"Mulai malam ini kamu milikku, aku suka 45imu yang manis itu." ujar Kael sambil tersenyum miring.
"Hey kamu bilang anakmu tapi ini apa? Kau berbohong padaku om jelek!" jawab Vanya dengan raut wajah kesalnya.
"Sssttt! diam dan jangan banyak bicara, elus kepalaku!" titah Kael mengusap lembut pipi gemoy Vanya.
>>Mau tau kelanjutannya? simak terus dan jangan skip bab, karna di setiap bab ada kejutannya💥
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lirien, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Will You Marry Me?!
"Gak akan mati, aku mati kamu pun harus ikut mati. Aku posesif aku cemburuan jadi kita harus kemana-mana bareng," ujar Kael sambil terkekeh pelan.
Entahlah Vanya selalu kalah telak kalau bicara sama Kael, ada aja jawaban yang pas dari Kael untuk mendiamkan dirinya.
"Diem Van!" ujar Vanya.
"Kamu yang brisik, gak boleh teriak teriak. Yang jelas kamu milikku jangan pernah berani kabur dariku. Memang bagusnya kamu hamil anakku dulu," ujar Kael sambil tersenyum miring.
"Enggak mau hikss hikss oke, kita hidup bersama. Tapi jangan unboxing. Aku gak mau Huaa lepas. Awas minggir aku pengap aku gak bisa bernafas," jawab Vanya yang menyerah.
Sungguh Kael memang berbahaya, kalau gak hati-hati bisa dirinya yang rugi malahan.
"Bisa enggak sekali aja nurut, jangan banyak tingkah. Sudah cukup sekarang lepas semua baju kamu. Nanti kamu sakit bajunya basah semua," ujar Kael dengan nada tak ingin dibantahnya.
"Hey, ya gak bisa lah, kan aku gak punya baju ganti, kamu pikir aku mau gitu gak pake apa-apa di depan kamu. Enakkan kamu dong," tolak Vanya dengan nada tegasnya.
"Kamu sendiri yang lepas atau aku, hmm?" sahut Kael sambil menggulingkan tubuhnya ke arah samping.
Kasian juga Vanya kalau harus menopang tubuh Kael yang besar dan kekar itu.
Vanya akhirnya bernafas lega, sungguh ia tak tau harus apa sekarang. "Jangan aneh-aneh kamu ya. Aku gak papa," jawab Vanya namun dengan bibir yang sudah bergetar.
Dengan cepat Kael langsung menggendong Vanya ke kamar mandi, tak pikir panjang ia langsung merobek pakaian yang dikenakan Vanya. Ia menghidupkan air shower.
"AARGHH Kael GILA TUTUP MATA LO BRENGSEK.....!!" teriak Vanya dengan kerasnya. Ia duduk jongkok agar asetnya terlindungi gak terlihat sama Kael. Bukannya marah, tentu saja Kael langsung terkekeh pelan.
"Aku gak lihat, cuma natap aja. Pegang dikit boleh gak sih yang pink-pink itu tadi, pengen gigit rasanya," ujar Kael sambil menggigit bibir bawahnya.
"DASAR GILA COWOK TUA GAK ADA OTAK. KELUAR Kael...!" teriak Vanya sekali lagi.
Sungguh harga dirinya sungguh tak ada sekarang, ya gimana enggak Kael ini sudah kehilangan akal. Berani-beraninya dia lucuti pakaian anak gadis orang.
"Maaf, iya ini aku keluar, cepet mandinya jangan lama, aku cariin baju," ujar Kael sambil keluar dari kamar mandi.
Namun sebelum itu ia kembali dan jongkok, ia langsung menarik wajah Vanya, ia mencium bibirnya dengan agresif.
Tentu saja satu tangan Vanya ia gunakan untuk menepuk keras dada bidang Kael, "emhh lep-lepass shhh ahhh..." desis Vanya. Dengan jahilnya satu tangan Kael langsung meremas squisy kembar Vanya dan langsung lari secepat kilat dari sana.
"KAEL GAK ADA OTAK, HUAAA AKU UDAH GAK SUCI LAGI, PAPA TOLONG VANYA HIKSS HIKSS SURUH KAEL TANGGUNGJAWAB.....!!" teriak Vanya dengan suara kerasnya.
Vanya langsung berdiri ia menatap dirinya di cermin, masih cantik sih tapi gak like banget karena tadi Kael udah lihat seluruh badannya bahkan berani meremas salah satu asetnya.
Sedangkan Kael, ia masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya tadi, sungguh aset milik Vanya benar-benar besar, padat, sungguh ini asli bukan implan.
"42 heh...?" ujar Kael sambil mengigit bibir bawahnya sendiri.
Sungguh ia bisa gila kalau sampai Vanya jadi milik lelaki lain, yang jelas apapun caranya ia akan membuat Vanya jadi miliknya seutuhnya.
"Kamu milikku sayang, siap punyaku jadi bangun kan. Aaarghh kamu memang nakal Vanya," ujar Kael sambil menatap ke arah bawah.
