Melati, hanya seorang guru honorer di sebuah sekolah elite. Namun, dia harus terjebak dengan seorang Tuan Muda yang ternyata Ayah dari anak didiknya.
Menjadi istri bayaran, bukan salah satu dari cerita yang ingin dia lalui dalam hidupnya. Ketika dia harus menikah dengan pria yang hatinya terkunci untuk sebuah cinta yang baru dan sosok baru setelah kepergian istrinya.
Namun sial, Melati malah jatuh cinta padanya. Bagaimana dia harus berjuang akan cinta yang dia miliki. Dalam pernikahan yang semu, dia harus berjuang membuka kembali hati suaminya yang sudah terkunci rapat. Namun, di saat dia benar-benar ingin berjuang dalam cinta dan pernikahannya ini. Melati, harus menyadari satu hal tentang suaminya.
"Kau tidak akan pernah ada dalam tujuan hidupku. Jadi berhenti berharap lebih!"
Melati hanya bisa diam dengan menatap punggung Zaidan yang pergi menjauh darinya setelah mengucapkan kalimat yang benar-benar menghancurkan harapan rapuh yang sedang dia perjuangkan saat ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Larangan Memikirkan Pria Lain
Akhirnya mereka makan malam di rumah Melati, ruang makan yang sempit dan hanya bisa menampung 5 orang saja di meja makan. Namun, entah kenapa Zaidan merasa ada sebuah kehangatan keluarga disini, canda tawa yang dilakukan Melati dan adiknya, yang sama sekali belum pernah Zaidan rasakan. Suasana rumahnya terlalu sepi sejak dulu, dimana orang tuanya yang lebih sering sibuk dengan pekerjaan daripada berada di rumah dan makan bersama.
"Dek, kapan kamu magang?"
"Masih tiga bulan lagi Kak"
"Em, sudah kepikiran mau magang dimana?"
Fattah menggeleng, dia memang belum memikirkan akan pergi ke Perusahaan mana untuk magang. "Belum Kak, aku lihat saja yang lain ramenya kemana"
"Magang di Perusahaanku saja"
Semua orang langsung menoleh pada Zaidan yang mengucapkan itu. Bahkan Melati cukup terkejut. Perusahaan Zaidan adalah Perusahaan besar, dan tentunya sejak Melati kuliah pun, memang banyak dari Mahasiswa bisnis untuk magang disana. Kebanyakan ingin sekali merasakan bekerja di Perusahaan itu.
"Apa bisa Kak? Tapi pasti banyak yang ingin magang disana"
"Setiap tahun memang selalu banyak yang berminat, tapi kami hanya menerima terbatas untuk pemagang. Jadi, kalau mau, kamu langsung ajukan saja. Tapi tidak ada hak spesial, kau akan tetap seperti anak magang lainnya. Tidak akan ada yang tahu jika kau adalah adik iparku"
Fattah mengangguk pelan. "Justru lebih baik seperti itu, Kak. Aku juga tidak mau mempunyai hak spesial"
"Kau ajukan saja permohonan magang kamu ke Perusahaan"
"Baik Kak, terima kasih"
Melati tersenyum, dia menatap suaminya dengan tatapan berbeda kali ini. Entah kenapa dia merasa jika Zaidan mempunyai sisi hangat dan peduli. Dia tidak selalu bersikap dingin dan mengerikan.
"Terima kasih ya Sayang" ucap Melati, kali ini dia tulus dari hati. Karena Zaidan sudah mau membantu adiknya.
Zaidan langsung menoleh, dia sedikit tertegun saat tatapan mereka yang tiba-tiba bertemu. Beberapa saat saling pandang, hingga suara deheman dari Fattah membuatnya langsung memalingkan wajah.
"Sama-sama" jawabnya dingin.
Melati hanya tersenyum saja, meski sebenarnya dia melihat telinga Zaidan yang memerah, pria itu sedang gugup. Saat sudah selesai makan, Melati membantu Ibu untuk mencuci piring. Sementara Zaidan dan Fattah duduk di teras depan rumah. Duduk di kursi rotan yang ada disana.
"Kak" panggil Fattah pelan.
Zaidan langsung menoleh padanya, mengangkat satu alisnya. "Hmm?"
"Sebenarnya Kak Zaidan benar mencintai Kak Mel apa tidak?"
Kening Zaidan langsung berkerut dalam, cukup terkejut dengan pertanyaan Fattah. "Kenapa kau bertanya seperti itu?"
"Karena dulu, Kak Mel bilang jika dia hanya menyukai Kak Ares. Lalu, tiba-tiba dia datang membawa calon suami yang kami sendiri tidak mengenalinya. Apa benar kalian menikah karena saling mencintai? Bukan karena Kak Mel membutuhkan uang untuk melunasi hutang kami?"
Fattah tidak sebodoh itu untuk langsung percaya dengan cerita karangan Melati. Dia cukup merasa janggal dengan pernikahan Kakaknya yang begitu mendadak, sementara Melati selalu bilang jika dia mencintai Kak Ares.
