Perlu waktu lama untuknya menyadari semua hal-hal yang terjadi dalam hidupnya.
suka, duka, mistis, magis, dan diluar nalar terjadi pada tubuh kecilnya.
ini bukan tentang perjalanan yang biasa, inilah petualangan fantastis seorang anak berusia 12 tahun, ya dia KINASIH.
Pernah kepikiran engga kalau kalian tiba-tiba diseret masuk ke dunia fantasi?
kalau belum, mari ikuti petualangan kinasih dan rasakan keseruan-keseruan di dunia fantasi.
SELAMAT MEMBACA..!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rona Aksara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18: Sihir Dan Cairan Kimia
Panik.
Jantung adelle berdetak menggebu-gebu. Keringat bercucuran di sekitar pelipisnya. Ya tuhan apa yang sebenarnya dia sembunyikan selama ini? Belum ada yang tahu.
Wajah ester semakin mendekat. Semakin menyelidik. Beberapa detik mereka saling bertatapan. Lalu ester tertawa.
"HAHAHA... Sudahlah, kawan. Tidak usah kau sembunyikan. Aku tahu kau adalah goblin penuh kejutan. Aku tidak terkejut jika kau tiba-tiba bereksperimen seperti ini." Ester segera mundur dari hadapan Adelle.
Adelle menghela napas lega.
"Lihatlah botol sampel ini." Ester mengangkat tinggi-tinggi sebuah botol sampel yang berisi cairan berwarna merah. "Berwarna merah seperti darah. Apakah ini darah vampir, adelle?."
Adelle melangkahkan kakinya perlahan. Lalu segera merebut botol sampel itu dari tangan ester.
"Excuse me, little girl. Kau tak akan tahu fungsi dari cairan ini." Tukas adelle dengan sombongnya.
Ester bersungut-sungut. Kedua alisnya seakan ingin menyatu. "Ya...Ya...Ya... Aku memang tak sepintar dirimu, adelle. Tapi tidak ada salahnya jika aku bertanya fungsi cairan itu, kan? Memangnya goblin bodoh sepertiku tidak boleh memiliki rasa ingin tahu?."
Adelle hanya terdiam mendengar pernyataan yang dikatakan oleh ester. Lalu dia meletakkan botol sampel yang dibawanya. Menata kembali di sebelah botol sampel yang lainnya.
Di ruangan tersebut terdapat sebuah meja yang panjang. Disana telah tersusun rapi beberapa botol sampel yang berisi cairan berwarna warni. Ester memperhatikan satu persatu botol sampel tersebut.
"Hei, adelle. Ini semua bukankah warna dari pelangi?." Ucap ester sambil berkacak pinggang.
Adelle tersenyum bangga. Lalu mengangguk. "That's right, little girl. Ini semua adalah warna pelangi. Mulai dari merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan yang terakhir ungu. Ketujuh warna tersebut mempunyai efek yang berbeda." Adelle menunjukkan satu persatu botol sampel yang ada di atas meja.
Ester mengangguk. Seolah dia paham. Padahal dia tidak begitu mengerti apa yang dikatakan adelle. Apa yang dimaksud dengan efek yang berbeda?. Entahlah dia tidak memahaminya.
"Apa yang akan kau lakukan dengan ketujuh botol ini?."
"Aku akan menggabungkan cairan kimia dengan sihirku. Dan menjadikannya sebuah pelangi di langit." Adelle tersenyum bangga. Kedua bola matanya terlihat berbinar. "Lalu jangan sekali-kali kau menyentuh salah satu dari cairan tersebut. Membahayakan."
Ester mengernyitkan dahi. "Siapa juga yang ingin menyentuh eksperimen tidak jelasmu itu." Ujarnya dalam hati.
"Kau ingin melihatnya, ester?."
"Melihat apa?."
"Gabungan antara cairan kimia dan sihirku."
"Tidak perlu, adelle. Aku tidak punya banyak waktu untuk melihat keahlianmu." Ester segera berbalik badan dan berjalan ke arah pintu.
"Kau tidak masuk kelas?."
Ester hanya diam. Melirik tajam ke arah Adelle. Lalu segera beranjak pergi meninggalkan ruang kimia tersebut.
...
Di dalam rumah dari bebatuan yang tak jelas bentuknya. Ella terlihat sedang asyik memasak.
"Selamat pagi, ella." Sapa kinasih sembari mengusap kedua matanya.
"Selamat pagi, asih. Tidurmu nyenyak?."
