NovelToon NovelToon
MONOLOG

MONOLOG

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda
Popularitas:460
Nilai: 5
Nama Author: Ann Rhea

Kenziro & Lyodra pikir menikah itu gampang. Ternyata, setelah cincin terpasang, drama ekonomi, selisih paham, dan kebiasaan aneh satu sama lain jadi bumbu sehari-hari.

Tapi hidup mereka tak cuma soal rebut dompet dan tisu. Ada sahabat misterius yang suka bikin kacau, rahasia masa lalu yang tiba-tiba muncul, dan sedikit gangguan horor yang bikin rumah tangga mereka makin absurd.

Di tengah tawa, tangis, dan ketegangan yang hampir menyeramkan, mereka harus belajar satu hal kalau cinta itu kadang harus diuji, dirombak, dan… dijalani lagi. Tapi dengan kompak mereka bisa melewatinya. Namun, apakah cinta aja cukup buat bertahan? Sementara, perasaan itu mulai terkikis oleh waktu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ann Rhea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

The Invitation

Ternyata telepon waktu itu adalah Lyodra. Bukan sekadar menanyakan kabar, melainkan menggunakan nomor suaminya sendiri untuk membuat percakapan terasa lebih resmi. Suaranya terdengar penuh keyakinan, dengan tawaran yang sulit diabaikan.

"Gue lagi punya suatu rencana yang besar. Restoran baru. Lo tahu sendiri, Gea, gue percaya kalau masakan lo bisa jadi ruh utama di sana. Mengingat lo lulusan terbaik, sayang banget kalau cuma tenggelam dalam masalah pribadi lo. Jadi gue mau lo kerja sama kita."

Ucapan Lyodra itu membuat Gea terdiam lama. Ada desir halus yang seolah membangunkan kembali mimpi lamanya. Sejak bercerai, hidupnya memang berantakan. Ia lelah jadi sosok yang seolah kehilangan arah. Dan kini, seseorang menawarkan jalan kembali ke panggung yang pernah ia cintai.

Namun, sebelum ia bisa memberi jawaban, Aura yang duduk di sampingnya melirik dengan senyum samar. Tangannya menggenggam lengan Gea, menyalurkan semacam dorongan.

"Ambil saja tawarannya," bisik Aura dengan suara rendah, seolah meracuni pikiran Gea. "Lo bisa kembali berdiri, memperbaiki hidup. Dan yang lebih penting… ini akan mempermudah kita menghancurkan mereka dari dalam."

Mata Gea melebar, berkedip tak percaya. Ada perang batin yang mendesak di dadanya, antara keinginan jujur untuk bangkit, atau jebakan yang bisa menyeretnya makin jauh.

Aura mendekat, suaranya makin lirih, nyaris seperti bisikan rahasia beracun. "Lo tau kan, Gea? Gak ada yang lebih indah daripada mereka percaya sama lo… sebelum akhirnya lo sendiri yang menusuk mereka. Itu akan jadi kemenangan paling manis."

Gea terdiam, napasnya tercekat. Ponsel di tangannya masih menyala, Lyodra di seberang menunggu jawabannya dengan sabar.

"Gea? Lo masih di sana?" suara Lyodra terdengar, tenang namun menekan.

Aura menatapnya tajam, menunggu jawaban yang bisa menentukan segalanya.

"Oke gue mau."

Gea masih sering menahan diri untuk tidak kembali ke sikap lamanya. Ia mencoba bersikap manis, bicara lembut, tidak meledak-ledak seperti dulu. Saat tersenyum pun, ia merasa lebih ringan, seperti akhirnya menemukan dirinya yang dulu sempat hilang.

Nadeo, yang kini ikut bekerja di tempat yang sama, perlahan melihat sisi itu. Pria itu jadi sering melontarkan kalimat-kalimat kecil yang hangat, hal yang dulu jarang ia lakukan.

"Capek? Istirahat dulu, biar gue yang beresin sebentar," ucapnya sambil meraih nampan dari tangan Gea.

Tatapan itu, perhatian itu… membuat Gea gamang. Benih kecil harapan mulai tumbuh tanpa bisa ia kendalikan. Dia berubah… atau ini cuma perasaanmu saja, Gea?

Hatinya terombang-ambing. Di satu sisi, Nadeo terlihat begitu tulus. Senyumnya, sikap manisnya, bahkan caranya menahan diri agar tidak mudah marah. Tapi di sisi lain, bayangan masa lalu masih membekas. Luka-luka lama yang belum sepenuhnya kering membuat Gea takut membuka pintu yang sama.

