NovelToon NovelToon
Manisnya Dosa Janda Penggoda: Terjerat Paman Direktur

Manisnya Dosa Janda Penggoda: Terjerat Paman Direktur

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Janda / Konflik etika / Cinta Terlarang / Percintaan Konglomerat / Romansa
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: Bangjoe

Mampukah janda muda menahan diri saat godaan datang dari pria yang paling tabu? Setelah kepergian suaminya, Ayana (26) berjuang membesarkan anaknya sendirian. Takdir membawanya bekerja di perusahaan milik keluarga suaminya. Di sana, pesona Arfan (38), paman direktur yang berkarisma, mulai menggoyahkan hatinya. Arfan, duda mapan dengan masa lalu kelam, melihat Ayana bukan hanya sebagai menantu mendiang kakaknya, melainkan wanita memikat yang membangkitkan gairah terpendam. Di antara tatapan curiga dan bisikan sumbang keluarga, mereka terjerat dalam tarik-ulur cinta terlarang. Bagaimana Ayana akan memilih antara kesetiaan pada masa lalu dan gairah yang tak terbendung, di tengah tuntutan etika yang menguji batas?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bangjoe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 18: Panggilan Darurat

Jantung Ayana berdegup kencang, menggema di telinganya. Tangannya gemetar saat ia meraih amplop krem di meja. Stempel perusahaan di sudut atas tampak sangat resmi, huruf-huruf emasnya seperti mengejeknya dalam kegelapan. Ia menarik napas dalam, mencoba menenangkan diri, namun rasanya paru-parunya enggan bekerja sama.

Dengan jari-jari kaku, Ayana merobek segel amplop itu. Suara kertas yang sobek terdengar seperti tembakan di kesunyian ruangan. Ia menarik keluar selembar kertas tebal, disusul beberapa lembar lain yang terselip rapi di dalamnya.

Matanya menyapu deretan kata-kata formal. Sebuah surat resmi dari Dewan Direksi PT. Aditya Graha. Nama Arfan tercetak jelas sebagai salah satu anggota dewan. Di bawahnya, sebuah kalimat mencolok membuat napas Ayana tercekat.

*"Dengan ini kami mengundang Saudari Ayana Pramesti untuk hadir dalam Rapat Khusus Dewan Direksi pada hari Jumat, tanggal 15 bulan ini, pukul 10.00 pagi, di ruang rapat utama. Agenda rapat akan membahas mengenai integritas dan reputasi perusahaan, serta beberapa isu internal yang melibatkan Saudari secara langsung."*

Ayana membaca ulang kalimat itu. Integritas dan reputasi perusahaan? Isu internal yang melibatkan dirinya secara langsung? Semua kata itu terasa seperti palu godam yang menghantam kepalanya berkali-kali. Ini bukan sekadar teguran lisan. Ini adalah pemanggilan resmi, sebuah ultimatum.

Di balik surat pemanggilan itu, ada beberapa lembar foto. Ayana membalikkan tangannya, dan dunianya runtuh. Foto-foto itu… Itu dirinya dan Arfan. Ada foto saat mereka makan malam di restoran, Arfan menggenggam tangannya di bawah meja. Ada foto saat Arfan mengantarnya pulang, lengan Arfan melingkar di pinggangnya, wajah mereka sangat dekat, hampir berciuman. Dan yang paling parah, sebuah foto buram namun jelas menunjukkan mereka berdua keluar dari apartemen Arfan, dini hari, dengan pakaian kusut.

Ayana menjatuhkan foto-foto itu, tangannya gemetar hebat. Darah berdesir di telinganya. Bagaimana? Sejak kapan? Siapa yang mengambil foto-foto ini? Vina. Hanya Vina yang punya motif sekuat ini. Ia sudah memperingatkannya.

"Tidak… ini tidak mungkin…" bisiknya, suaranya nyaris tak terdengar. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. "Ini jebakan…"

Kepalanya terasa pusing. Ia harus menghubungi Arfan. Cepat. Ia meraih ponselnya, mencari nama Arfan di daftar kontak. Jari-jarinya gemetar, hampir salah menekan. Begitu sambungan terhubung, ia nyaris tak sabar menunggu.

