Cincin Hitam itu bukan sembarangan perhiasan.
Cincin itu adalah sebuah kunci bagi seseorang untuk merubah hidupnya dalam waktu yang sangat singkat.
karena cincin itu adalah sebuah kunci untuk mewarisi kekayaan dari seseorang yang teramat kaya.
Dan dari sekian banyak orang yang mencarinya cincin itu malah jatuh pada seorang pemuda yang mana pemuda itu akan jadi ahli waris dari kekayaan yang tidak terhingga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Di Persingkat Saja DPS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perkelahian Devina dan Karina
Suasana di sana seketika menjadi sangat tegang dimana dia perempuan ini saling menatap seakan mau saling membunuh.
Segera aku mengambil dan menyimpan Cincin itu.
"Ngomong-ngomong sudah semakin sore jadi sebaiknya kita bergegas atau nanti aku akan pulang terlalu larut!" Aku berkata pada mereka seakan tidak terjadi apa-apa.
Devina yang tadinya memasang wajah yang serius seketika tersenyum padaku.
"Oke, ayo kita pergi!"
Ketika kami berbalik untuk pergi Karina tiba-tiba saja menghentikan kami.
"Tunggu dulu!" Langkah kaki kami seketika berhenti ketika Karina menghentikan kami.
"Ada apa!?" Dengan nada penasaran aku bertanya padanya.
Karina tidak langsung menjawab tapi menatap Devina dengan tatapan yang sama. "Aku kira sebaiknya aku saja yang mengantarkannya pulang ke rumahnya!"
Di sini aku langsung terdiam karena heran.
'Kalau kalian bisa pulang sendiri lalu kenapa aku harus mengantarkan kalian berdua pulang seperti ini?'
"Aku kira kalian tidak mengerti kenapa aku di suruh mengantarkan kalian pulang hingga sampai di rumah!"
"Kalian ini perempuan jadi kemungkinan akan jadi target kejahatan orang itu sangat besar makanya aku mengantar kalian!"
"Kalau kamu yang mengantar Devina nanti kalau terjadi apa-apa bagaimana!?" Namun si Karina terlihat begitu ngotot ingin melakukannya.
"Ini urusan Perempuan jadi jangan ikut campur!" Dengan nada yang ketus ia berkata padaku.
Langsung aku jawab pada saat itu juga. "Tentu itu urusanku karena orang tuaku menyuruhku mengantarkan kalian pulang dengan selamat!"
"Apalagi aku merasa kalau aku tinggal kalian berdua saja yang ada kalian akan berantem!" Entah kenapa aku punya firasat kalau aku tinggal mereka berdua maka mereka akan berkelahi.
Dan ketika aku lihat tatapan matanya si Karina terlihat begitu ngotot ingin ikut jadi...
"Kalau begitu begini ini. Kita antar dulu Devina ke rumah terus pulangnya kita barengan lagi, oke!" Karina akhirnya mengangguk.
Begitulah akhirnya.
Kami pun berangkat untuk mengantarkan Devina dengan selamat ke rumahnya.
Singkat cerita kami tiba di rumahnya Devina yang mana rumahnya sama-sama besar dan mewah.
"... Aku baru tahu kamu anak orang kaya!?" Aku berkata setelah menatap rumah yang tinggi dan besar itu.
Sambil tertawa kecil si Devina berkata. "Tidak besar kok, cuma rumah kecil yang untuk aku tinggali sendirian!"
Seketika alis mataku tertekuk. "Lah?... Bukanya kamu tinggal dengan adikmu yang mau kamu masukan ke pesantren ya!?" Ia terlihat tersentak.
Kemudian menjawab dengan cepat sambil tersenyum juga tapi senyuman itu terlihat agak di paksakan.
"Karena adikku baru akan datang beberapa hari lagi jadi pada dasarnya aku memang tinggal sendirian di sini!" Kok aku merasa ada yang janggal di sini.
Tapi aku juga tidak bisa banyak tanya tentang keluarga orang lain.
"Kalau begitu kami pulang dulu ya!" Aku langsung balik badan kemudian jalan duluan.
Tapi setelah beberapa langkah aku berhenti karena si Karina tidak ikut. "Apa kamu gak mau pulang Karina!?"
Karina pun berkata. "Kamu jalan duluan saja nanti aku menyusul!"
Aku hanya bisa menghela nafas. "Akan aku tunggu di pinggir jalan raya. Dan ingat. Jangan berkelahi ketika aku tidak mengawasi kalian!" Aku pun jalan duluan.
Setelah aku pergi keduanya pun berbicara dengan ekspresi yang serius.
"Kamu melihat dan mengenalinya bukan!?" Tanya Karina dengan nada sinis.
