Kesetiaan Dibalas Pengkhianatan

Sebenarnya siapa pria itu? Aku tidak mengenalinya.

Dia tinggi, putih, dan juga tampan, hanya saja penampilannya berantakan, celana robek di lutut dan dia mengenakan jaket hitam yang ada tutup kepalanya.

Setelah dia mendorongku, dia pun langsung kabur begitu saja.

Aku penasaran siapa sebenarnya pria ini? Dan apa motifnya sampai dia tega mencelakaiku seperti itu.

“Kamu mendapatkan rekaman ini dari mana mas?” tanyaku kepada mas Faisal.

Dan memang pak Faisal memintaku memanggilnya mas, di luar jam kerjanya sebagai pengacaraku supaya bisa lebih akrab dan santai.

“Aku dan Laras tadi kembali ke mall itu, dan meminta security di sana untuk memberikan rekaman cctv pada saat kejadian itu. Dan akhirnya pun security di sana mau memberikannya. Setelah ini aku akan memberikan rekaman cctv ini kepada polisi, supaya mereka bisa segera menangkap pelakunya.” Jelas mas faisal.

“Hmmm... apakah kamu mempunyai musuh, Kir?” tanya mas Faisal padaku.

“Selama ini aku tidak pernah bermasalah dengan siapapun. Bahkan aku tidak mengenal pria yang ada di dalam rekaman itu.”

“kalau kamu tidak mengenalnya, bisa jadi dia adalah orang suruhan dari seseorang yang membencimu.” Ucap mas Faisal.

“Entahlah? Karena aku merasa tidak pernah punya musuh, dan tidak pernah bermasalah dengan siapa pun.”

“Ya sudahlah, sekarang kamu tidak usah memikirkannya dulu. Lebih baik sekarang kamu beristirahat, dan aku akan memberikan bukti ini kepada polisi.” Ucap mas Faisal.

“Pakde, Bude, Laras, Kirana aku pamit dulu ya. Kamu harus banyak istirahat supaya cepat sembuh, karena hari jumat adalah sidang keduanya kamu. Dan jagoan kecil, om pulang dulu ya?” pamit mas Faisal kepada anakku Luis.

Akhirnya mas Faisal pun pamit dan segera kembali pulang ke rumahnya.

Luis dan kedua orangtuaku pulang, sedangkan Laras menemani aku di rumah sakit.

Pak Damar memberikan aku istirahat selama 1 minggu, tapi aku rasa 3 hari saja sudah cukup.

Untungnya pria itu tidak mendorongku terlalu keras dan juga dari tangga yang tidak terlalu tinggi, tapi kalau seandainya dia mendorongku dengan keras, entah apa yang akan terjadi padaku.

Tapi aku berusaha untuk membuang pikiran-pikiran buruk itu. Aku tidak mau meninggalkan anakku Luis yang masih terlalu kecil, dan masih membutuhkan kasih sayangku.

Aku jadi penasaran, apa benar berita tentang diriku yang jatuh di mall tadi viral di media sosial? Aku pun meminta laras untuk melihat berita tentang aku yang jatuh di internet.

“Ras, coba kamu ambil hp kakak, dan cek apa betul berita tentang kakak yang jatuh di mall tadi siang sudah viral di medsos?” tanyaku kepada Laras.

“Haa...siapa yang bilang kak?” tanyanya dengan nada terkejut.

“Aku dengar dari mantan ibu mertuaku dan juga si pelakor itu, Ras.”

“Coba aku cek dulu kak."

Laras pun segera mengambil hpku dan mengeceknya di semua media sosial, tapi tidak ada sama sekali berita tentang diriku.

“Tidak ada kak, tidak ada berita tentang kakak. Lagian kalau seandainya berita kakak viral, teman-temanku pasti akan menghubungiku menanyakan tentang kebenaran berita itu.” Jelas Laras padaku.

“Kok aneh ya, dek?” ucapku bertanya kepada Laras.

"Aneh apanya, kak?” jawabnya dengan wajah bingung.

“Darimana mantan mertuaku dan Tina itu tau kalau kakak masuk rumah sakit ya, Ras? Karena tadi tuh mereka langsung datang ke Rumah Sakit ini, bilangnya mau bertemu Luis. Trus kan kakak tanya kok tau kalau kakak masuk rumah sakit? dia bilang katanya berita tentang kakak lagi viral.”

Jelasku panjang lebar kepada Laras.

“Mereka bilang seperti itu kah? tapi gak ada berita tentang kakak di dunia maya ini, kak.” Ucap Laras meyakinkanku.

“Kok aneh ya, kak? kayaknya kita harus kasih tau di kak Faisal supaya kak Faisal bisa bantu menyelidikinya.” Jelas laras kepadaku.

“Iya, besok kalau mas Faisal datang? Kakak akan minta bantuan di Dia.”