"Arfan!" Ayana langsung menyambar begitu suara berat Arfan terdengar. Suaranya serak, penuh kepanikan. "Kamu harus melihat ini!"

"Ayana? Ada apa? Suaramu… Kamu kenapa?" Arfan terdengar khawatir.

"Amplop! Dari dewan direksi! Dan… dan foto-foto kita!" Ayana hampir menangis. "Semuanya… Mereka tahu. Vina… Vina yang melakukannya!"

Ada keheningan sesaat di ujung telepon. Lalu, Arfan menarik napas panjang. "Tenang, Sayang. Tarik napas. Aku akan ke sana sekarang. Jangan panik. Jangan lakukan apa pun sampai aku tiba." Suara Arfan mencoba menenangkan, namun Ayana bisa mendengar nada tegang yang tak biasa dalam suaranya.

"Tapi… rapat khusus… hari Jumat…" Ayana mencicit, matanya kembali tertuju pada surat pemanggilan. "Mereka akan membahas integritas perusahaan. Ini buruk sekali, Arfan."

"Aku tahu. Aku akan segera ke rumahmu. Sepuluh menit." Arfan memutuskan sambungan.

Ayana terduduk di sofa, foto-foto itu berserakan di karpet di depannya, tampak seperti bukti kejahatan yang tak terbantahkan. Ia memeluk lututnya, berusaha menahan tangis yang mendesak keluar. Bayangan putranya melintas di benaknya. Apa yang akan terjadi pada mereka sekarang? Reputasinya, pekerjaannya, masa depan anaknya… semuanya terancam.

Sepuluh menit terasa seperti seabad. Ketika bel pintu berbunyi, Ayana melonjak kaget. Ia bergegas membukanya. Arfan berdiri di sana, rahangnya mengeras, matanya memancarkan ketegangan yang sama dengan yang ia rasakan.

Tanpa kata, Arfan masuk, tatapannya langsung tertuju pada foto-foto yang berceceran di lantai. Ia membungkuk, mengambilnya satu per satu, menelitinya dengan ekspresi serius. Wajahnya semakin mengeras setiap kali ia melihat detail dalam foto-foto itu.

"Sial," desisnya pelan. "Vina memang tidak main-main. Aku seharusnya tahu dia akan menggunakan cara ini."

"Lalu kita harus bagaimana, Arfan?" Ayana bertanya, suaranya nyaris berbisik. "Mereka memanggilku ke rapat direksi. Mereka punya ini semua. Mereka akan menghancurkan kita."

Arfan menatap Ayana, matanya yang biasanya hangat kini dipenuhi api. "Kita tidak akan membiarkan itu terjadi, Ayana. Kita akan menghadapinya. Bersama-sama."

Ia mendekati Ayana, menariknya ke dalam pelukan erat. Kehangatan tubuh Arfan sedikit meredakan gemuruh di dada Ayana, namun ketakutan itu masih mencengkeram kuat. Ia bisa merasakan detak jantung Arfan yang cepat. Ia juga takut.

"Apa yang akan mereka lakukan?" Ayana bertanya, wajahnya tersembunyi di dada Arfan. "Apakah aku akan dipecat? Bagaimana dengan Axel?"

Arfan membelai rambut Ayana. "Kita akan mencari tahu. Aku tidak akan membiarkan mereka menyentuhmu atau Axel. Aku bersumpah. Tapi kita harus menyiapkan diri. Ini bukan sekadar tuduhan pribadi, Ayana. Ini sudah masuk ranah perusahaan, ranah hukum. Ini adalah perang."

Ayana mendongak, menatap Arfan. Mata pria itu serius, penuh tekad, namun ia juga melihat bayangan keputusasaan di sana. Sebuah perang. Kata itu membuat perutnya mual. Mereka berdua melawan seluruh keluarga besar Aditya Graha, keluarga yang punya kekuasaan dan pengaruh tanpa batas.

