Kayla lahir dari pernikahan tanpa cinta, hanya karena permintaan sahabat ibunya. Sejak kecil, ia diperlakukan seperti beban oleh sang ayah yang membenci ibunya. Setelah ibunya meninggal karena sakit tanpa bantuan, Kayla diusir dan hidup sebatang kara. Meski hidupnya penuh luka, Kayla tumbuh menjadi gadis kuat, pintar, dan sopan. Berkat beasiswa, ia menjadi dokter anak. Dalam pekerjaannya, takdir mempertemukannya kembali dengan sang ayah yang kini menjadi pasien kritis. Kayla menolongnya… tanpa mengungkap siapa dirinya. Seiring waktu, ia terlibat lebih jauh dalam dunia kekuasaan setelah diminta menjadi dokter pribadi seorang pria misterius, Liam pengusaha dingin yang pernah ia selamatkan. Di tengah dunia yang baru, Kayla terus menjaga prinsip dan ketulusan, ditemani tiga sahabatnya yang setia. Namun masa lalu mulai mengintai kembali, dan cinta tumbuh dari tempat yang tak terduga…
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 Penyesalan yang Tak Diundang
Hari Minggu, jam 9 pagi
Arman duduk di dalam mobil hitam, parkir agak jauh dari rumah sakit tempat Kayla bekerja. Ia memakai kacamata hitam, topi abu-abu, dan masker. Ia tidak sedang menyamar dari orang luar, tapi dari rasa malu yang mulai menjerat.
Dari kejauhan, ia melihat Kayla keluar dari pintu rumah sakit. Jas putihnya mengembang tertiup angin pagi. Di tangannya ada map dan buku catatan pasien. Ia tidak melihat ke sekeliling, hanya melangkah tegap, fokus.
Arman mencengkeram setir.
“Anak itu… dulu kupaksa pergi dengan hanya tas kecil dan air mata. Dan sekarang… dia bisa berjalan seperti tak pernah hancur.”
Seorang pria tua pemungut sampah melintas di dekat mobilnya dan melirik.
“Maaf Pak, cari siapa?”
“Tidak. Saya cuma… lewat.” Arman menunduk dan menyalakan mesin.
Beberapa hari kemudian, di kantornya
Arman membuka laptop. Ia menyewa jasa penyelidik pribadi.
Di layar muncul foto-foto Kayla di berbagai acara medis, seminar, bahkan beberapa foto saat ia tertawa kecil bersama anak-anak pasiennya.
dr. Kayla Putri Anindya tinggal di sebuah perumahan sederhana di kawasan barat. Tidak tercatat memiliki keluarga dekat. Memiliki tiga sahabat dekat, semuanya dokter di bidang berbeda.
Riwayat pendidikan bersih. Aktivitas sosial cukup tinggi. Tidak pernah tersandung masalah hukum atau etik. Pengakuan sebagai dokter muda berintegritas tinggi.
Arman menahan napas. Di pojok layar, ada foto kecil Kayla tersenyum ke arah kamera saat memeluk seorang anak pasien kanker.
“Kenapa aku baru bisa lihat itu sekarang…” bisiknya lirih.
Malam harinya, di rumah
Ratna curiga karena Arman makin sering keluar malam dan duduk di taman dengan ponsel.
“Kamu itu kenapa sih, Mas? Makin ke sini makin aneh.”
“Bisnis.”
“Bisnis nggak pernah bikin kamu buka-buka foto orang pakai kaca mata tua begitu.”
Arman mendengus pelan. “Aku cuma… lagi berpikir. Tentang masa lalu.”
Ratna bangkit. “Kalau itu yang kamu pikirin, kenapa kamu buang dulu?”
Arman hanya diam. Tapi dalam hatinya, pertanyaan itu bergaung lebih nyaring dari jeritan apa pun.
Hari Jumat siang
Darma nekat mendekati rumah Kayla.
Ia berdiri agak jauh, hanya mengintip dari balik pagar rumah tetangga.
Tiba-tiba, pintu rumah Kayla terbuka.
Tiga sahabat Kayla keluar sambil tertawa, lalu menyusul Kayla sendiri.
Ia mengenakan blouse longgar dan celana jeans. Wajahnya tidak lelah, tapi tenang. Senyumnya… sama seperti ibunya.
Arman langsung mundur dua langkah.
Wajah itu wajah yang ia abaikan, yang dulu ia tinggalkan tanpa pamit, kini tumbuh dengan kekuatan yang membuatnya merasa kecil.
“Haruskah aku datang… dan bilang maaf? Atau hanya menonton dari balik pagar selamanya?”
Tiba-tiba suara motor menderu.
Seseorang hampir menabrak Kayla dari arah gang kecil. Darma spontan bergerak.
“AWAS!”
Tapi saat itu, salah satu sahabat Kayla—Cika—menarik Kayla cepat ke belakang.
Motor melintas. Tidak terjadi apa-apa.
Namun Kayla sempat menoleh ke arah Darma yang berdiri di seberang jalan.
Mereka bertatapan.
Kayla mengerutkan dahi.
Arman langsung menunduk dan berbalik, berjalan cepat.
Di dalam mobilnya
Arman menepuk dadanya.
“Nggak… dia gak bisa tahu dulu. Aku belum siap.”
Ia menggenggam setir erat.
“Belum sekarang. Tapi… aku akan bicara padamu, Kayla. Sekalipun kamu menolakku, aku ingin kamu tahu…
aku adalah ayahmu. Ayah yang dulu gagal jadi manusia.”
