NovelToon NovelToon
Pembalasan Rania

Pembalasan Rania

Status: sedang berlangsung
Genre:Angst / Pelakor / Keluarga / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami / Selingkuh
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: sweetiemiliky

Calon suami Rania direbut oleh adik kandungnya sendiri. Apa Rania akan diam saja dan merelakan calon suaminya? Tentu saja tidak! Rania membalaskan dendamnya dengan cara yang lebih sakit, meski harus merelakan dirinya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sweetiemiliky, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19 : Siapa ayahnya?

"Aku dengar dari ibu, katanya mbak juga sedang hamil? Dengan siapa?"

Rania hanya berniat mengambil air putih dari kulkas untuk dibawa ke kamar agar tidak perlu naik-turun tangga sebenarnya. Tapi malah ada Ambar yang secara tiba-tiba datang menghampiri dan langsung melempar tanya.

"Bukan urusanmu."

Ambar tersenyum mengejek. "Apa dia tidak punya ayah karena terlalu banyak pria yang menikmati tubuhmu? Sampai mbak tidak tahu ayahnya yang mana."

"Aku tidak sepertimu, kalau kamu lupa. Lagipula tidak penting juga 'kan untukmu."

"Tentu saja penting—,"

"Apa kamu takut ayahnya adalah Bumi?" Rania terkekeh seraya melipat ke-dua tangannya didepan dada. "Kalau diingat-ingat, hubungan kami memang terjalin cukup lama. Bagaimana kalau benar ini adalah anaknya?"

Tangan Ambar terasa gatal ingin menampar wajah menyebalkan kakaknya. Entah hanya perasaannya saja atau bagaimana, sorot mata Rania terasa berbeda dari biasanya.

Ambar menahan tangan Rania saat perempuan itu hendak bergerak pergi. "Aku belum selesai bicara dengan mbak."

"Tapi aku rasa tidak ada yang harus dibicarakan lagi. Jadi, jauhkan tanganmu sekarang."

"Tidak sebelum mbak memberitahu aku siapa ayahnya."

"Terimakasih atas perhatiannya, Ambar. Tapi kamu tidak perlu repot-repot memperhatikan anakku. Urus saja dirimu sendiri."

Rania menarik tangannya dari genggaman Ambar. Baru beberapa langkah bergerak, suara Ambar kembali terdengar hingga mengunci pergerakan Rania.

"Aku tidak akan tinggal diam kalau ayahnya adalah mas Bumi karena aku akan mempertahankan apa yang sudah aku miliki. Aku bisa berbuat apapun."

Menarik sudut bibirnya. "Waah, aku takut sekali dengan ancamanmu. Terdengar mengancam dan menakutkan sekali, ya?" Tepat setelah kalimat itu berakhir, Rania membawa langkahnya menjauhi dapur. Meninggalkan adiknya yang masih berdiri ditempat dengan tangan mengepal di ke-dua sisi tubuh.

...----------------...

"Apa?!"

"Kamu harus menikahi ku!"

Manik Ryan berkedip-kedip, ia masih mencerna ucapan Rania. Perempuan itu kembali datang dan mencarinya. Ryan pikir, Rania akan mengajaknya bersenang-senang seperti beberapa bulan lalu, tapi ternyata tidak. Malah tiba-tiba minta dinikahi.

Gila.

"Apa kau sedang mabuk sampai melantur seperti ini?"

"Tidak. Apa kamu melihat ke-dua mataku merah dan cara jalanku sempoyongan?" Ryan menggeleng polos. "Berarti aku tidak mabuk."

"Tapi kamu— akh! Kau benar-benar gila."

"Aku tidak gila, tapi aku hamil."

Untuk kesekian kalinya manik Ryan melebar, dibuat terkejut berkali-kali oleh perempuan dihadapannya, untung dia tidak memiliki riwayat penyakit. Ryan meninggalkan teras dan bergerak mendekati Rania.

"Apa katamu tadi?"