"Aku harus menghubungi pengacara," kata Arfan, melepaskan pelukannya. Ia mulai mondar-mandir, ponsel di tangannya. "Kita tidak bisa datang ke rapat itu tanpa persiapan. Mereka pasti sudah menyiapkan segalanya."

"Pengacara?" Ayana terkesiap. "Sejauh itu?"

"Ya, sejauh itu." Arfan berhenti, menatapnya. "Vina, bersama ibuku, kemungkinan besar ingin mengeluarkanmu dari perusahaan. Mungkin juga dari hak waris Axel, bahkan dari kehidupan Axel. Kita harus siap untuk yang terburuk."

Kalimat terakhir itu seperti menusuk jantung Ayana. Mengeluarkan dirinya dari kehidupan Axel? Itu adalah ancaman paling mengerikan yang pernah ia dengar. Tidak, itu tidak boleh terjadi.

"Aku tidak akan membiarkan mereka melakukannya," ucap Ayana tegas, seolah sedang meyakinkan dirinya sendiri. Kekuatan baru entah dari mana mengisi dirinya, mengalahkan rasa takut. "Aku akan berjuang untuk Axel."

Arfan mengangguk, sorot matanya melembut melihat tekad Ayana. "Bagus. Kita akan berjuang bersama. Aku akan berdiri di sisimu, apa pun yang terjadi."

Arfan mengambil ponselnya, mulai mendial nomor seseorang. "Kita butuh nasihat hukum segera. Dan kita butuh strategi. Mereka mungkin sudah memblokir semua aksesmu. Aku akan mengecek statusmu di perusahaan sekarang."

Sambil Arfan sibuk berbicara di telepon, Ayana meraih surat pemanggilan itu lagi. Tangannya tidak lagi gemetar, namun otaknya bekerja keras. Bagaimana mereka bisa lolos dari badai ini? Siapa lagi yang terlibat? Apakah ini hanya Vina dan mertuanya, atau ada pihak lain yang ikut bermain?

Tidak lama kemudian, Arfan menutup teleponnya. Wajahnya tegang. "Dugaan saya benar," katanya, suaranya berat. "Aksesmu ke sistem internal perusahaan sudah dibekukan. Email perusahaanmu tidak bisa diakses. Dan… gajimu untuk bulan ini belum ditransfer. Ini adalah upaya untuk menekanmu secara finansial, Ayana."

Ayana merasakan sebuah pukulan telak lagi. Gajinya. Itu adalah satu-satunya sumber penghasilan tetapnya. Bagaimana ia akan membayar kebutuhan Axel, membayar cicilan rumah? Matanya memanas lagi, namun ia menahannya. Ini bukan saatnya untuk menangis.

"Ini benar-benar kejam," bisiknya, mengepalkan tangan. "Mereka ingin aku menyerah."

"Mereka ingin kau terpojok, merasa tak berdaya," Arfan membenarkan. "Tapi kita tidak akan memberi mereka kepuasan itu. Sekarang dengar, kita harus berpikir jernih. Aku akan menghubungi pengacaraku, Risa. Dia sangat kompeten. Sementara itu, kita harus memikirkan setiap detail, setiap percakapan, setiap hal kecil yang bisa mereka gunakan untuk menyerangmu."

"Dan bagaimana denganmu?" Ayana menatapnya. "Kamu juga akan menghadapi konsekuensinya, kan? Ini bisa merusak reputasimu di dewan direksi, bahkan karirmu."

Arfan tersenyum tipis, namun matanya tidak tersenyum. "Aku tahu risikonya, Ayana. Dan aku memilih untuk menghadapinya bersamamu. Jangan khawatirkan aku. Kekhawatiran kita sekarang adalah bagaimana melindungimu dan Axel."

Arfan menariknya lagi, kali ini untuk sebuah ciuman yang dalam dan penuh gairah, seolah ingin menyalurkan semua kekuatan dan tekadnya pada Ayana. Ciuman itu adalah janji, adalah sumpah bahwa ia tidak akan menyerah. Ayana membalasnya dengan segenap perasaannya, menggenggam erat kemeja Arfan. Di tengah badai yang melanda, ciuman itu adalah satu-satunya pelabuhan.

