam.
Ia beralih menatap putrinya, "Sepertinya kau tidak bisa—"
"TIDAK IBU!" Lucy menggeleng keras, "Aku ingin datang ke sana!" Ujarnya mutlak tak ingin bantahan.
Lucy beranjak dari duduknya dan mengejar Serein di sana. Ia menahan lengan Serein agar berbalik sehingga kini mereka berhadapan.
“Kakak! Aku ingin menghadiri pesta itu!” ucap Lucy bersikeras, matanya memancarkan keinginan yang tidak bisa ditawar.
Serein hanya melipat tangan di dada, menatap Lucy dengan tenang. “Berusahalah untuk mendapatkan undangan dari Ratu, bukan menculik milikku, Lucyanne.”
Mata Lucy membulat marah, rahangnya mengeras. “Kenapa Ratu tidak memberikannya untukku?! Bukankah aku sudah memasuki usia dewasa?!”
Serein mengangkat alis. “Mana aku tahu.” Itu karena kau tidak menarik, memiliki sifat dan latar belakang buruk di mata Ratu. Namun kalimat itu hanya bergema dalam pikirannya, tidak meluncur dari mulutnya.
“Kakak bisa memberikan undangan Kakak untukku! Kenapa sekarang Kakak berubah seperti ini? Kakak tidak lagi menyayangiku?” Lucy bertanya dengan nada menggugat, tanpa malu dan tanpa rasa bersalah.
“Lucy...” panggil Serein pelan, suaranya terdengar berat. “Sudah aku bilang, tidak semua hal bisa kau dapatkan. Ini bukan lagi Eldoria, tempat kelahiranmu itu. Ini kediaman Fàcto, tempatku tumbuh selama ini. Tidak semua orang di sini seperti Eldoria yang begitu menyanjungmu.”
Mata Lucy melebar, tak percaya pada apa yang baru ia dengar. “Kenapa Kakak begitu kejam? Aku ini adik Kakak! Padahal selama ini Kakak selalu memberikan yang terbaik untukku! Kakak benar-benar berubah!”
“Karena kau, tidak melakukan hal yang sama,” jawab Serein datar. Ekspresinya tidak berubah sedikit pun. “Kau tidak akan mendapatkan apa yang kau mau, Lucy. Jadi pergilah.”
Lucy mengepalkan tangannya, wajahnya merah karena marah. Tapi ia tidak mendapat kesempatan untuk membalas. Serein sudah lebih dulu memutar tubuh dan melangkah pergi, meninggalkan adiknya yang berdiri mematung dengan bibir bergetar karena emosi yang tertahan.
***
Kekesalan Lucy tak berhenti di situ. Karena ketika beberapa hari kemudian Marchioness Eleanor menyelesaikan kelas mereka, wanita paruh baya itu juga mengangkat topik yang sama.
"Saya dengar Greta dan Aurel mendapatkan undangan pesta langsung dari Yang Mulia Ratu, apa kalian juga mendapatkannya?" Tanya Marchioness Eleanor. matanya menatap satu per satu murid perempuan di depannya.
Serein yang duduk tegak di kursinya mengangguk pelan sembari mengulas senyum tipis. “Ratu juga mengundang saya,” jawabnya tenang.
Tatapan Marchioness Eleanor kemudian beralih pada Lucy, tapi anak itu sama sekali tak berniat berbicara membuat Serein memberikan jawaban, "Ratu hanya mengirimkan satu undangan, Nyonya Eleanor."
Marchioness Eleanor mengangguk mengerti, "Ah, selamat untuk undanganmu, Serein." Ujarnya turut senang.
"Terimakasih, Nyonya Eleanor." Jawab Serien.
"Dan Lucy, tidak apa kau belum mendapatkannya. Saya dengar adik Lady Aurel juga tidak mendapatkannya." Ujar Marchioness agar Lucy tidak berkecil hati.
Tapi yang ada, itu hanya membuatnya semakin kesal. Adik Aurel masih terlalu kecil, sangat wajar tak mendapat undangan. Sedangkan Lucy, ia bahkan seusia Aurel tapi tidak mendapatkannya. Padahal Lucy sangat yakin, dirinya akan Jauh lebih pantas.
...****************...
tbc.