Freya Zalika Adifa seorang gadis cantik yang memiliki kepribadian menyenangkan. Tapi hidupnya penuh dengan kesengsaraan. Tinggal bersama keluarga angkat, yang sebenarnya adalah paman kandungnya sendiri.
Tapi, Freya tidak pernah diperlakukan sebagai keluarga. Melainkan seperti pembantu. Freya harus memasak, membersihkan rumah, mencuci baju dan juga wajib mencukupi kebutuhan dapur rumah itu.
Nadya Anindya adalah kakak sepupu Freya yang telah menikah dengan kekasihnya semasa masih kuliah dulu. Hampir 5 tahun usia pernikahan mereka, dan belum ada anak di tengah rumah tangga mereka.
Nadya menyebar fitnah jika Gibran Kavi Mahendra seorang pria mandul. Karena selama pernikahan, Nadya merasa tidak pernah puas dengan Gibran.
Gibran seorang pria pekerja keras yang terlahir yatim piatu merasa harga dirinya semakin diinjak-injak oleh Nadya semenjak dirinya diPHK.
"Lahirkan anak untukku, maka aku akan mengajakmu keluar dari neraka ini." Ucap Gibran pada Freya.
UPDATE SETIAP HARI.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erchapram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Roda Selalu Berputar
Biasanya hasil tes DNA baru bisa didapatkan setelah minimal seminggu. Tapi dengan kekuatan uang, 3 hari saja hasilnya sudah bisa diambil oleh Gibran atau Papanya.
"Sebenarnya tanpa melihat hasil tesnya, aku yakin seribu persen jika Hubby putra dari Om Gunawan. Wajah kalian itu sama persis." Ucap Freya menatap lembut suaminya.
"Honey, tapi rasanya masih canggung. Aku terbiasa hidup sendiri tanpa keluarga sejak kecil. Hanya ada Ibu Panti dan teman-teman yang selama ini menjadi keluargaku. Aku menikah dengan Nadya pun tidak merasakan arti sebuah keluarga. Kedua orang tua Nadya hanya menjadikanku mesin ATM, yang akan ditinggalkan jika tidak ada uang."
"Kamu harus terbiasa Hubby, karena sebentar lagi keluarga kita semakin lengkap dengan adanya anak di tengah kita dan juga ada Opa serta Omanya." Ucap Freya.
"Hmm... Terima kasih, sudah menolongku waktu itu. Meskipun hampir sepuluh tahun aku hidup dengan ketidak tahuku tentang kejadian masa lalu. Terima kasih juga telah mencintaiku."
"Aku justru yang harus berterima kasih Hubby, karena tanpamu mungkin aku tidak punya keberanian untuk melawan ketidak adilan yang aku alami selama ini dari keluargaku sendiri." Ucap Freya setulus hatinya.
"Jangan pernah berubah ya Hubby, meskipun ternyata kamu anak konglomerat. Aku harap sifat dan sikapmu tidak berubah, tetap menjadi Gibranku."
"Pria tulus yang setia dengan satu wanita, dan tetap rendah hati meskipun harta melimpah ruah." Ucap Freya dengan wajah khawatirnya.
"Jangan khawatir begitu Honey, aku akan tetap menjadi Gibran yang sama. Suami dari satu-satunya wanita bernama Freya Zalika Adifa." Ucap Gibran menatap penuh cinta wanita yang sedang mengandung anaknya.
Beberapa saat kemudian, di ruang rawat Nyonya Silvia. Terjadi ketegangan yang membuat semua orang menahan nafas, lantaran selembar amplop yang belum ada yang berani membukanya.
"Papa... Kenapa sejak tadi amplop itu tidak cepat dibuka. Mama sudah tidak sabar mendengar hasilnya."
"Papa deg deg an Ma, rasanya jantung berdebar sangat kencang."
"Kalau begitu, ijinkan aku yang membukanya. Aku yakin, hasilnya pasti sesuai yang sedang kita pikirkan."
Dengan penuh hati-hati, Freya membuka amplop berlogo Rumah Sakit. Kemudian membaca perlahan tanpa ekspresi.
"Bagaimana... Apa hasilnya positif atau negatif?" Tanya Gibran tidak sabar.