Devina langsung menjawab. "Tentu saja aku mengenalinya, bagaimana mungkin aku tidak mengenali harta yang telah di cari-cari banyak orang hingga rela saling membunuh!"
"Kalau begitu aku tidak bisa membiarkanmu hidup terlalu lama!" Karina mengangkat tangannya sejajar dengan kepala.
Serentak muncul banyak orang berjas hitam muncul dari tempat-tempat yang tidak terduga sambil menodongkan senjata.
"Oh. Berani juga kamu mengancamku di tempat tinggalku sendiri!" Devina melakukan hal yang sama yaitu mengangkat tangannya.
Dari arah rumahnya muncul lebih banyak orang dengan senjata yang lebih beragam.
Suasana di antara mereka seketika menjadi sangat mencekam dimana satu suara atau satu gerakan kecil saja bisa memicu baku tembak brutal.
Setelah beberapa saat saling menatap dan saling menodongkan senjata Devina pun berkata.
"Sudahlah. Aku tahu apa yang kamu khawatirkan sekarang!" Devina menyuruh anak buahnya menurunkan senjata mereka.
"Akan aku persingkat saja. Aku tidak tertarik pada Cincin itu ataupun pada harta warisannya, aku cuma peduli pada Raihan!"
"Kamu bisa ambil Cincin itu kalau kamu mau, tapi kalau kamu mencoba mengambil Raihan dariku akan aku pastikan kamu menyesalinya!" Sorot mata Devina di penuhi dengan ancaman.
Kedua belah pihak ini tampaknya memang tidak punya rasa takut dan tidak segan-segan saling membunuh.
Itu terpancar jelas dari sorot mata mereka yang begitu dingin dan tidak berperasaan.
"... Sejujurnya aku belum begitu percaya padamu tapi akan aku biarkan kali ini!"
"Tapi kalau kamu mencoba melakukan sesuatu yang konyol di kemudian hari jangan salahkan aku jika bertindak kejam!" Karina menurunkan senjatanya yang membuat semua anak buahnya juga menurunkan senjata.
Setelah itu Karina pergi bersama dengan anak buahnya yang kembali pada posisi mereka.
Devina yang melihat kepergian Karina hanya diam sambil tersenyum kosong.
Tapi tak lama senyumannya berubah menjadi raut wajah yang cemas. "Ini buruk. Bagaimana bisa Raihan memiliki benda seperti itu!?"
"Kalau ini sampai terekspos akan jadi bahaya yang sangat besar!..." Kemudian ia mengangkat pandangannya.
Devina menatap ke arah dimana Karina pergi.
"Satu-satunya orang yang mengetahui soal Cincin itu cuma orang ini, jadi agar Raihan akan aku harus melenyapkannya!"
Di sisi lain Karina yang juga sama-sama tidak percaya pada Devina merencanakan hal yang sama yaitu ingin membunuh Devina agar tidak ada saksi mata.
Tak lama si Karina muncul dan menghampiriku yang sedang menunggu di tepi jalan raya.
"Lama sekali. Aku kira kamu mungkin akan menginap di sana!" Aku berkata dengan nada sedikit kesal.
Kalau terlambat aku bisa pulang ke sorean nanti.
"Memang apa yang kalian lakukan ketika aku pergi!?" Karina tidak bicara apa.
Ia malah mengucapakan kalimat seperti ini.
"Jauh-jauhlah dari cewek yang tadi kalau mau hidupmu dan keluargamu aman!" Setelah mengucapkan kalimat yang singkat itu ia pergi.
Aku yang tadi mendengar kalimat itu hanya bisa terdiam karena bingung.
"... Apa coba!?..." Setelah itu aku pulang.
Tentu sebelum itu aku mengantarkan si Karina dulu untuk pulang.
Setelah berjalan sendirian menuju rumah aku sempat mengeluarkan Cincin itu dan melihatnya untuk beberapa saat dengan tatapan yang dalam.
"Makin ke sini aku merasa kalau Cincin ini punya masalah dan akan membawa masalah padaku kalau terlalu lama menyimpannya!"
"... Apa aku berikan saja pada pihak berwajib ya?... Tapi nanti di Karina pasti akan marah-marah kalau tahu!" Tidak ada jalan yang bisa aku pikirkan di sini.
Aku hanya bisa menghela nafas kemudian menyimpan kembali cincinnya dan lanjut berjalan pulang.
Tanpa aku sadari dari antara celah gedung-gedung ada seseorang yang memperhatikanku.
Tatapan orang misterius itu begitu tajam.
Dan setelah memperhatikan selama beberapa saat orang misterius itu kemudian pergi.