Sinopsis:
Liora, seorang gadis muda, dipaksa menjadi pengantin pengganti tanpa mengetahui siapa calon suaminya. Namun saat tirai pernikahan terbuka, ia terseret ke dalam Azzarkh, alam baka yang dikuasai kegelapan. Di sana, ia dinikahkan dengan Azrakel, Raja Azzarkh yang menakutkan, dingin, dan tanpa belas kasih.
Di dunia tempat roh jahat dihukum dengan api abadi, setiap kata dan langkah bisa membawa kematian. Bahkan sekadar menyebut kata terlarang tentang sang Raja dapat membuat kepala manusia dipenggal dan digantung di gerbang neraka.
Tertawan dalam pernikahan paksa, Liora harus menjalani Upacara Pengangkatan untuk sah menjadi selir Raja. Namun semakin lama ia berada di Azzarkh, semakin jelas bahwa takdirnya jauh lebih kelam daripada sekadar menjadi istri seorang penguasa neraka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maple_Latte, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EP: 19
Melihat Liora menangis membuat hati Raja Azrakel terasa perih.
Ia menyaksikan sendiri bagaimana Ratna, Selena, dan Darma memperlakukan Liora tadi, penghinaan, kemarahan, dan pengusiran yang tak layak diterima oleh wanita mana pun.
Dan Raja bersumpah, ketiganya akan menerima balasan atas luka yang mereka tanamkan di hati permaisurinya.
Azrakel membawa Liora kembali ke kediamannya di Azzarkh.
Ia tidak meninggalkannya seperti biasa, malam itu, Raja menemani Liora di dalam kesedihannya.
Namun kabar itu dengan cepat sampai ke telinga Putri Hua, Selir tertinggi Azzarkh.
Ia murka, meski di wajahnya tersungging senyum yang lembut.
Selama berabad-abad, Raja Azrakel tak pernah memperlakukan dirinya ataupun para selir lain dengan kasih sayang seperti itu.
Namun gadis manusia itu… gadis yang baru saja menjadi selir, mampu menundukkan hati Raja hanya dengan air matanya.
Ketika Putri Hua bergegas menuju kediaman Raja, langkahnya dihentikan oleh dua pengawal hitam yang menjaga gerbang utama.
“Berani sekali kalian menghalangi Permaisuri?” seru Nyonya Malvera, penasihat dan pengawal pribadi sang putri.
“Maafkan kami putri,” ujar salah satu pengawal dengan menunduk.
“Ini perintah langsung dari Raja. Beliau tidak ingin diganggu malam ini.”
Putri Hua berhenti sejenak. Tatapannya tajam seperti bilah es, namun senyum lembut kembali menghiasi bibirnya.
“Baiklah. Tidak apa-apa,” ucapnya dengan nada datar, lalu berbalik meninggalkan kediaman Raja bersama Nyonya Malvera.
Namun di perjalanan pulang, ia tanpa sengaja mendengar dua pelayan berbisik di lorong batu hitam istana.
“Kau tahu?” bisik salah satu pelayan. “Selir An Yu itu sedang bersama Raja. Aku baru saja mengantar buah untuknya. Katanya dia sakit.”
“Raja memperhatikannya?” sahut pelayan lain dengan nada iri. “Aku belum pernah lihat Raja sepeduli itu pada siapa pun.”
Mereka tak sadar bahwa Putri Hua mendengar semuanya.
Senyumnya perlahan menghilang, berganti dengan tatapan tajam penuh amarah yang nyaris tak bisa dikendalikan.
Sesampainya di kediamannya, amarah itu meledak.
Guci-guci kristal berjatuhan, cermin pecah berhamburan di lantai, dan parfum beraroma melati tumpah membasahi meja riasnya.
Nyonya Malvera hanya diam, tahu bahwa mencoba menenangkan sang Permaisuri dalam kondisi seperti ini sama saja menantang maut.
“Apa hebatnya selir baru itu?” suara Putri Hua bergetar menahan cemburu.
“Aku sudah bersamanya selama seratus tahun, Malvera! Tapi dia tak pernah memperlakukanku seperti itu!”
Ia menatap refleksi dirinya yang retak di cermin.
“Aku mencintainya selama Lima ratus tahun… menunggunya dengan sangat lama, sampai akhirnya aku menjadi istrinya. Tapi apa yang kudapat? Ia hanya memandangku sebagai selir tertinggi Azzarkh, tidak pernah lebih.”
Ia mencengkeram ujung meja hingga retak.
“Tapi gadis itu… wanita manusia itu… dia mendapatkan semua yang aku inginkan hanya dalam hitungan hari!”
“Yang Mulia,” ucap Nyonya Malvera lembut, “mohon kendalikan amarah Anda. Api cemburu hanya akan membakar diri sendiri.”
Putri Hua menarik napas panjang, lalu tersenyum dingin.
“Baiklah. Aku akan menahan diri. Bukankah untuk menjatuhkan harimau, kita harus menjadi kancil yang licik?”
Nyonya Malvera menunduk, tahu arah pikirannya.
Putri Hua telah menetapkan Liora sebagai musuh. Namun ia tak akan menyerangnya secara terang-terangan. Ia akan menjadi teman,sebelum akhirnya menikam dari dalam.