Kini dua kepalanya langsung ngilu berjamaah. Tak disangka akan ada kejadian seperti ini. Yang jelas ia tak akan memarahi Vanya lagi kerja kabur darinya.
"Atasnya aja pink, gimana kalau bawahnya. Ouh gila...gue bener-bener gila kalau sekarang. VANYA SAYANG KELUAR AKU GILA VAN..." teriak Kael sambil menatap ke arah pintu kamar mandi.
Vanya yang masih di dalam kamar mandi pun langsung kaget saat Kael berteriak seperti itu, "YA LO EMANG GILA...!" jawab Vanya dengan teriakan kerasnya juga.
15 menit berlalu, "Keluar sayang, kamu mau mati kedinginan hmm?" ujar Kael sambil bersandar di samping pintu kamar mandi.
CEKLEK!
Vanya pun keluar dengan bathrobe. "Mana baju aku."
"Baju? Gak ada, aku aja pakai celana dalam doang. Bahu aku juga basah, lihat," jawab Kael.
Kedua mata Vanya langsung terbuka lebar, sungguh ia syok, ia melihat sesuatu yang mengagetkan di dalam celana Kael.
"HUAAA PAPA TOLONG ANAKMU INI....!" jerit Vanya sambil lari naik ke atas ranjang, ia langsung menggulung tubuhnya dengan selimut tebal itu.
"Mati lo Van, lo bakalan mati kalau sampai itu masukin lo. Huaaa hidup gue gak akan lama lagi setelah ini," ujar Vanya di dalam hatinya.
"Kenapa hey? Kamu takut? Kenalan dulu yuk biar dia juga jinak sama kamu. Ayo kenalan sama anakmu ini," sahut Kael sambil berjalan mendekat ke arah Vanya.
Malam itu, hening seakan memeluk erat setiap sudut kamar yang ada di kapal ini. Cahaya bulan yang remang-remang menerobos masuk, memberikan sedikit pencerahan di ruangan yang semula gelap.
Vanya, dengan rambut tergerai lembut di atas bantal, "Aku belum punya anak dasar gila aku gak punya anak," ujar Vanya dengan kesal.
Tiba-tiba, selimut hangat yang menaungi tubuhnya ditarik dengan paksa. Vanya yang terkejut, langsung terduduk sambil menatap tajam ke arah Kael yang berdiri di samping tempat tidurnya.
"HUA ENGGAK MAU, KAEL LO!" teriak Vanya dengan nada tinggi, terpotong oleh kegugupannya.
Kael, dengan tatapan yang intens dan tegas, menatap kembali ke arah Vanya. "Aku kamu, bukan lo gue," potong Kael, mencoba memberikan penegasan tentang hubungan mereka yang lebih dari sekadar teman.
Vanya, masih dalam keadaan shock dan rambut acak-acakan, mendorong Kael yang terlalu dekat dengannya.
"Minggir Kael, kamu gila ya? Kita belum muhrim, jangan macam-macam," teriaknya sekali lagi, suaranya sedikit bergetar menandakan ketakutan dan ketidaknyamanan.
Namun, Kael tidak menggubris. Dia langsung tiduran di samping Vanya, tangan kekarnya menarik tubuh Vanya agar tiduran di atasnya.
Dengan gerakan yang cepat dan terkontrol, Kael memposisikan dirinya sehingga Vanya tidak memiliki banyak pilihan selain menghadapi Kael dari jarak yang sangat dekat.
Vanya menatap Kael dengan pandangan bercampur aduk antara marah dan bingung. Kael, dengan serius, memandang dalam ke mata Vanya dan berbisik, "Vanya laraysa Montgomery, will you marry me?"
Kejutan baru itu membuat Vanya terdiam sejenak, matanya seperti melihat matahari terbenam di kejauhan. "Gak usah bercanda, nikah gak gampang," sahut Vanya, suaranya lembut namun masih terdengar ragu.
Kael memegang tangan Vanya, matanya tidak berkedip, menunjukkan keseriusannya. "Aku tidak bercanda. Aku serius. Aku tahu ini tiba-tiba, tapi aku tidak bisa bayangkan hidupku tanpa kamu. Aku ingin kamu menjadi pasanganku, sekarang dan selamanya," ucap Kael, suaranya penuh kelembutan.
Vanya, yang sekarang menatap Kael dengan mata berkaca-kaca, merasakan sesuatu yang mendalam dan tidak bisa dijelaskan. Keberanian Kael dalam menyatakan perasaannya, cara dia memandangnya dengan tulus, membuat hati Vanya bergetar.
Setelah beberapa saat yang terasa seperti abadi, Vanya akhirnya mengangguk perlahan, air matanya menetes ke pipi. "Ya, Kael. Aku akan menikah denganmu," bisiknya, suara penuh dengan kebahagiaan yang baru ditemukan.
Kael tersenyum lebar, menghapus air mata Vanya dengan jemarinya, dan mendekat untuk mencium keningnya dengan lembut.