"Hasilnya kalian 99,99% cocok. Selamat." Senyum lebar mengembang sempurna.
"Putraku... Alhamdulillah, terima kasih Tuhan." Ucap Tuan Gunawan dan Nyonya Silvia bersamaan dengan tangan yang menjulur ke depan ingin memeluk.
"Mama... Papa... Aku benar-benar anak kalian. Keturunan keluarga Wijaya." Ucap Gibran dengan air mata yang mengalir tapi bibir tersenyum.
"Sesuai kesepakatan, tolong dirahasiakan dulu. Jangan sampai ada yang tahu."
"Tapi, maukah kamu bekerja di Perusahaan Papa?" Tanya Tuan Gunawan.
"Mohon maaf, Papa aku sudah berjanji akan membantu di Perusahaan istriku. Karena tidak ada yang bisa menggantikannya saat sedang hamil. Mungkin, nanti setelah melahirkan itupun jika Freya bersedia." Ucap Gibran.
"Benar, untuk sementara biar seperti ini dulu. Mohon jangan kecewa."
Roda terus berputar, kadang di atas dan kadang di bawah. Begitupula dengan kehidupan yang dialami oleh Gibran dan Freya. Setelah mengalami kepahitan, saat ini mereka tengah berbahagia. Tapi kita tidak tahu jalan di depan yang akan dilaluinya. Apakah masih tetap lurus dan mulus atau justru banyak lubang dan berkerikil tajam.
Seminggu kemudian, setelah kesepakatan kerjasama dengan perusahaan mertuanya. Hari ini, Freya ingin datang langsung ke lokasi proyek untuk meninjau pekerjaannya. Tapi tiba-tiba dia merasakan kepalanya pusing yang luar biasa.
"Hubby..." Lirih Freya dari dalam ruangannya. Sedangkan Gibran tidak ada.
Bruk
Freya jatuh tidak sadarkan diri di lantai samping mejanya.
Gibran ternyata sedang keluar kantor tanpa bicara dulu pada Freya. Pria itu terburu-buru lantaran sang Mama memintanya segera datang.
Flashback On
Aku dengar, putramu sudah diketemukan?" Tanya seorang wanita seumuran Nyonya Silvia dengan sinis.
"Mbak Murni dengar dari siapa? Padahal kami belum memberi tahukan berita ini." Ucap Nyonya Silvia.
"Apa yang tidak aku tahu tentang keluarga adikku. Di mana Gunawan saat ini? Setelah kalian mengusir Irvan kini mengakui anak lain sebagai anak kandung kalian. Kesalahan Irvan hanya satu, tapi kalian dengan tega langsung mengusirnya. Kalian juga mencoret dari ahli waris serta memblokir semua keuangannya." Ucap wanita bernama Murni Wijaya.
"Irvan tidak hanya punya satu kesalahan, tapi dia sudah melakukan lebih saat masih sekolah dulu." Ucap Tuan Gunawan yang tiba-tiba sudah ada di samping sang istri yang terus menunduk.
"Mbak Murni jangan lupa, jika Irvan pernah memperkosa putri pembantuku. Gadis itu diam saja tidak berani melawan. Hingga ketahuan hamil."
"Kalau bukan karena kami yang curiga kenapa perut Saskia semakin hari semakin membuncit. Kami pasti tidak tahu jika dia telah menjadi korban aksi bejat Irvan. Aku mendidiknya dengan keras, tapi mbak Murni selalu ikut campur. Memaklumkan perbuatan Irvan yang melenceng. Waktu itu Irvan baru kelas 2 SMA tapi berani mabuk."
"Wajar kan, Irvan sedang merayakan ulang tahunnya bersama teman-temannya. Aku yakin Saskia yang merayunya." Ucap Nyonya Murni bersuara ketus.
"Itulah yang membuat Irvan menjadi pembangkang, karena didikan mbak Murni. Asal mbak Murni tahu, Saskia terpaksa di keluarkan dari Sekolahnya karena ketahuan hamil tanpa berani mengungkapkan kebenarannya pada semua orang."
