Aura Mejalani hubungan dengan kekasihnya selama dua tahun, dan mereka sudah merencanakan sebuah pertunangan, namun siapa sangka jika Aura justru melihat sang kekasih sedang berciuman di bandara dengan sahabatnya sendiri. Aura yang marah memiliki dendam, gadis 23 tahun itu memilih menggunakan calon ayah mertuanya untuk membalaskan dendamnya. Lalu apakah Aura akan terjebak dengan permainannya sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Al-Humaira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Mario kembali ke apartemen Lisa saat matahari sudah begitu terik, semalam dirinya mabuk dan terpaksa tidur di bar. Namun saat kembali ke apartemen Lisa, Mario dikejutkan dengan keadaan Lisa yang mengenaskan.
"Lisa!" Pekik Mario dan langsung berlari menuju sosok yang terkapar di lantai. Tubuh polos dengan wajah pucat dan bibir yang sudah membiru, bahkan Mario bisa melihat ada memar di pugung Lisa.
"Lisa! Bangun!"
Kilasan kejadian semalam berputar dengan sendirinya, bagaimana dirinya datang sampai memaksa Lisa untuk bercinta, bahkan Mario mengingat dengan jelas saat dirinya memasuki Lisa saat milik wanita itu masih kering, saat itu juga, rasa bersalah muncul dengan perasaan yang begitu sesak.
"Lisa maafkan aku." ucapnya dengan perasaan bersalah.
Niat datang untuk meminta maaf dengan kejadian semalam, namun siapa sangka jika dirinya justru mendapati Lisa yang tak berdaya mengenaskan seperti ini.
Akibat perbuatan bejatnya ia menyakiti Lisa.
Dengan tangannya sendiri Mario membawa Lisa kerumah sakit, tentu saja setelah dia memainkan pakaian pada tubuh Lisa yang polos, karena tidak ingin hal tak diinginkan terjadi jika dirinya membawa Lisa dengan keadaan tanpa busana.
"Lisa, maafkan aku." Lirih Mario sembil menatap Lisa yang berada di sisi kursi kemudinya.
Wanita itu tampak sangat berantakan, tak lupa wajah pucat serta bibir yang membiru membuat Mario diserang rasa ketakutan.
"Jangan pergi dulu, aku tidak berniat membuat mu seperti ini." Katanya lagi dengan menambah kecepatan laju mobilnya.
Butuh waktu dua puluh menit untuk sampai kerumah sakit, saat dirinya datang dan meminta bantuan, saat itu juga Lisa langsung mendapat perawatan diruang ICU.
Mario mondar mandir gelisah, pakainya sudah tak berbentuk, apalagi rambutnya yang acak-acakan karena sejak kemarin ia masih menggunakan pakaian yang sama dan dalam keadaan kacau.
Mario hanya takut jika terjadi sesuatu dengan Lisa, dan semua karena dirinya.
"Tidak, Lisa tidak akan mati semudah itu." Gumamnya sambil meyakinkan dirinya sendiri.
Mario meraup rambutnya frustasi, ia benar-benar merasa takut dan juga gelisah.
"Ini semua karena Aura dan pria tua itu. Semua terjadi karena mereka yang membuatku seperti ini." Mario kembali mengingat dua sepasang pengantin itu, ia menetapkan keduanya sebagai tersangka kejadian naas yang dia alami.
Tak introspeksi diri, Mario justru menerapkan akan kesalahannya pada orang lain.
Masalah tidak akan datang jika kita tidak mencarinya, maka dari itu hiduplah dengan keadaan baik dan hati bersih, maka kau akan temukan kebahagiaan yang sesungguhnya tanpa adanya dendam.
*
*
"Kamu sudah bangun?" Mario tampak senang melihat Lisa membuka matanya.
"Mau minum?" Tanyanya saat Lisa hanya diam sambil meringis memegangi kepalanya.
"Aku dimana?" Tanyanya dengan suara parau.