Malam itu, yang semula dipenuhi dengan kejutan dan kebingungan, kini berubah menjadi salah satu malam terindah dalam hidup mereka berdua, sebuah permulaan baru menuju kehidupan bersama yang penuh cinta.
"Tapi bohong," jawab Vanya sambil tertawa keras.
Vanya langsung turun dari ranjang, ingin lari namun malah terlilit sama selimutnya jadinya ia jatuh.
BRUGH...!
"AARGH SAKIT HUAAA SAKIT, KAEL TOLONG ADA DARAH HIKSS HIKSS HIDUNG AKU PATAH SAKIT HUAAA...!" teriak Vanya dengan suara kerasnya.
Sebenarnya ia gak takut, hanya saja syok dan gak bisa bergerak makanya mulutnya refleks memanggil nama Kael.
Dengan lincahnya, Kael melompat dari ranjang saat mendengar suara benturan keras yang diikuti dengan tangisan pelan.
Dengan cepat ia menemukan Vanya tergeletak di lantai, terjerat dalam selimut yang menjadi saksi bisu peristiwa jatuhnya.
Cemas, Kael mengangkat tubuh kecil Vanya, berusaha menenangkan tangis yang semakin menjadi.
Di wastafel, Kael memegang kepala Vanya dengan lembut sambil berusaha menghentikan darah yang keluar dari hidungnya. "Sakit aku mimisan," ucap Vanya dengan suara bergetar, air matanya bercucuran tak terbendung.
"Ya, jatuh dari ranjang hidungnya kepentok lantai marmer jadinya mimisan. Emang nakal kamu tuh," Kael berkata sambil tersenyum mencoba meringankan suasana, meski hatinya sendiri terasa ditusuk melihat Vanya kesakitan.
"Sakit, hikss hikss," ratap Vanya, tangannya mencengkeram lengan Kael, mencari kenyamanan. "Hidung aku parah ya?"
"Enggak patah. Makanya nurut, biar gak jatuh. Masih mau nakal, hmm?" Kael mengomel lembut, matanya penuh kelembutan saat menatap Vanya yang terus menangis.
Dia terus mengusap darah yang perlahan berhenti, sementara air mata Vanya mulai mereda. Kael mengambil air dingin dan mengusapkannya dengan hati-hati di wajah Vanya, mencoba meredakan bengkak di hidungnya yang mungil.
Kecemasan dalam diri Kael perlahan mereda saat melihat tidak ada tanda-tanda serius, hanya mimisan karena benturan tidak terlalu keras.
"Ini baru permulaan, mungkin suatu saat nanti kalau kamu nakal tangan atau bahkan kaki kamu yang akan patah," ucap Kael, suaranya penuh ancaman.
Vanya menatap Kael dengan mata berkaca-kaca, rasa sakitnya perlahan tergantikan oleh rasa kekesalan.
"Gak nakal," jawab Vanya dengan muka kusutnya. Vanya masih menangis sesenggukan.
Kael menggendong Vanya kembali ke ranjang, menutupinya dengan selimut hangat dan duduk di sisi ranjang, memastikan bahwa Vanya merasa nyaman.
Di tengah keheningan kamar, hanya suara napas Vanya yang terdengar, lambat laun teratur kembali. Kael terus berada di sampingnya, menjaga tidur Vanya yang akhirnya terlelap, lelah setelah peristiwa yang menguras emosi dan fisik.
Dalam diam, Kael berjanji akan lebih berhati-hati, akan selalu ada menjaga Vanya, memastikan tidak ada lagi kejadian yang tidak diinginkan.
"Nakal tapi aku cinta. Untung saja gak kepala kamu bocor tadi. I love you. Jawabanmu tadi ku anggap mau. Setelah pulang dari sini aku akan bilang sama Mama kalau kita akan menikah. Aku gak sabar pengen ngenalin dia ke Mommynya..." ujar Kael sambil mengusap dirinya sendiri.
"Sial, gue belum hari ini, kasih aku ya. Jangan marah karna ini udah jadi hak milikku," ujar Kael sambil mengigit bibir bawahnya sendiri.
"Ouh shit, malah jadi bangun kalau lihat yang pink-pink besar padat kaya gini. Sial, punyamu besar sekali..." lirih Kael dengan suara seraknya.
"Emhhh shhh..." gumam Vanya. "Sstt tidur lagi. Ku pastikan ini semua akan jadi milikku, aku yang bakalan jadi yang pertama, bukan Lion atau lelaki manapun itu. Kau sudah kalah telak dariku, Lion, Vanya milikku....!"
KK, percepat dong semua masalah atau musuh apalah itu yang buat arghhhh itu nggak bahagia keluarga Vania dan KL pengen banget nengok orang itu bahagia tanpa beban tapi ya walaupun cuma bisa baca aja aku nengoknya hihi 😭😭
sumpah suka banget sama karakter Vanyany. cewek badassss abisss🔥🔥🔥