"Aku hamil—,"

"Aku tahu! Lalu hubungannya denganku apa? Kau, jangan main-main denganku."

"Siapa yang main-main? Aku serius."

"Hubungannya denganku apa?"

"Ya ... Karena anak ini milikmu," Rania mengalihkan pandangannya ke samping dengan tangan terlipat didepan dada. "Kamu harus menikah denganku."

"Jadi kau menjebak ku waktu itu? Kau memanfaatkan aku? Kenapa kau bodoh sekali? Menjebak pengangguran miskin sepertiku dan mengemis dinikahi. Kau ... Perempuan menyedihkan."

Sejujurnya kalimat itu sedikit menusuk batin Rania. Ya, dia adalah perempuan menyedihkan yang tidak pernah memiliki nasib baik hingga membuatnya frustasi dan melakukan hal bodoh seperti ini. Entah apa tujuannya saat ini, yang pasti Rania ingin membalas rasa sakitnya pada Bumi. Ia ingin pria itu juga merasakan sakit yang sama.

Menelan ludahnya. "Aku tidak peduli kamu mau berkata apa tentangku. Yang pasti, kamu harus tanggung jawab dan nikahi aku. Anak ini benar-benar milikmu karena aku hanya melakukannya denganmu."

"Kalau kamu masih menolak, akan aku adukan pada ayahku kalau kamu tidak mau tanggung jawab dan bisa saja ayahku menindak lanjutinya."

...----------------...

Anton mendengar dari Mina kalau Rania pergi pagi-pagi sekali. Rania tidak mengatakan pada Mina kemana ia akan pergi, tentu saja hal itu membuat Anton khawatir dan terus menahan diri diteras sampai siang hanya untuk menunggu Rania.

"Tunggu didalam saja, yah. Nanti juga dia pulang sendiri, dia sudah besar dan tahu jalan pulang. Tidak mungkin tersesat."

Mulut menyuruh masuk, tapi Mina datang bersama secangkir kopi hitam untuk Anton. Mina juga menempatkan dirinya dikursi kosong.

"Ayah tidak bisa tenang kalau menunggu didalam. Dia sedang hamil muda, ayah takut terjadi sesuatu dengannya."

Berdecak lirih. "Lagian Rania ini ada-ada saja, terus membuat masalah."

"Jangan mulai."

Tepat saat itu juga, sosok yang ditunggu-tunggu oleh Anton akhirnya pulang. Anton segera beranjak dan menghampiri putri sulungnya yang sedang bergerak membuka gerbang.

"Kamu darimana saja? Kenapa tidak memberitahu ayah kalau ingin pergi? Ayah bisa mengantarkan mu."

Rania tersenyum tipis mendengar suara ayah memberondongnya dengan beberapa pertanyaan. Ia senang, ayah mulai peduli padanya.

"Kemana kamu pergi?" Kembali melempar pertanyaan yang sama.

Melirik sekilas sosok Mina yang duduk dikursi teras. "Aku baru saja menemui ayah dari bayiku."

"Apa katanya?"

"Dia akan datang nanti malam untuk berbicara dengan ayah."

"Memang siapa, sih, ayah dari bayimu itu? Apa dia lebih kaya dari suami Ambar?" Celetuk Mina dari belakang.

Anton yang mendengar hal itu langsung memutar setengah badannya dan memberikan lirikan tajam. Lama-lama dia kesal juga dengan mulut Mina.

Tak lama, Anton kembali menatap Rania dan memberikan usapan lembut di pucuk kepala. "Ayah akan menunggu pria itu. Sekarang, kamu masuk ke dalam dan istirahat. Sinar matahari saat siang tidak baik untukmu."

"Terimakasih, ayah. Aku akan masuk dan segera istirahat."

Mengangguk sekilas sebelum akhirnya Rania berjalan menjauh dan masuk ke dalam rumah. Anton kembali bergerak menuju kursi yang ia tinggalkan, lalu mendudukkan dirinya disana.

