Seharusnya, dengan seorang Kakak Kaisar sebagai pendukung dan empat suami yang melayani, Chunhua menjadi pemenang dalam hidup. Namun, kenyataannya berbanding terbalik.
Tubuh barunya ini telah dirusak oleh racun sejak bertahun-tahun lalu dan telah ditakdirkan mati di bawah pedang salah satu suaminya, An Changyi.
Mati lagi?
Tidak, terima kasih!
Dia sudah pernah mati dua kali dan tidak ingin mati lagi!
Tapi, oh!
Kenapa An Changyi ini memiliki penampilan yang sama dengan orang yang membunuhnya di kehidupan lalu?!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon miaomiao26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Tubuh yang sehat, kehamilan lancar
Chunhua memijat pelipisnya pelan. Kepala yang semula ringan tiba-tiba terasa berat. Entah karena uap obat atau karena si pembuat onar.
Ia menghela napas panjang. "Apakah dia tidak bisa diam satu hari saja tanpa menimbulkan masalah," gumamnya pelan, antara kesal dan pasrah.
An Changyi yang masih duduk, menatap Chunhua dengan sorot mata yang sulit diartikan. "Kalau begitu," katanya tenang tapi nadanya menusuk, "sebaiknya Yang Mulia segera kembali. Jangan sampai selirmu terlalu khawatir hingga membahayakan bayinya."
Kata "bayi" itu diucapkan dengan tekanan yang sengaja dibuat jelas.
"Omong kosong!" sentak Chunhua, berdiri dengan gerakan cepat hingga kursi bergeser.
Raut terkejut berubah dalam sekejap, ia tersenyum, sudut bibirnya terangkat nakal. "Yi’er, lihat dirimu sekarang. Apakah kamu cemburu?" Suaranya berubah manja, penuh godaan. "Meski Putri ini tahu pria tidak bisa hamil, tapi kalau Yi’er mau... Putri ini bersedia bekerja sama."
Raut wajah An Changyi berubah-ubah — antara cemburu, marah, dan malu. Ia mendengus keras. “Enyah!”
“Baik-baik,” balas Chunhua ringan, langkahnya berayun santai. “Putri ini akan pergi. Pastikan kamu minum obat tepat waktu dan merawat tubuhmu.”
Sebelum An Changyi sempat menjawab, Chunhua sudah mendekat dan menunduk. Bibirnya menyentuh kening pria itu sekelebat.
“Tubuh yang sehat,” katanya sambil tersenyum seperti rubah, “memungkinkan kehamilan yang lancar.”
Setelah itu, Chunhua pergi dengan langkah cepat, seolah kakinya diolesi minyak.
An Changyi menatap punggungnya menghilang di ambang pintu. Ujung jarinya bergetar, kemudian tangannya mencengkeram cangkir di meja hingga bergetar halus. "Sangat bagus!" katanya, geram. "Kenapa di manapun kamu selalu menarik serangga menyebalkan!"
"Wu Chen!" panggilnya, agak keras.
Wu Chen yang melihat kepergian Chunhua dan Su Yin tersentak, dia buru-buru menghampiri An Changyi. "Tuan Muda kedua, apa yang kamu butuhkan?"
An Changyi masih menggenggam erat cangkir porselen, seolah ingin meremukkannya. "Katakan," katanya, "bukankah Putri Agung baru membubarkan haremnya?"
Dan cangkir di tangannya benar-benar remuk.
Wu Chen bergidik, dia mengecilkan lehernya seperti burung ketakutan. "Mungkin Yang Mulia berbelas kasih karena Tuan Jing ini... hamil?"
Itu benar-benar bukan salahnya karena mendengar percakapan dengan Putri Agung, dia hanya memiliki pendengaran yang baik.
"Omong kosong!" sanggah An Changyi. Dia melihat Wu Chen seperti melihat makhluk asing. "Katakan, bisakah pria hamil? Bisakah kamu?"
"Apakah saya perlu menyelidiki tentang Tuan Jing ini?" tanyanya, ragu-ragu.
An Changyi tidak menjawab, hanya menatap Wu Chen dan melepaskan genggamannya. Membuat pecahan porselen jatuh diatas meja dengan bunyi nyaring.
"Saya akan cari tahu sekarang!" putusnya, membayangkan pecahan itu berubah menjadi dirinya. "Kenapa sejak bangun Tuan Muda kedua jadi semakin menakutkan?" gumamnya.
Sementara itu, di sisi Chunhua, dia baru saja meninggalkan gerbang rumah An dan memasuki kereta. Matanya melirik pria berpakaian ungu yang duduk santai di dalam dengan senyum kemenangan.
Chunhua mengabaikannya. Dia sedikit membuka tirai kereta, melihat Nyonya An masih berdiri di gerbang dan mengangguk kecil.
Setelah mendapat balasan anggukan hormat, dia menurunkan tirai dan memerintahkan kereta dijalankan.
Kereta berjalan stabil, hampir tidak ada guncangan berarti. Aroma dupa mahal bercampur harumnya teh membuat tubuhnya rileks.
Chunhua bersandar malas, melihat Jing Zimo yang katanya pusing dan mual sedang menuang secangkir teh.
"Yang Mulia terlihat lesu, apakah seseorang baru mengacaukan hal-hal baikmu?" tanyanya sembari menyerahkan secangkir teh.
Chunhua menerima cangkir itu dalam diam, pura-pura tidak mendengar pertanyaan Jing Zimo.
Dia mengambil satu tegukan, kemudian meletakkan cangkir itu ke atas meja kecil. "Katakan ada hal penting apa?" tanyanya tanpa berbasa-basi.
Jing Zimo mengangkat cangkirnya sendiri, seperti undangan bersulang. "Selamat Yang Mulia, taktik dukungan kosong untuk Menteri Su gagal!" katanya.
Semangat selalu!👏🙌