...----------------...
Senin malam, IGD Rumah Sakit Pusat
Kayla sedang bersiap pulang setelah mengisi laporan pasien-pasien anak kanker yang ia rawat hari itu. Lengan kirinya pegal, wajahnya lesu, tapi ia tetap tersenyum saat berpamitan pada perawat jaga.
Namun, suara dari pengeras suara menghentikan langkahnya.
“Kepada seluruh tenaga medis yang masih berada di gedung utama, telah terjadi kecelakaan beruntun di flyover selatan. Mohon bantuan segera ke IGD untuk penanganan prioritas!”
Kayla menoleh. Perawat jaga menatapnya penuh harap.
“Dok, kami kekurangan dokter trauma. Dua sudah dikirim ke tempat kejadian.”
Kayla sempat ragu. Ia bukan dokter trauma, tapi ia dilatih untuk kondisi darurat, dan pernah membantu menangani puluhan pasien bencana saat pendidikan.
Dengan cepat ia melepas jas luarnya, mengencangkan sarung tangan medis, dan berkata tegas,
“Siapkan perlengkapan. Aku ikut bantu.”
Beberapa menit kemudian, di IGD
Jeritan, darah, bau alkohol dan antiseptik bercampur jadi satu. Brankar datang beriringan, satu per satu. Kayla langsung terlibat.
“Luka di dada, tusuk tajam, tekanan drop bantu saya dengan oksigen 5 liter!”
“Yang ini: sobek di pelipis, tapi stabil bawa ke observasi!”
Kayla bergerak cepat seperti biasa. Tangannya cekatan, matanya awas. Hingga satu brankar datang dengan kode merah.
“Pasien laki-laki, 50-an. Cedera dada akibat benturan kemudi, pendarahan dalam dicurigai, tekanan menurun!”
Kayla langsung mendekat.
“Panggil dokter jaga utama trauma!”
Tapi suster menjawab, “Dokter utama masih di jalan! Tolong bantu dulu, dok!”
Kayla menarik napas. Lalu membuka kain penutup wajah pasien itu.
Darahnya berhenti mengalir.
Tangannya gemetar.
Di depan matanya—yang terbaring dengan wajah pucat, penuh darah, dan dada naik turun tak stabil—adalah Arman Wijaya.
Ayah kandungnya.
Perawat menoleh ke arahnya. “Dok, kita tunggu perintah!”
Kayla menahan napas. Waktu seolah berhenti. Dunia seperti memutar ulang semua yang pernah ia alami:
suara makian, wajah dingin yang tak mau melihatnya saat lahir,
tangan yang mengusirnya setelah ibunya dimakamkan.
Darah orang itu…
adalah darah yang dulu tak mengakui keberadaannya.
Dan kini, darah itu memanggilnya untuk diselamatkan.
Kayla menutup wajahnya sebentar. Tapi hanya satu detik.
Lalu ia menghadap semua yang ada. Dengan suara tegas, jernih, dan tenang.
“Siapkan USG portabel. Aku curiga ruptur limpa atau perforasi paru.
Vena jalur dua. Persiapkan transfusi segera.
Aku butuh waktu maksimal 5 menit untuk stabilisasi. Jangan tanya. Jalan.”
Perawat langsung bergerak.
Dalam hatinya, Kayla bicara sendiri.
“Aku bukan anak yang kau inginkan. Tapi aku dokter. Dan ini tugasku.
Jadi jangan harap aku akan membalas apa pun... dengan kebencian.”
Beberapa menit kemudian
Pasien berhasil distabilkan untuk dibawa ke ruang bedah.
Dokter utama trauma tiba dan mengambil alih. Kayla melepas sarung tangannya, tangan gemetar, lalu duduk di kursi plastik pinggir IGD.
“Dok Kayla?” suster memanggil. “Kamu nggak apa-apa?”
Kayla mengangguk pelan.
“Hanya... pusing sedikit. Aku mau duduk sebentar.”
Beberapa jam setelah operasi,
Salah satu dokter senior memanggilnya.
“dr. Kayla. Pasien yang kamu tangani... sekarang sadar.”
Kayla menoleh. “Baik, dok.”
“Namanya arman Wijaya. Tadi sempat tanya siapa yang bantu stabilisasi awal.”
Kayla menunduk. “Bilang saja… dokter jaga malam. Jangan sebut namaku.”
Di depan ruang ICU, Kayla berdiri sebentar.
Ia memandang ke arah kaca jendela kecil yang memperlihatkan Arman tidur dengan selang infus dan monitor di sekelilingnya.
“Aku bisa mengenalmu…
Tapi kamu bahkan tak tahu siapa yang menyelamatkanmu malam ini.” Ia lalu berbalik dan pergi—tanpa jejak. Seperti dulu ia diusir... tanpa alasan.
Bersambung
mantap 👍
kl orng lain,mngkn g bkln skuat kayla....
ank kcil,brthan hdp s luarn sna pdhl dia msh pnya sseorng yg nmanya ayah.....
😭😭😭
mudah dipahami
mna pas lg,jdinya ga ara th jd nyamuk....😁😁😁.....
Liam niat bgt y mau pdkt,smp kayla prgi kmna pun d ikutin....blngnya sih kbetulan.....tp ha pa2 lh,nmanya jg usaha....smngtttt....
trnyta ank yg d buang,skrng mlah jd kbnggaan orng lain....slain pntr,kayla jg tlus....skrng dia pnya kluarga yg syng dn pduli sm dia....