Dan di tengah kebimbangannya, Aura muncul lagi dengan bisikan menggiurkan. "Lihat, Gea… Nadeo manis banget, kan? Lo nggak kepikiran buat coba… ya, memanfaatkan kesempatan ini? Kali aja dia beneran berubah. Atau…" Aura menyeringai nakal, "Lo mau uji dia dulu?"

Jantung Gea berdegup kencang. Untuk pertama kalinya sejak lama, ia benar-benar tidak tahu harus memilih yang mana, antara percaya pada harapannya, atau tetap berpegang pada rasa takutnya.

Dan tepat saat Gea hendak menjawab, Nadeo berdiri di belakang mereka, suaranya terdengar jelas—

"Kamu tadi bilang apa, Gea?"

Kenziro yang biasanya datar, entah kenapa selalu punya bahan buat meledek Gea dan Nadeo. Setiap kali mereka ketahuan ngobrol berdua di pantry atau saat istirahat makan siang, Kenziro cuma nyengir tipis sambil nyeletuk. "Wah… aromanya mau balikan nih. Jangan-jangan sebentar lagi gue harus siapin undangan resepsi?"

Gea langsung mendengus keras, "Jangan ngaco! Gak bakal ada kata balikan. Udah lewat masanya."

Sementara Nadeo cuma cengar-cengir malu, matanya jelas memancarkan sesuatu yang tak berani ia ucapkan.

Tapi setiap kali Kenziro pergi dengan puas meninggalkan ledekannya, hati Gea justru makin berantakan. Nadeo yang sekarang… terlalu manis. Terlalu perhatian. Terlalu sabar menunggu di dekatnya, seperti bukan lelaki yang dulu membuatnya menangis berkali-kali.

Malam itu, di sela-sela waktu senggang di ruang kerja, Gea duduk bersebelahan dengan Lyodra. Ia akhirnya menyerah dan membuka suara.

"Ly, gue bingung. Dia kayak udah berubah banget. Dia lebih lembut… lebih ngertiin gue. Tapi otak gue masih nolak. Gue takut kejebak lagi di lingkaran yang sama."

Lyodra menoleh, menatapnya penuh rasa ingin tahu. "Jadi… lo masih sayang sama dia?"

Gea terdiam. Jantungnya berdetak lebih cepat. Ia ingin menyangkal, ingin bilang tidak, tapi bibirnya kelu.

Lyodra tersenyum samar, lalu menepuk bahunya. "Kadang orang berubah, Ge. Pertanyaannya bukan dia berubah atau enggak, tapi… hatimu siap nerima lagi atau belum."

Dan malam itu, Gea pulang dengan pikiran kacau antara suara Lyodra, ledekan Kenziro, dan tatapan Nadeo yang terus menghantui.

--✿✿✿--

Gea sudah sering kali menolak gurauan Kenziro soal rujuk lagi. Baginya, semua itu hanya masa lalu yang tidak ingin ia ulang. Tapi ketika Nadeo ikut memberi penuturan dengan nada serius, Gea jadi goyah sesaat.

"Gue tahu lo gengsi, Gea. Tapi kalau dipikir panjang, siapa lagi yang bisa ngerti lo segitu dalamnya selain Nadeo? Gue cuma kasih saran, lo masih yang terbaik buat dia," ujar Lyodra di sela obrolan santai.

Namun Gea hanya menghela napas. "Enggak, Ly. Jangan ikut-ikutan. Gue sadar, ada hal-hal yang enggak bisa dibenerin meski kita maksa balik lagi."

Jawaban itu tegas, tapi justru membuatnya terhimpit. Aura yang selama ini mengintai diam-diam memanfaatkan momen itu. Ia tahu betul kelemahan terbesar Gea, rahasia yang selama ini disembunyikan rapat.

Maka Aura mulai menekan. Dengan bahasa halus tapi menusuk, ia memaksa Gea untuk lebih perhatian ke Kenziro, bukan karena cinta, tapi karena ancaman. "Lo tahu kan, apa yang gue pegang. Kalau lo enggak nurut, mungkin orang lain bakal tahu juga. Sayang banget kalau masa lalu lo yang kelam kebongkar begitu aja," bisik Aura dengan senyum sinis.