"Sudahlah, jangan terus bersuara. Mendengar suara ibu semakin membuat kepala ayah sakit," Katanya sambil meletakkan cangkir ke atas meja.

Mina memberengut. "Kenapa, sih? Ayah ini seperti ada dendam pada ibu."

"Nak Bumi? Semalam kamu tidak pulang?"

Bumi yang baru saja datang pun mengulum bibirnya. Kemarin setelah pulang dari tempat hiburan, Bumi menghabiskan banyak waktunya dirumah Gio bersama Kai. Ini saja belum lama bangun dari tidur dan langsung pulang ke rumah Anton.

"Kemarin terlalu asik mengobrol dengan teman sampai lupa pulang."

"Tidak apa-apa. Tapi kamu sudah mengabari Ambar, 'kan? Kalau kamu tidak pulang semalam?"

Atas pertanyaan Mina, Bumi mengangguk singkat dan menjawab. "Sudah, Bu," Bohongnya. Padahal Bumi tidak memegang ponsel sama sekali sejak kemarin setelah selesai bertukar pesan dengan temannya.

"Kalau begitu masuk dan temui Ambar. Kalau tidak salah, ibu mendengar suara muntahan tadi pagi, dia juga belum keluar kamar lagi setelah sarapan."

Bumi mengangguk singkat dan pamit setelahnya. Niat langsung ke kamar untuk menemui Ambar, berubah saat tak sengaja melihat sosok Rania sedang duduk dimeja makan dan sedang menyantap sesuatu.

Tanpa pikir panjang Bumi membawa langkahnya mendekat.

"Kondisi kamu sudah lebih baik?" Tanya Bumi. Sang empu mendongak sebentar dan melanjutkan makan.

"Ya, seperti yang terlihat," Jawabnya santai tanpa membalas tatapan lawan bicara.

Menelan ludahnya susah payah. "Kamu tidak benar-benar hamil, 'kan?"

"Kamu ingin tahu jawabannya?" Rania tertawa dalam hati saat melihat ekspresi Bumi. "Aku ... Hamil. Kamu harus ikut senang mendengar kabar ini, karena sebentar lagi aku akan punya anak juga."

Menggeleng lirih. "Sama sekali tidak lucu."

"Siapa yang sedang melucu, sih? Aku berbicara jujur padahal."

"Apa kamu tidak memiliki otak untuk berpikir? Kamu boleh saja membenciku karena kelakuanku, tapi jangan korbankan dirimu sendiri dan melakukan hal bodoh hanya untuk membalas ku. Itu hanya akan berakhir sia-sia."

"Ya ... Terserah. Aku tidak peduli dengan omonganmu. Tapi yang pasti, aku tidak merasa mengorbankan diriku, karena aku senang saat melakukannya."

1
sutiasih kasih
ambar... km itu jenis makhluk benalu tak tau diri....
hobi merampas yg bukan milikmu....
tunggulah azab atas smua kbusukanmu ambar...
tak kn prnah bahagia hidupmu yg sll dlm kcurangan...
sutiasih kasih
lnjut up....
👍👍
Riska Ananda
terfav🥰🥰
Riska Ananda
gk sabar nunggu kelanjutannya klo bisa up banyak2 thor
sutiasih kasih
org tua tak adil itu memang sll ada... & benar adanya....
tpi.... ank yg tak di anggp justru kelak yg sll ada untuk org tuanya di bandingkn ank ksayangan....
𝙋𝙚𝙣𝙖𝙥𝙞𝙖𝙣𝙤𝙝📝: Halo kak baca juga d novel ku 𝘼𝙙𝙯𝙖𝙙𝙞𝙣𝙖 𝙞𝙨𝙩𝙧𝙞 𝙨𝙖𝙣𝙜 𝙜𝙪𝙨 𝙧𝙖𝙝𝙖𝙨𝙞𝙖 atau klik akun profilku ya😌
total 1 replies
Shreya Das
Bagus banget, jadi mau baca ulang dari awal lagi🙂
KnuckleBreaker
Gak bisa berhenti!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!