Di sisi lain, para selir yang lain pun terbakar cemburu.
Ia mendengar kabar yang sama dari pelayannya sendiri, Raja tengah menemani Liora di kamarnya, bahkan menolak menemui siapa pun malam itu.
“Dia pikir siapa gadis itu?” desis selir kedua dengan nada getir.
“Kalau perlu, aku sendiri yang akan membuat Raja membencinya.”
Malam itu, dua wanita di istana Azzarkh memiliki tujuan yang sama, menyingkirkan Liora.
Dan keduanya berencana melakukannya dengan cara yang paling halus dan kejam.
Sementara itu, di kediaman Raja, Liora tertidur lelap di atas ranjang hitam berhias batu obsidian.
Tangis panjang dan luka hatinya membuat tubuhnya lemah. Di sampingnya, Raja duduk diam, menatap wajah Liora yang pucat.
Ia jarang menunjukkan emosi, tapi malam ini… ia benar-benar marah dan sedih dalam diam.
“Yang Mulia,” suara Nyonya Veyra, kepala pelayan istana, memecah keheningan.
“Anda sudah di sini sejak tadi pagi. Tidurlah sejenak.”
Azrakel tidak menoleh. Pandangannya tetap pada Liora.
“Melihat dia menangis… membuat sesuatu di dalam diriku terasa sakit, Veyra. Aku tidak mengerti kenapa.”
Veyra hanya menunduk. Ia tahu persis alasannya, gadis itu mengingatkan Raja pada seseorang.
Raja teringat pertemuannya dengan Gordark, pria tua yang dulu menikahkan dirinya.
Dialah yang mengatakan bahwa keluarga Sertuna telah mengganti calon pengantin, gadis yang harusnya menjadi persembahan mereka untuk Raja Azzarkh digantikan oleh manusia biasa.
Dan gadis itu… adalah Liora.
Sejak pertama melihatnya, Azrakel merasa sesuatu yang aneh.
Wajahnya mirip seseorang yang sudah lama hilang dari ingatannya.
“Bukankah mereka sangat mirip, Nyonya Veyra?” tanya Raja perlahan.
“Ya, Yang Mulia,” jawab Veyra lembut. “Sangat mirip.”
Azrakel menatap langit-langit gelap. “Aku tidak tahu apakah aku merindukannya… atau sedang menatap masa lalu yang belum selesai.”
Suara lembut menggema.
“Yang Mulia… Nyonya Veyra…” panggil Liora lirih.
Matanya sembab, suaranya serak. “Apakah aku begitu menyedihkan sampai kalian berdua menatapku begitu?”
Veyra mendekat, mengoleskan ramuan di pelupuk mata Liora. “Ini akan mengurangi bengkaknya, Putri.”
“Terima kasih, Nyonya Veyra.”
“Terima kasih juga, Yang Mulia, sudah membawaku pergi dari sana…” lanjutnya pelan pada Azrakel.
Azrakel hanya menatapnya tanpa ekspresi. “Jangan kembali ke sana lagi.”
Liora menatapnya, air matanya kembali menggenang. “Aku akan kembali, Azrakel. Dan aku akan membuat mereka menyesal. Ratna dan Selena harus membayar karena membuat ayah membuangku.”
Azrakel mengangguk tipis. “Lakukan apa yang ingin kau lakukan.”
“Tapi… hatiku hancur.” Liora mulai menangis lagi.
“Tapi aku kuat.”
Lalu beberapa detik kemudian, ia kembali menangis lebih keras.
Azrakel menatapnya lama, kebingungan. “Veyra,” katanya datar, “aku menarik ucapanku. Gadis ini tidak sepertinya.”
“Mungkin matanya baik-baik saja, tapi otaknya yang perlu diobati,” lanjutnya dingin.
Untuk pertama kalinya, Nyonya Veyra tersenyum kecil.
Liora terkejut. “Nyonya Veyra, kau… tersenyum?”
Veyra menunduk malu. “Hanya sedikit, Putri.”
“Tapi kau tersenyum saat hatiku terluka,” gumam Liora sedih, kembali menangis.
Azrakel mendesah. “Bisakah kau hentikan tangisanmu, Putri Azzarkh? Suaramu memekakkan telinga.”
“Dasar Raja tak punya perasaan! Harusnya di saat seperti ini kau menghiburku, bukan malah memarahiku!”
Azrakel mengangkat alis. “Menghiburmu? Kau yang memutuskan pulang ke dunia manusia, bukan aku. Jadi kalau sekarang kau sedih, tanggung sendiri akibatnya.”
Liora ternganga. “Kau ini… Raja paling dingin dan tidak peka di seluruh tujuh alam!”
Azrakel menatapnya datar. “Dan kau… selir paling berisik yang pernah kumiliki.”
Liora semakin kesal, terus mengoceh tanpa henti.
Azrakel akhirnya menutup telinganya, sementara Veyra menahan tawa halus di sudut ruangan.
Selama ratusan tahun, belum pernah ada yang berani bicara pada Raja seperti itu.
Dan anehnya, Azrakel tidak murka, justru membiarkan gadis itu berteriak di hadapannya.
krn di dunia nyata kamu g diperhatikan, g disayang
apa mungkin bgmn cara'a spy kembali ke dunia sebenar'a, bgtukah thor🤭💪