Kinasih menggeleng. Lalu beranjak duduk di samping ella yang sedang mengaduk sesuatu di dalam kuali yang tak begitu besar.
"Aku bermimpi buruk. Aku seperti dibayang-bayang oleh seorang penyihir." Kinasih menguap.
"Seperti apa bentuk penyihir tersebut, asih?."
"Sekilas yang kuingat. Aku melihat dua orang penyihir sedang asyik memainkan mantra. Namun sihir yang tercipta dari mantra itu terlihat seakan mampu membunuh makhluk hidup. Hanya itu yang aku ingat, ella."
Ella terdiam. Mungkinkah ini pertanda sesuatu yang buruk akan terjadi?. Namun ella segera membuang jauh-jauh pikiran buruknya.
"Apakah kau melihat dengan jelas bentuk tubuh kedua penyihir itu?."
Kinasih menggeleng. "Hanya siluet. Namun aku tahu dari bentuk pakaian mereka. Jika mereka adalah seorang penyihir."
Ella tersenyum. Lalu menepuk pundak kinasih.
"Sudahlah. Itu hanya mimpi buruk saja. Tidak usah khawatir. Semua pasti aman."
Ella terlihat memasukkan beberapa bahan-bahan makanan ke dalam kuali. Diaduknya lagi kuali itu hingga semua bahan-bahan merata.
"Apa yang sedang kau buat?." Tanya kinasih penasaran.
"Aku sedang membuat sup."
"Apakah dengan kuah madu?." Kedua mata kinasih terlihat berbinar.
"Sejak kapan kuah sup dicampur dengan madu, asih." Ella tertawa pelan.
"Kau sungguh tidak mengetahuinya, ella? Di hutan hujan, para peri membuat sup dengan campuran madu dan beberapa tanaman herbal."
"Oh iya? Aku belum pernah berkunjung kesana. Ngomong-ngomong, jika kau tahu perihal hutan hujan, berarti kau pernah singgah di desa orchidia?."
Kinasih mengangguk. Semburat bahagia terpancar dari wajahnya.
"Apakah kau pernah bertemu dengan ratu reyna?." Ucap Ella.
"Tidak hanya sekedar bertemu, tetapi aku juga membantunya mengalahkan 3 kurcaci yang berubah menjadi raksasa disana."
Ella menatap kinasih dengan tajam. Seperti tidak percaya dengan apa yang didengarnya.
"Sungguh? Kau tidak berbohong? Apakah ratu reyna baik-baik saja disana?." Ella memperbaiki posisi duduknya. Dan mulai mendengarkan cerita kinasih dengan serius.
Kinasih menunduk. Semburat bahagia berubah jadi sendu. "Ratu reyna sedang tidak baik-baik saja. Kini dirinya membatu ditengah-tengah hamparan bunga matahari."
Jantung Ella seakan berhenti berdetak ketika mendengar pernyataan kinasih.
"SIAPA YANG MEMBUATNYA BEGITU?!." Suara ella meninggi.
Kinasih terkejut mendengar suara ella yang menggelegar.
"Tuan ratu diubah menjadi batu oleh seorang penyihir. Aku tidak tahu siapa namanya. Namun aku ingat wajahnya. Bodohnya aku tidak menanyakan siapa gerangan nama penyihir itu." Ucap kinasih penuh sesal.
"Jadi begitu, semoga ratu reyna baik-baik saja. Maafkan aku jika telah mengagetkanmu, asih." Ella menghela napas panjang.
Ella melanjutkan memasak. Kinasih hanya diam. Suasana menjadi hening.
...
Ruang kimia akademi sihir fonte de magia.
Adelle sejak tadi pagi masih asyik dengan botol sampel berisi cairan warna yang dibuatnya. Setelah berpikir cukup lama. Akhirnya dia telah membuat komposisi yang sama pada setiap cairan berwarna. Komposisi yang berbeda itulah yang mampu membuat cairan itu mempunyai efek yang berbeda ketika digabungkan dengan kekuatan sihir.
Dia segera mengambil botol sampel berisi cairan berwarna kuning dan biru. Mengambil sedikit cairan menggunakan pipet, Lalu meletakkannya pada cawan petri.
Dua warna tersebut kini telah berada pada tempat yang sama. Dia melangkah sedikit menjauh dari cawan petri lalu mengeluarkan sebuah tongkat sihir kecil dari balik saku bajunya.
Dia mencoba untuk fokus. Menenangkan pikiran. Dia menarik napas dalam-dalam lalu mengarahkan tongkat sihir kearah cawan petri.
"Inilah saatnya..." Adelle mendesis pelan.
