Vira, seorang anak perempuan yang polos dan cantik selalu dikurung oleh ayahnya untuk menghasilkan uang dengan menjual tubuhnya.
Hingga suatu malam itu Vira mendapatkan pelanggan yang sangat berbeda dan cukup unik, berbicara lembut padanya dan bahkan memakaikan baju untuknya.
Namun, Vira tidak menduga bahwa pertemuannya itu justru mengubah nasibnya di masa depan nanti.
Siapakah sebenarnya laki-laki itu? dan takdir nasib apa yang tengah menunggunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sofiatun anjani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Ketika Vira menyentuh pundak pria bertubuh besar itu untuk membuatnya lebih tenang ia tidak sengaja melihat memori pria itu dimana ia melihat sebuah keluarga kecil di salah satu rumah di sini.
Mereka terlihat sangat bahagia, dan sang suami adalah pria itu bersama istrinya yang ternyata tengah hamil besar, dengan sayang pria itu mengelus dan menciumi perut buncit istrinya.
"Kira-kira dia laki-laki atau perempuan ya?" tanya sang istri menebak kelamin anak dalam kandungannya.
"Saya yakin kalau dia perempuan pasti akan sangat cantik seperti anda" ucap pria itu menjawab sambil menyentuh wajah istrinya penuh sayang.
"Dan kalau dia laki-laki?"
"Maka dia akan jadi sekuat dan gagah seperti ayahnya!"
Istrinya pun tertawa mendengar penuturan suaminya itu, dan hal itu membuat keduanya tenggelam dalam tawa.
Namun... Itu terjadi 17 tahun yang lalu tepat sebelum istrinya melahirkan anak mereka, kejadian mengerikan itu pun terjadi dan membinasakan hampir setengah dari penduduk negeri.
Dan istrinya adalah salah satu korban dalam tragedi itu. Saat itu ia adalah pemimpin pasukan khusus raja dan harus setiap sedia dibarisan terdepan, dan karena hal itulah ia tidak tahu apa yang terjadi pada istrinya.
Kejadian pembantaian itu pun berhasil diredakan walau dengan mengorbankan banyak korban jiwa termasuk sang raja. Namun, tidak dengannya, satu-satunya yang selamat dari pasukan khusus, ia pun langsung memikirkan keadaan istrinya dan segera berlari pulang.
Dan yang ia dapati adalah tubuh istrinya yang tertimpa reruntuhan rumah dengan kondisi darah dimana-mana. Dengan kesadaran yang hampir hilang ia berharap bisa melihat wajah suaminya untuk yang terakhir kalinya.
Namun, tepat didepan tubuh istrinya itu berdiri sosok hitam tengah memandangi istrinya dari dekat.
Melawan pun tak akan sempat, karena ia juga sudah kehabisan sihir dan kedua tangan dan kakinya mati rasa.
"Tidak... Tidak... Saya mohon jangan mendekati istri saya..." pria itu memohon dengan penuh pada sosok hitam itu yang masih hanya berdiri disana.
"Tolong jangan mendekat... Saya bilang jangan mendekat!!" ia semakin meninggikan suaranya saat sosok itu mulai berjalan mendekati istrinya yang sudah tak bisa bicara lagi dengan mata yang masih terbuka.
Sosok hitam itu tidak mendengarkan dan terus melangkah, hingga ia berada tepat di depan wanita yang tak berdaya di depannya, sosok itu pun mengulurkan tangannya.
"Tidak... Tidak... Jangan!! Jangan sentuh dia!!! SAYA BILANG JANGAN SENTUH ISTRI SAYA AAAARRGGHH...!!!"
Dan setelah itu ia tidak tahu apa yang telah terjadi saat itu.
Dan kini ia hanya bisa menangisi kesalahannya yang saat itu tidak datang lebih cepat ia mungkin bisa melakukan sesuatu untuk istrinya.
Tubuhnya pun luruh ke atas tanah dengan tubuh yang kembali bergetar, tapi bukan karena ia ketakutan, melainkan menangisi mendiang istrinya.
Vira pun sedikit membungkuk dan memberinya sedikit elusan di punggung lebarnya, dan itu cukup menenangkannya.
"A apa dia benar-benar anak dalam ramalan? Benarkah?"
"Dia memang anak dalam ramalan! Ya, dia orangnya!"
"anak dalam ramalan... Dia anak dalam ramalan!! Dia datang untuk menyelamatkan kita! Menyelamatkan negeri ini!!"
