Ujian hidup yang di alami Erina Derranica seakan tiada habisnya. Di usia 19 tahun ia dituntut kedua orang tuanya memenuhi wasiat mendiang kakeknya untuk menikah dengan cucu temannya yang menetap di Singapura.
Pernikahan pun telah sepakati untuk dilaksanakan. Mempelai pria bernama Theodoriq Widjanarko, 34 tahun. Seorang pebisnis di bidang real estate. Theo panggilan pria itu tentu saja menolak permintaan orangtuanya meskipun sudah melihat langsung surat wasiat kakeknya.
Pada akhirnya Theo menerima putusan orangtuanya tersebut, setelah sang ayah Widjanarko mengancam akan menghapus namanya dari penerima warisan sang ayah.
Namun ternyata Theo memiliki rencana terselubung di balik kepatuhannya terhadap wasiat mendiang kakeknya tersebut.
"Apa rencana terselubung Theodoriq? Mampukah Erina bertahan dalam rumah tangga bak neraka setelah Theo tidak menganggapnya sebagai istri yang sebenarnya?
Ikuti kelanjutan kisah ini. Jangan lupa tinggalkan jejak kalian setelah membaca ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Emily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEMBALI SEPERTI SEMULA
Hari sudah menjelang sore ketika Zenab pamit pulang pada Erina.
"Jika nona Erin sudah lapar makan saja duluan, sepertinya tuan Theo masih banyak pekerjaannya di kantor hampir pukul enam sore ia belum pulang. Adam juga tidak memberi kabar", ujar Zenab mengingatkan Erina.
"Iya bibi. Mungkin sebentar lagi kak Theo pulang. Aku akan menunggunya. Kami makan malam bersama", jawab Erina tersenyum hangat pada Zenab.
"Nah begitu lebih baik sayang. Nona Erin harus bersabar menghadapi tuan Theo. Bibi yakin, kalian berdua akan menjadi pasangan suami-istri yang saling mencintai".
"Kalau begitu bibi pulang dulu".
"Iya bibi, sampai jumpa besok", jawab Erina melambaikan tangan sebelum menutup pintu.
"Huhh terasa sepi lagi. Tadi pagi tante Widya pulang ke Jakarta. Kak Theo belum pulang juga", gumam Erina ke meja makan.
Gadis itu terlihat tidak minat untuk makan, ia mengambil tudung saji menutupi makanan yang telah di hidangkan Zenab sebelum pulang tadi.
Seminggu ini, Erina terbiasa makan bersama Theo. Terlepas itu hanya sandiwara untuk memperlihatkan hubungan mereka pada Widya. Tapi Erina senang karena Theo memperlakukannya dengan sangat baik.
Detik dan menit berlalu...
Jam di dinding berdetak delapan kali, ketika terdengar ada yang menekan pasword pintu.
Spontan Erina berdiri, bersamaan dengan pintu terbuka. Theo yang datang.
Senyuman menghias bibir Erin. "Kenapa kakak pulang malam sekali? Apa pekerjaan di kantor begitu sibuknya?", tanya Erina cepat-cepat mengambil tas kerja Theo.
Bersanding terbalik dengan Theo yang nampak kacau. Laki-laki itu menatap tajam Erina.
"Kenapa kau masih berkeliaran, apa kau lupa aturan ku, hah?".
Kata-kata ketus Theo seketika membuat tubuh Erina gemetaran.
Sorot mata Theo menatap tidak suka pada Erin. Laki-laki itu menaiki tangga.
"A-pa kak Theo mau makan sekarang?", tanya Erina namun Theo tidak menjawabnya.
Hingga terdengar teriakan Theo dari dalam kamar memanggil Erin.
Cepat-cepat Erina menyusul Theo yang berada di kamarnya.
"Kenapa barang-barang mu masih ada di kamar ku? Cepat keluarkan!!".
"Gunakan otak mu itu, Erina kau ini lamban sekali berpikir!!!", hardik Theo kesal.
"Tante Widya sudah pulang, kita kembali seperti semula. Kau di larang berkeliaran di apartemen ku ketika aku ada. Kau juga di larang berada di lantai dua", tegas Theo sambil membuka pakaian kerjanya di hadapan Erina yang terdiam dengan wajah tertunduk.
"Kau mengerti, Erina?".
Erina mengangkat wajahnya membalas tatapan tajam Theo padanya. Kemudian menganggukkan kepalanya. "I-ya Kak... HM, T-uan–"
"Kecuali yang satu itu. Kau boleh memanggilku kak. Sekarang bawa seluruh barang-barang mu keluar dari kamar ku. Selesai mandi aku tidak mau melihat satu barang mu masih ada di kamar ku", tegas Theo melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.
Erina menatap punggung lebar laki-laki itu seraya menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Ternyata dia berlaku baik akhir-akhir ini karena ada tante Widya saja", gumam Erina.
Erin segera mengumpulkan pakaiannya dalam satu tas jinjing dengan mata berkaca-kaca. Ia berpikir sampai kapan Theo akan memperlakukannya seperti orang asing begini.
Kedua netra Erina semakin menghangat.
Karena buru-buru, sampai-sampai pakaian yang ia peluk terjatuh dan kembali berhamburan di karpet dekat tempat tidur Theo.
"Ya Tuhan, apa salahku kenapa kak Theo tega sekali pada ku seperti ini. Setidaknya beri aku waktu mengambil barang ku".
Erina mengusap air matanya yang sejak tadi ia tahan, akhirnya jatuh juga menyentuh wajahnya.
Cepat-cepat ia keluar kamar Theo sebelum laki-laki itu selesai mandi.
...***...
Bersambung...