Gea tersentak. Itu kelemahannya. Itu yang selama ini ia takutkan. Dan sekarang, ia dipaksa melangkah ke arah yang tidak pernah ia inginkan lebih dekat dengan Kenziro, dengan pura-pura peduli, sementara hatinya penuh kegamangan.

Semua orang mulai salah paham kalau Nadeo mengira Gea perlahan luluh, Kenziro merasa nasihatnya berhasil, Lyodra pun melihat perubahan sikap Gea dan mengira ia masih menyimpan rasa. Padahal kenyataannya, Gea sedang distir sepenuhnya oleh Aura.

Dan di titik itu, Gea hanya bisa berbisik pada dirinya sendiri. "Sampai kapan gue bisa bertahan tanpa jatuh beneran ke jebakan ini?"

Gea pikir ia sudah cukup kuat menolak semua bujukan, ejekan, bahkan paksaan halus dari Kenziro juga Lyodra. Ia memilih bertahan dengan caranya sendiri. Tapi Aura berbeda. Aura tahu kelemahannya. Ia tahu tepat di mana harus menusuk.

Sore itu, ruang rapat sudah kosong. Hanya lampu redup dan tumpukan berkas berserakan. Aura menutup laptopnya, lalu bersandar dengan tatapan licik.

"Gea… lo pikir bisa nolak terus?" suaranya pelan tapi menusuk.

Gea menatapnya waspada. "Maksud lo apa lagi, Aura?"

Aura tersenyum tipis. "Kalo gue beberkan soal itu, kira-kira mereka masih mau lihat kamu sebagai teman?"

Tubuh Gea menegang. "Jangan main-main…"

Aura maju, mendekat hingga jarak di antara mereka hanya sejengkal. "Atau… Lyodra? Nadeo? Mereka pasti kaget. Mereka pikir kamu cuma keras kepala, tapi ternyata kamu menyimpan sesuatu sebesar itu."

Gea mengepalkan tangan, napasnya tak beraturan. "Aura!" bentaknya, setengah terancam, setengah memohon.

Aura menunduk, berbisik di telinganya. "Kamu tahu kan… rahasiamu bukan milikmu lagi. Sekarang ada di tanganku."

Tiba-tiba suara pintu berderit. Lyodra muncul tanpa aba-aba, berdiri di ambang pintu dengan wajah bingung melihat ekspresi Gea yang pucat dan Aura yang sedang tersenyum penuh kemenangan.

"Ada apa ini?" tanya Lyodra dingin.

Aura hanya melirik ke arah Gea dan terkekeh pelan. "Mau lo sendiri yang cerita, Gea? Atau biar gue yang buka semuanya?"

Gea membeku. Seluruh ruangan terasa menekan dadanya. Tatapan Lyodra tajam menunggu jawaban.

"Oh bukan apa-apa, Lu. Dia cuman temen lama gue, ada urusan biasalah."

--✿✿✿--

Awalnya Gea masih bisa menutupi semuanya. Wajahnya selalu tersenyum, sikapnya tetap hangat, meski di balik itu ada ketakutan besar yang ia simpan rapat-rapat. Aura tahu kelemahan Gea dan menggunakannya sebagai alat kendali. Ia selalu berbisik ancaman yang membuat Gea tak bisa tidur nyenyak.

Namun, suatu malam, saat rapat bersama tim, Nadeo tanpa sengaja menemukan dokumen lama yang seharusnya Gea sembunyikan mati-matian. Sesuatu yang menyangkut masa lalu Gea, kaitannya dengan sebuah keputusan yang nyaris menghancurkan kariernya.

"Ini… dokumen tahun itu? Kenapa bisa ada di sini?" suara Nadeo pelan, tapi cukup untuk membuat Gea pucat.

Aura menyeringai di sudut ruangan, menikmati setiap detik kepanikan Gea. "Kelihatannya seseorang menyimpan rahasia, ya? Dan kalau gue buka mulut…"

Gea berdiri mendadak, menutup map itu dengan tangan bergetar. "Jangan. Tolong jangan." Suaranya parau.

Semua orang terdiam, termasuk Kenziro dan Lyodra yang tak pernah melihat Gea seputus asa itu.

Kenziro menatapnya tajam. "Gea, ada apa sebenarnya? Rahasia apa yang lo sembunyiim?"

Gea terdiam, air matanya jatuh tanpa bisa ia tahan. Seluruh tubuhnya kaku, bibirnya ingin bicara tapi seperti terkunci.