Lisa masih tampak merasakan pusing, dan tubuhnya sangat sulit digerakkan terasa kaku.
"Dirumah sakit, maafkan aku Lisa. "Mario menatap Lisa dengan wajah menyesal.
"Maafkan aku yang sudah membuat mu seperti ini." katanya lagi dengan rasa bersalah.
Mario menggenggam tangan Lisa erat, dia benar-benar merasa bersalah, karena emosi sampai-sampai ia lampiaskan pada Lisa yang berakhir membuat wanita itu tampak mengenaskan.
Lisa hanya diam, ingatannya kembali pada malam itu, di mana dirinya habis-habisan di gempur dan dengan perlakukan kasar oleh Mario. Bukannya merasakan nikmat bercinta Lisa justru merasakan neraka yang Mario ciptakan.
"Kamu keterlaluan Mario, aku tidak tahu salahku apa!" Lisa tiba-tiba terisak.
Tangannya yang Mario genggam di hempasan begitu saja, membuat Mario semakin merasa bersalah.
"Aku yang salah, karena emosi aku melampiaskannya padamu," Ucap Mario jujur.
Lisa masih terisak, ia sangat kesakitan saat itu tapi dengan tanpa bersalah Mario justru semakin memperlakukannya dengan kejam.
"Aku datang ke rumah Papa, tapi mereka tidak ada, dan kata satpam di rumah, Papa sedang pergi dengan istrinya." Ada perasaan aneh saat dirinya mengatakan 'istri' karena dibalik kata itu ada nama mantan.
"Istri? Papa mu?"
"Ya, mereka sudah menikah, dan karena itulah aku emosi dan lepas kendali."
Lisa tampak syok tak percaya, secepat itukah Aura yang menganggapnya sahabat menikah dengan ayah kekasihnya.
'Pelet apa yang digunakan wanita itu,' Batin Lisa kesal.
"Lalu kenapa kamu diam saja? Seharunya kamu gunakan kesempatan itu untuk mengamankan kedudukanmu di kantor." Ucap Lisa dengan wajah seriusnya.
Kebanyakan orang jika sedang bahagia, dia lupa akan suatu hal, nah Lisa berpikir jika kebahagiaan Haikal akan berdampak baik untuk kekasihnya Mario.
"Itu tidak akan mudah Lisa," ucap Mario dengan nada lemas. Wajahnya tampak terlihat sendu.
"Jangan menyerah dong, sebelum anak mereka lahir kamu harus sudah mendapatkan apa yang menjadi hak kamu, sebenarnya apa yang membuat Tuan Haikal begitu meragukan mu, bukanya selama ini kamu berkerja dengan baik?"
Lisa tahu jika Mario membantu perusahaan ayahnya, tapi Lisa tidak tahu jika Mario juga tidak berkompeten dalam pekerjaan.
Yang Lisa tahu, Mario anak satu-satunya pemilik perusahaan besar itu, jadi sebagai anak Mario pasti bebas melakukan apapun.
"Aku tidak yakin Lisa, karena aku-" Suara Mario tercekat, tapi pada kenyataanya dirinya memang bukan siapa-siapa.
"Kenapa tidak yakin, Tuan Haikal tidak bisa memberlakukan anaknya seperti itu, kamu dan Aura tentu saja kamu yang memiliki posisi penting!" Lisa bicara dengan menggebu-gebu,
"Aku gak rela jika wanita munafik itu mendapatkan lebih banyak dari apa yang kamu dapatkan," Katanya dengan nada sinis.
"Lisa, aku rasa semua tidak akan bisa karena aku hanya orang luar yang kebetulan mendapat kebaikan dari Papa Haikal."
Lisa tampak menyipitkan matanya mendengar ucapan Mario.
"Apa maksud mu?" Tanyanya dengan bingung dan menuntut jawaban.
Mario mengembuskan napas kasar, meraup wajahnya dengan frustasi.
"Aku hanya anak angkat!"
Deg