"Pada akhirnya karena tekanan dari sana sini yang menyebabkan mental Saskia terganggu. Dia memilih bunuh diri bersama bayinya yang saat itu sudah berusia 5 bulan. Tidak lama setelah Saskia meninggal, Bik Sani juga meninggal dunia karena sakit memikirkan nasib putrinya. Sudah berapa banyak dosa yang diperbuat Irvan." Ucap Tuan Gunawan.
"Sekarang panggil anak yang kalian akui sebagai keturunan asli keluarga Wijaya. Aku mau lihat, sehebat apa dia dibandingkan dengan Irvan."
"Belum saatnya mbak, aku masih belum ingin mempublikasikan keberadaan Putraku."
"Apa kalian takut jika ternyata anak itu berada di bawah standar keturunan keluarga Wijaya? Makanya, sejak dulu sudah aku katakan."
"Cari istri itu dari kalangan atas, jangan bawa wanita miskin yang berasal dari desa. Kampungan. Lihat istrimu itu, gayanya selangit bak wanita sosialita padahal NOL. Hanya karena kebetulan dinikahi adikku, makanya kamu jadi orang kaya. Sok-sok an bergaya elit. Giliran anak mati karena diculik langsung jadi gila. Sangat memalukan."
"CUKUP! Jangan pernah menghina istriku. Seperti apa Silvia, dia adalah wanita yang ku cintai. Ibu dari putra kandungku." Ucap tegas Tuan Gunawan sambil merangkul istrinya yang sudah berlinang air mata.
"Kamu tahu Gunawan, sejak kedatangan Silvia. Hubungan kita menjadi renggang. Padahal kita hanya dua bersaudara. Aku anak tertua keluarga Wijaya."
"Seharusnya setelah kedua orang tua kita meninggal, akulah pengganti mereka. Tapi, kamu mulai berani membangkang, menolak gadis pilihanku yang ingin aku nikahkan denganmu waktu itu. Lebih memilih gadis tidak berpendidikan. Aku yakin, jika putramu itu sama seperti Ibunya. Otak udang." Ucap Nyonya Murni semakin menghina.
"Baiklah, akan aku panggilkan putraku."
Tut
Tut
Tut
"Gibran, tolong datang ke rumah sekarang juga. Ini darurat Nak." Ucap Nyonya Silvia sambil menahan air mata.
"Tapi aku sedang bekerja, Ma. Aku akan mengantar Freya ke proyek yang Papa berikan sebagai bentuk kerja sama." Ucap Gibran.
"Tunda dulu ke proyeknya. Cepatlah datang karena posisi Mama terdesak."
"Baiklah... Tapi aku akan bicara dulu dengan istriku." Jawab Gibran.
"Tidak perlu, nanti saja kamu kabari istrimu itu lewat pesan singkat jika sudah dalam perjalanan. Mama tidak ingin, istrimu bertanya macam-macam yang membuat kamu lama datangnya." Paksa Nyonya Silvia.
"Iya, baiklah aku akan segera datang ke sana."
Flashback Off
Keputusan Gibran yang lebih memilih mendengarkan permintaan Mamanya. Lalu mengabaikan istrinya saat sedang membutuhkan pertolongan. Akan menjadi penyesalan Gibran selanjutnya.
Hampir seharian Gibran meninggalkan Freya, bahkan pria itu lupa mengabarinya. Terlalu sibuk dengan perdebatan antara keluarga Wijaya, membuat Gibran lalai.
Sementara itu, jam kerja di Perusahaan Freya sudah waktunya pulang.
Seorang security yang bertugas mengunci semua ruangan dan mengecek satu persatu takut ada yang lembur, tidak sengaja melihat siluet orang tertidur di lantai ruangan CEO.
"Siapa yang tidur di lantai? Kok aku jadi merinding ya." Ucap security itu, tapi tetap memberanikan diri untuk tetap melihatnya.
"Astaga... Bu Freya..." Teriak Security
mma Gibran perlu di eksekusi thor
karena saat ini kau akan menjadi opa. freya lagi hamil muda, tuan gunawan walaupun dia blm menyadarinya.
punya gibran itu hanya mau on jika berhadapan dengan pawangnya.
kau sungguh murahan sekali bella.
bell kamu dalam bahaya Freya murka habis kamu