Sial, jadi dia mencintai Ares. Awas kau Arestya! Pantas saja senyumanya selalu begitu lebar saat bertemu Ares.
Yang ditangkap oleh Zaidan dari percakapan ini, adalah Melati yang menyukai Ares. "Sejak kapan Kakakmu menyukai Ares?"
Fattah menatap Zaidan dengan kening berkerut, kenapa hanya hal itu yang ditangkap oleh Zaidan. Padahal yang ingin Fattah ketahui tentang perasaan Zaidan yang sebenarnya pada Melati.
"Sudah lama, sejak mereka kuliah. Tapi Kak Mel tidak pernah berani mengungkapkannya, karena Kak Ares yang hanya menganggapnya sebagai adik saja"
Aduh Kak Mel, maafkan aku. Sepertinya aku telah menceritakan hal yang salah. Kenapa wajahnya jadi seperti itu? Apa dia akan marah pada Kak Mel?
Wajah Zaidan sudah tidak bersahabat sekarang, bahkan Fattah tidak ingin lagi mengatakan apapun. Padahal dia masih begitu ingin bertanya banyak hal pada Zaidan, tentang alasan apa sebenarnya yang membuat mereka benar-benar menikah. Tapi, melihat wajahnya yang sudah seperti itu, Fattah juga tidak berani bertanya lagi.
"Sayang, ayo pulang sekarang" Melati muncul dari dalam rumah, melihat Zaidan yang menoleh dan menatapnya dengan dingin. Melati menatap ke arah Fattah hanya hanya tersenyum masam dengan menggaruk keningnya pelan. "Kita pulang sekarang 'kan? Ini sudah malam"
Zaidan langsung berdiri, dia menggandeng tangan Melati. Wajahnya masih begitu dingin. "Ya, ada yang perlu aku bicarakan dengamu"
Hah? Apa yang mau dibicarakan? Sial, aku merinding dengan tatapannya itu.
Melati melirik Fattah, seolah bertanya apa yang mereka bicarakan. Tapi adiknya itu hanya tersenyum masam dengan tatapan bersalah pada Kakaknya.
""Kalian mau pulang sekaarang?" ucap Ibu yang baru muncul.
"Em, iya Bu, kita pulang dulu ya"
"Iya Kak, hati-hati di jalan"
"Kami pulang, Bu" ucap Zaidan tanpa ekspresi dan hanya tersenyum tipis yang dipaksakan.
Saat Zaidan menggandeng tangan Melati dan membawanya ke arah mobil, Melati sudah merasakan hawa tidak baik. Dia mulai takut, apalagi saat sudah naik ke dalam mobil. Melihat wajah suaminya yang begitu dingin.
Ada apasih? Aku salah apa? Kenapa dia menunjukan wajah seperti itu?
Saat mobil mulai melaju, Zaidan mulai menatap Melati dengan tajam. Dia mendekatkan tubuhnya pada Melati, membuat istrinya beringsut terpojok di pintu mobil. Tatapan Zaidan sungguh menakutkan.
"Tu-tuan ada apa?"
Zaidan terdiam saat ada rasa tidak nyaman di hatinya ketika Melati memanggilnya Tuan. Tidak! Apa dia ingin dipanggil Sayang seterusnya oleh Melati? Tidak, itu tidak mungkin. Pikirannya menolak apa yang hatinya rasakan.
"Mulai sekarang sampai satu tahun ke depan, aku melarang kau memikirkan pria lain dan menyukainya! Hanya memikirkannya saja, aku larang!"
Hah? Peraturan macam apa itu? Melati hanya terdiam dengan bingung. Saat Zaidan sudah kembali duduk di posisinya semula, Melati segera bangun dan membenarkan baju dan rambutnya. Tidak, kenapa membenarkan baju, kan tidak terjadi apa-apa. Ah, Melati hanya gugup sekarang.
Melirik pada pria disampingnya, dia masih bingung dengan ucapan Zaidan beberapa menit lalu.
"Kau hanya perlu menuruti ucapanku. Ingat, aku bisa merubah atau menambahkan apapun dalam kontrak kita!"
Melati menghela nafas pelan, bahunya meleas. Dia ingat tentang poin terakhir ini dalam kontrak. Tapi 'kan seharusnya Zaidan tidak semakin seenaknya seperti ini. Dan apa tadi? Meminta Melati jangan memikirkan pria lain selama satu tahun ini. Intinya selama dia menikah dengan Zaidan.
Apa maksudnya aku juga tidak boleh memikirkan Kak Ares. Ah, menyebalkan sekali. Apa dia tahu jika aku menyukai Kak Ares? Lagian mana mungkin aku menyukai pria seperti dia, lebih baik Kak Ares yang jelas baik dan menyenangkan. Ah, menyebalkan sekali dia ini.
Bersambung
Tapi tidak menabung bab
nextttt thor.....