“Oh iya, trus mas Faisal bilangnya kan besok baru mau minta rekaman cctv itu. Trus kenapa pas kalian datang, rekaman cctv itu sudah ada di tangan mas Faisal.” Tanyaku kepada Laras

“Jadi gini kak, tadi ketika kami pergi mencari makan, kak Faisal merasa cemas dan tidak tenang memikirkan tentang kejadian yang menimpa kakak. Jadi kak Faisal langsung mengajakku ke mall tempat kakak terjatuh tadi dan langsung meminta rekaman cctv di security.” Jelas Laras.

“Jadi begitu ya. Baiklah dek, karena sudah malam kita istirahat ya. Kakak merasa mengantuk dan kepala kakak pusing sekali.”

Akhirnya kami berdua pun beristirahat, karena memang aku sudah merasa sangat lelah, badan serta kakiku rasanya sangat sakit sekali.

***

Aku terbangun di jam 4 pagi, aku pun segera membangunkan Laras, untuk membantuku bersih-bersih dan segera melakukan shalat subuh.

Selesai shalat subuh aku kembali berbaring di tempat tidur sambil menunggu kunjungan dokter.

Entah kenapa, aku merasa sangat rindu kepada mas Agung, kemarin pak Damar bilang kalau hari ini dia akan kembali dari luar negeri.

Di dekatnya aku merasakan kenyamanan, rasanya ingin cepat bertemu dengan pria itu, karena dia memang seorang teman yang sangat baik.

Dia selalu ada di saat aku membutuhkan dirinya, dan saat ini aku memang sangat membutuhkan mas Agung.

Baru saja aku memikirkan pria itu, tiba-tiba aku melihat mas Agung sudah ada di dalam ruang rawatku.

“Hai, Kirana! gimana keadaanmu sekarang? di mana yang sakit? aku ketika mendengar berita kamu jatuh, aku jadi kepikiran dan sangat cemas, takut kamu kenapa-kenapa.” Jelas mas Agung.

Aku tersenyum melihat bagaimana cemasnya mas Agung kepadaku, dan bahkan banyak pertanyaan, yang aku sendiri tidak tau dari mana untuk mulai menjawabnya.

“Mas, makasih ya buat perhatiannya. Aku udah agak baikan kok, mas. Tapi kamu cepat sekali sampai di jakartanya, apalagi ini masih pagi.”

“Sebenarnya kemarin sore ketika mendapat kabar dari Damar, aku langsung cepat-cepat menyelesaikan pekerjaanku, dan segera kembali ke indonesia dengan pesawat pribadiku.”

“Sultan mah bebas...” ucapku sambil tersenyum menggodanya.

“Hmmm... kamu nih ya? Lagi sakit, masih bisa bercanda juga.” Jawab mas Agung.

Aku senang bisa bertemu dengan pria ini lagi, walaupun terkadang aku merasa sedikit minder, karena mas Agung memang seorang pria yang sangat kaya.

Keluarga mas Agung, bukan keluarga biasa, mereka masih keturunan raja.

“Udah sekarang kamu makan ya? Aku udah belikan kamu bubur, sarapan pagi untuk Pakde, Bude, Laras, dan jagoan kecilku. Ini juga ada roti dan buah-buahan. Laras, yuk makan dulu? Pakde, Bude, sama Luis di mana, Kirana?”

tanya mas Agung dengan sangat ramah.

Aku memang melihat mas Agung datang dengan membawa banyak tote bag, ternyata isinya adalah makanan semua.

Karena tadi aku sedikit kaget, jadi aku tidak memperhatikan lagi tangannya yang memegang banyak kantong makanan.

Aku pun menyuruh Laras untuk membantu mas Agung meletakkan makanan-makanan itu.

Baru saja diomongin, ayah dan ibuku beserta Luis sudah masuk di dalam ruang rawatku dengan membawa banyak makanan juga. Jadilah hari ini kami panen makanan, hehehe...

Luis yang melihat mas Agung pun langsung berteriak memanggil namanya dan langsung berlari ke dalam pelukannya.

Aku sangat senang melihat pemandangan ini, aku tau kalau selama ini Luis belum pernah dipeluk dan digendong oleh ayah kandungnya sendiri, jadi wajar kalau dia akan sangat manja dengan seseorang yang memang bisa membuatnya nyaman.

Dan aku sadar kalau Luis bisa mendapatkan kasih sayang itu dari mas Agung.

Bahkan sampai saat ini aku masih mengingat keinginan Luis yang pernah disampaikan kepadaku, hanya saja sampai saat ini aku belum bisa menjawabnya, karena aku masih bingung dan bimbang.

Apalagi aku belum resmi bercerai dari mas David, dan setelah bercerai aku masih harus melewati masa iddahku dulu, baru aku bisa menikah lagi.

Semoga suatu saat nanti aku bisa membuka hatiku untuk mas Agung.

***BERSAMBUNG***