Tiba-tiba, ponsel Arfan berdering. Sebuah nomor tak dikenal. Arfan mengerutkan kening, lalu mengangkatnya. Suara di seberang sana terdengar samar, namun Ayana bisa melihat ekspresi Arfan berubah drastis. Wajahnya memucat, matanya membelalak kaget. Ia bergeming, tak mengucapkan sepatah kata pun.

"Apa?" Arfan akhirnya bersuara, nadanya penuh ketidakpercayaan dan kemarahan yang tertahan. "Itu tidak mungkin… Sejak kapan?"

Arfan menutup teleponnya, tangannya masih gemetar. Ia menatap Ayana, pandangan matanya kosong, seolah baru saja melihat hantu. Sebuah rahasia, sebuah fakta mengerikan, baru saja terbongkar, dan Ayana tahu, itu akan mengubah segalanya. Badai yang Vina janjikan, ternyata jauh lebih kompleks dan mematikan dari yang Ayana bayangkan. Ini baru permulaan.

"Arfan, ada apa?" tanya Ayana, jantungnya mencelos.

Arfan hanya menggelengkan kepala, lalu berbisik, suaranya nyaris tak terdengar, "Pernikahanmu… dengan Aditya…"

Ayana menatapnya bingung. "Ada apa dengan pernikahanku?"

Arfan mendongak, matanya menatap Ayana dengan ekspresi campuran antara terkejut, marah, dan sedih. "Aditya… Dia sudah menikah. Sebelum denganmu. Di luar negeri. Dan… sepertinya, pernikahan itu belum dibatalkan secara resmi."

Kepala Ayana terasa dihantam palu besar. Kata-kata itu berputar-putar di benaknya. Aditya sudah menikah? Itu berarti… Itu berarti pernikahan Ayana dengan Aditya tidak sah? Dan Axel… putranya… Ia memandang Arfan, tidak percaya pada apa yang baru saja ia dengar, pada krisis yang kini bukan lagi hanya mengenai reputasi atau pekerjaan, melainkan fondasi seluruh hidupnya.

"Tidak…" bisiknya, seolah sebuah kekuatan besar baru saja merenggut napas dari tubuhnya. "Itu tidak mungkin…"

Arfan hanya menatapnya, ekspresi tak berdaya terpancar jelas di wajahnya, mengkonfirmasi ketakutan terbesar Ayana.

Ini bukan lagi sekadar badai. Ini adalah tsunami. Dan ia merasa akan tenggelam. Tak ada lagi pijakan. Sama sekali tidak ada.

1
zaire biscaya dite
Gw trs trg bingung dgn jln ceritanya novel ini, selain berganti2 nama para tokoh yg ada, jg perbedaan rahasia yg diungkapkan oleh Arfan kpd Ayana
Benar2 membingungkan & bikin gw jd malas utk membaca novel ini lg
panjul man09
bosan
panjul man09
sudah janda koq ,bisa memilih jalan hidup , siapa vina , bisa bisanya mengatur hidup orang .
panjul man09
siapa nama anak ayana , maya , kirana atau raka ?
zaire biscaya dite
Tolong perhatikan dgn benar ttg nama tokoh dlm novel ini, spt nama anak yg selalu berganti2 nama, Arsy, Maya, Raka, Alisha
Jgn membingungkan pembaca yg berminat utk membaca novel ini
panjul man09
mereka boleh menikah, karna mereka bukan mahrom
panjul man09
lanjuut
zaire biscaya dite
Betul, tlg diperhatikan dgn baik nama yg ada di dlm novel ini. Nama suami itu Adnan atau Daniel, nama anaknya itu Arsy, Maya, Kirana atau Raja ? Jgn smpe ceritanya bagus, tp malah bikin binging yg baca krn ketdkkonsistenan penyebutan nama tokoh di dlmnya, y
Bang joe: terimakasih atas masukannya kak 🙏
total 1 replies
Greenindya
yg bnr yg mana ya kok nama anaknya gonta ganti Kirana maya raka
Bang joe: mohon maaf atas kekeliruannya kak
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!