"Anak dalam ramalan kami mohon tolong selamatkan kami! Selamatkan keluarga kami!!"
"Anak dalam ramalan! Tolong selamatkan negeri ini, lindungi anak-anak kami!!"
"Anak dalam ramalan...!!"
Semua orang pun saling berseru minta pertolongan dari Vira yang seharusnya tidak pernah mereka kena
Ketika ia merasakan seseorang memakaikan sesuatu di pundaknya, Vira melihat di belakangnya Sen tengah memasangkan jubahnya untuk menutupi tubuh Vira yang memang hanya tertutup kain tipis, dan entah kemana bajunya yang tadi.
"Semua orang sudah menunggu anda... Apa anda sudah paham sekarang?"
Vira mengangguk paham. Lalu menatap semua orang yang tengah berharap padanya.
Mungkin jika ia tidak melakukan revolusi, ia masih sangat bingung dan tidak tahu harus berbuat apa. Tapi sekarang sepertinya ia sudah mengerti dengan orang-orang ini, kota, negeri, dan dunia ini, ramalan dan Mala petaka.
Dan semua itu adalah takdir masa depan yang menantinya...
"A apa yang harus saya lakukan... Hah...!"
Vira pun kembali menghampiri pria bertubuh besar itu yang masih bersujud di tanah sambil menangis. Ia menyentuh pundaknya dan pria itu pun merespon dengan mengangkat kepalanya.
Semua orang pun menunggu dengan sabar, apa yang akan terjadi selanjutnya. Vira pun berjongkok di depan pria itu dan menatapnya tanpa ekspresi.
"S... Se... Seny...hah..."
Sen dan Vin yang mendengar suara Vira barusan pun benar-benar terkejut dan tidak menduga Vira akhirnya bisa bicara.
Tapi sepertinya itu cukup sulit untuknya, karena tidak terbiasa mengeluarkan kalimat seperti itu, walaupun dengan susah payah sambil terengah Vira terus mencoba mengatakannya.
"Se... Senyum... Hah... Ter... Senyum...lah... Hah..." dan akhirnya kalimat itu pun berhasil ia ucapkan walau terbata-bata.
"Goro!"
pria besar itu pun terkejut mendengar namanya di panggil, ya... Itu adalah namanya, dan itulah yang sering mereka katakan saat bertemu dengannya.
Tersenyum... Tentu saja itulah yang selama ini ia inginkan, ia ingin tersenyum dan tertawa, karena itu yang membuat semua orang ikut merasa bahagia, walau hanya sesaat, tapi itu lebih baik daripada tidak melakukan apa-apa sama sekali.
Dan kini anak perempuan di depannya itu telah mengingatkannya pada anak-anak panti yang dulu selalu ia kunjungi bersama istrinya.
Awalnya mereka sangat penakut dan pemalu, kadang-kadang menangis dipojokan tanpa alasan. Hingga saat ia tertawa karena melihat salah satu anak panti yang menurutnya lucu, yang lainnya justru tiba-tiba tertawa kecil.
Tentu saja mereka tertawa karena mendengar tawa unik Goro yang walaupun punya badan besar tapi ia adalah orang yang humoris.
Dan sejak saat itu anak-anak panti sering bermain dengannya, setiap kali mereka melakukan hal konyol Goro akan tertawa dan itu yang membuat mereka juga ikut tertawa.
"Paman! Paman! Ayo tertawa lah!"
Dan itulah satu-satunya yang menjadi alasan mereka ingin tertawa, sambil mengekspresikan perasaan mereka, Goro membuat mereka lebih banyak aktif dari sebelumnya.
Anak-anak panti sangat menyukainya dan begitu juga dengan Goro, tawanya akan selalu mereka ingat baik-baik supaya mereka bisa tertawan dengan membayangkan nya saja.
Tentu saja Vira juga sudah melihat kenangan itu, dan itu sebabnya dia berusaha mengucapkannya walau dengan susah payah.
Bagi orang lain mungkin wajah Vira tak mengekspresikan apapun saat mengatakan hal itu, tapi bagi Goro, pria bertubuh besar itu, ia seperti melihat wajah ceria anak-anak panti yang selalu memintanya untuk tersenyum dan tertawa.
Tak bisa menahan perasaan bahagianya, ia pun mulai menarik otot bibirnya untuk membentuk sebuah senyuman, walau dibanjiri air mata yang tak mau berhenti mengalir, ia tetap sangat senang dan tetap ingin terus tersenyum untuk anak perempuan yang ada di depannya itu.
"Te terima kasih..."
***