Dan sebelum Gea bisa menjawab… Aura menyela dengan nada manis penuh racun. "Kalau mereka tahu, habislah kamu, Gea."

Gea menunduk dalam-dalam, wajahnya pucat pasi ketika nama masa lalunya dilontarkan Aura di depan Kenziro dan Nadeo. Ruangan itu mendadak sunyi, seakan semua oksigen tersedot habis.

"Gue nggak asal bicara, Gea," ucap Aura dingin, tatapannya menusuk seperti belati. "Lo pikir rahasia lo akan selamanya aman? Hubungan gelap lo dulu, sebelum nikah sama Nadeo… sampai hamil, lalu---" Aura menghentikan kalimatnya, memberi jeda dramatis. "Lo gugurkan, kan?"

Nadeo menegang. Suaranya serak, hampir tak terdengar. "Apa… yang dia maksud ini, Gea?"

Gea merasakan seluruh tubuhnya gemetar, tangannya dingin. Bayangan kelam masa lalu itu muncul lagi di kepalanya waktu di mana ia tersesat dalam hubungan yang salah, terjebak dalam pilihan yang membuatnya kehilangan kendali. Ia ingin menyangkal, ingin berteriak bahwa Aura berbohong. Tapi mata Nadeo menuntut kejujuran.

Kenziro menatapnya lekat-lekat, seolah mencoba menembus dinding yang selalu Gea bangun rapat-rapat. "Itu bener?" tanyanya pelan tapi tegas.

Gea tak sanggup menjawab. Air matanya jatuh begitu saja. Dan keheningan itu justru menjadi jawaban.

Nadeo mundur selangkah, rahangnya mengeras. "Jadi… selama ini gue pernah hidup sama orang yang nyimpen aib segelap itu?"

Aura tersenyum tipis, puas melihat keretakan itu. "Kalau lo masih mikir dia yang terbaik, Nadeo, pikir lagi. Gea itu penuh kebohongan gue aja ditipu. Bahkan lo nggak tahu siapa dia sebenarnya."

Gea terisak, tapi tak berani membela diri. Semua seakan runtuh di hadapannya, masa lalu, rumah tangganya, bahkan peluangnya untuk tetap dekat dengan meraka.

Namun sebelum ada yang bisa menutup percakapan itu, pintu ruangan terbuka keras. Seorang lelaki asing masuk, wajahnya familiar bagi Gea, sosok dari masa lalunya, orang yang paling ia tak ingin temui lagi.

"Cukup," ucap lelaki itu datar, menatap Aura dengan tatapan mematikan. "Kalau rahasia Gea dibuka, berarti rahasia kalian juga harus terbongkar."

"Kamu benar-benar tega, Aura. Beraninya kau bermain-main dengan hidup orang lain, seolah masa lalumu tak pernah ada."

Aura sontak pucat, tatapannya goyah. Gea, Nadeo, bahkan Kenziro terdiam menunggu kelanjutan.

Lelaki itu melanjutkan dengan dingin. "Semua orang di sini tidak tahu, kan? Kalau sebenarnya Aura bukanlah siapa-siapa. Kau bukan anak tunggal dari keluarga terpandang seperti yang kau akui. Kau lahir dari hasil perselingkuhan… dan ibumu membuangmu ketika kau masih bayi."

Ruangan hening. Aura gemetar, tangannya mengepal. Lelaki itu melangkah lebih dekat.

"Bahkan… kau hidup di jalanan selama bertahun-tahun, menjual apa saja demi bertahan hidup. Termasuk tubuhmu sendiri."

Gea menahan napas, matanya melebar. Rahasia kelam yang selama ini disembunyikan Aura mulai terbuka.

Aura mencoba menutupi rasa takutnya dengan senyum miring, namun suaranya bergetar. "Lo… gak punya hak bongkar aib gue di sini."

Lelaki itu hanya menatapnya lama, kemudian berkata. "Kalau kau bisa menekan Gea dengan masa lalunya, kenapa aku tak bisa menelanjangi milikmu?"

Dan saat itu, semua orang sadar permainan berbalik arah.

1
douwataxx
Seru banget nih cerita, aku gk bisa berhenti baca! 💥
Ann Rhea: makasihh, stay terus yaa
total 1 replies
menhera Chan
ceritanya keren banget, thor! Aku jadi ketagihan!
Ann Rhea: wahh selamat menemani waktu luangmu
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!