Dia putar-putarkan tongkat sihir perlahan. Ke kiri lalu kanan. Dia ulang gerakan tersebut hingga 3 kali.
"It's showtime. Compositio colorum—Mantra sihir yang dapat menyatukan beberapa warna menjadi satu kesatuan—."
Seketika ujung tongkat sihir milik adelle mengeluarkan sebuah cahaya. Lalu cahaya itu tepat mengenai kedua warna yang berada di dalam cawan petri.
Kedua cairan warna—Kuning dan Biru—Tersebut perlahan saling mendekat. Lalu saling merekat. Seketika berubah menjadi sebuah cairan berwarna hijau.
"HORE, AKU BERHASIL." Teriak Adelle sambil melompat kegirangan.
Namun dia belum merasa cukup puas. Dia ulangi sekali lagi. Kali ini dia mencoba menyatukan cairan berwarna merah dan kuning.
Sekali lagi dia putar-putarkan tongkat sihirnya dengan gerakan ke kiri lalu ke kanan. Dan mengulang gerakan tersebut sebanyak 3 kali.
"Compositio colorum." Teriaknya.
Tongkat sihirnya kembali mengeluarkan cahaya. Cairan warna semakin mendekat lalu merekat satu sama lain. Dan berubah menjadi cairan berwarna jingga.
"Congrats adelle. Kau sudah berhasil menciptakan sihir hebat ini." Ucapnya pada diri sendiri.
Namun, tanpa disadari. Ini hanyalah langkah kecil adelle untuk membuat sesuatu yang lebih besar. Dia memikirkan cara bagaimana efek dari cairan berwarna tersebut dapat aktif.
"Langkah pertama sudah berhasil. Langkah kedua tinggal memikirkan bagaimana cara agar aku bisa mengaktifkan kekuatan dari cairan ini." Ucapnya sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. Tanda dia masih kebingungan.
TOK...
TOK...
Terdengar suara pintu ruang kimia diketuk oleh seseorang. Adelle seketika terdiam. Lalu bersembunyi di bawah meja panjang. Dia merasa was-was jika yang mengetuk pintu adalah madam magenta. Bisa panjang urusannya jika dia ketahuan memakai ruang kimia tanpa seizin para guru.
"Siapa di dalam?." Tanya seseorang dari luar.
"Suara Perempuan?" Adelle menggumam.
"Hei, Siapa di dalam? Tidak ada siapa-siapa ya?."
"Ada aku, Adelle." Adelle berteriak.
"Apakah aku boleh masuk, adelle?."
"Masuk saja, pintunya tidak terkunci."
KRIET... BLAM...
Seseorang itu segera membuka pintu. Adelle segera mengintip perlahan. Dilihatnya seorang perempuan dengan baju layaknya penyihir. Sedang berjalan mendekati meja panjang.
"Pasti dia adalah ma'am stella, atau mungkin madam magenta? Celakanya diriku." Ujarnya dalam hati.
Perempuan itu terlihat kebingungan. "Adelle, tampakkan dirimu. Aku bukan penyihir jahat."
"Suara yang asing, siapa dia? Guru baru?." Bisik adelle perlahan.
"Siapa kau, aku tidak pernah mendengar suaramu sebelumnya?."
Tidak ada jawaban. Perempuan itu hanya diam. Lalu menarik kursi di pojok ruangan.
"Intinya kau tidak usah takut padaku. Aku hanya ingin bertanya beberapa hal padamu." Sahut perempuan itu.
Dengan tangan gemetar. Adelle perlahan merangkak keluar dari bawah meja panjang. Kini sempurna dia melihat perempuan itu dari ujung kaki hingga ke ujung kepala.
Perempuan itu tersenyum ramah. "Halo, Adelle. Senang berjumpa denganmu."
"Hai, Nice to meet you too." Jawab Adelle malu-malu.
Perempuan itu berdiri dari duduknya. Lalu dengan langkah anggun. Dia mendekati adelle yang masih gemetaran. Keringat dingin bercucuran di pelipis adelle. Dia sangat ketakutan.
Perempuan itu berdiri di hadapan adelle. Lalu membungkukkan badan. Ketika itu juga di kedua tangannya muncul sebuah cahaya berwarna hijau.
Adelle semakin ketakutan melihat cahaya tersebut. Was-was jika seketika itu juga, penyihir tersebut menyerangnya.
"Ijinkan aku memperkenalkan diri. Namaku Viola. Salam kenal." Ucap penyihir tersebut dengan ramah.
......Bersambung......