🌺Judul sebelumnya Pesona Cleopatra🌺
Cleopatra, wanita yang biasa dipanggil Rara menghipnotis banyak kaum adam termasuk kakak beradik Fahreza dan Zayn.
Tepat di detik-detik pernikahan Rara dan Reza, Zayn merenggut kehormatan Rara.
Rasa cinta Reza yang besar tak menyurutkan langkahnya untuk tetap menikahi gadis cantik bak ratu mesir di zaman dahulu itu. Namun, noda yang ada pada sang istri tetap membekas di hati Reza dan membuat ia lemah untuk memberi nafkah batin selama pernikahan.
Apakah Reza benar-benar tulus mencintai Rara? Atau Zayn, pria yang memang lebih mencintai Rara? bagaimana nasib Rara selanjutnya?
Baca sampe tuntas ya guys.
Terima kasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elis Kurniasih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemarahan Reza 2
Rahang Reza kembali mengeras kala mengingat kejadian itu. Ia masih duduk di kursi penumpang pada mobil yang tengah di supiri karyawannya. Pandangannya lurus ke depan. Sungguh ia sangat membenci Zayn. Ia berjanji tak akan mau melihat wajah adiknya lagi, karena apa yang telah Zayn lakukan dahulu berimbas padanya kini.
Reza menjadi lemah saat akan melakukan hubungan suami istri. Padahal ketika bercumbu dengan Rara, hasratnya sudah menggebu. Namun, ketika ia akan memulai penyatuan itu tiba-tiba ia melihat wajah Zayn di wajah Rara. Ia membayangkan bagaimana Zayn telah menjadi orang pertama untuk wanitanya yang selalu ia jaga. Dan, itu membuat hasratnya tiba-tiba hilang.
Walau Reza tetap menerima Rara sebagai istrinya, tetapi ia tetap tidak menerima keadaan bahwa Zaynlah pria pertama yang sudah menyentuh sang istri.
“Pak sudah sampai,” kata si supir, setelah memberhentikan mobil itu di depan gerbang rumah Kemal.
Reza terhentak mendengar suara dari sang supir. “Hmm ...” ia berdehem dan keluar dari mobil itu.
Rumah Kemal jauh lebih besar dari rumah Sanjaya. Oleh sebab itu, Reza lebih memilih menaruh mobilnya di rumah sang ayah.
“Kamu ingin menginap di sini, apa pulang?” tanya Reza pada supirnya.
“Saya langsung pulang saja, Pak. Besok Bapak kan tidak ke kantor,” jawab supir itu.
Reza pun mengangguk dan memberikan uang tip pada pria yang tidak lebih tua dari dirinya itu. “Belikan istri dan anakmu oleh-oleh.”
“Terima kasih, Pak.” Supir itu pun tersenyum dan menerima uang ratusan ribu lima lembar itu dengan malu-malu seraya membungkukkan tubuhnya.
Reza memang berencana tidak ke kantor besok. Sudah satu minggu ini ia pulang larut malam dan itu membuat waktu kebersamaannya dengan Rara sedikit hilang. Oleh karena itu, ia meminta Saras untuk mengantar beberapa dokumen ke rumah Mia sebelum tadi ia menyusul ke pabrik, karena Reza akan menyelesaikan pekerjaannya di rumah, tepatnya di rumah besar ini, rumah keluarganya. Ia ingin bernostalgia bersama Rara di rumah ini, berdua.
Reza keluar dari gerbang itu dan berjalan kaki menuju rumah Rara. Dua orang satpam yang selalu menjaga rumah itu pun menunduk hormat pada majikannya saat Reza melintas. Sedangkan si supir berganti dengan motor yang sengaja ia parkirkan di sana untuk pulang.
Reza membuka pintu rumah Rara perlahan dan ia melihat Mia yang tengah menangis sembari di peluk oleh Sanjaya duduk di sofa ruang keluarga.
“Ada apa, Bun?” tanya Reza bingung.
Namun, Mia masih saja menangis hingga tak bisa menjawab pertanyaan menantunya.
Sanjaya menepuk bahu Reza yang sedang berjongkok di depan Mia. “Temui istrimu. Dia ada di kamar. Dia sudah mengetahui itu.”
Deg
Jantung Reza berdebar. Ia tak ingin Rara tahu akan kejadian di malam saat kecelakaan yang membuatnya koma berkepanjangan.
“Bukan. Rara bukan tahu masalah itu. tapi masalah operasi pengangkatan rahim,” ucap Sanjaya lagi. Ia tahu apa yang Reza takutkan.
Reza langsung mengusap wajahnya. Banyak rahasia yang ia pendam hanya untuk menjaga hati wanitanya dan memastika Rara selalu baik-baik saja.
“Mengapa Rara bisa tahu, Yah?” tanya Reza.
“Tadi siang sekretarismu datang ke sini untuk memberikan dokumen. Kebetulan Bundamu yang terima. Tapi Bunda langsung membawa dokumen itu ke kamar Rara. Ternyata di dalam dokumen itu terselip beberapa dokumen dari rumah sakit yang tertera tanda tanganmu menyetujui operasi itu. Lalu, Rara bertanya pada kami. Dan, kami tidak bisa menutupinya lagi,” jawab Sanjaya. Sedangkan Mia masih menangis. Ia tak mampu bersuara.
“Sekretaris bodoh,” gumam Reza dalam hati.
Ia memang menyuruh Saras untuk membawa dokumen ke rumahnya. Satu bundel dokumen yang sengaja ia masukkan ke dalam map besar berwarna merah tapi tidak untuk dokumen tapi tidak dengan dokumen yang ada di dalam map berwarna biru yang berada di bawahnya. Sebelumnya Reza sudah memberikan clue itu pada Saras, tetapi Saras ceroboh dan mengambil kesemua barang yanga da di meja bosnya. Padahal Reza sengaja meletakkan dokumen dari rumah sakit di kantor, agar Rara tak melihat itu, tapi bodohnya Reza hanya menaruh dokumen rumah sakit itu di atas meja. Ia belum menyimpannya dengan rapih di laci atau tempat yang tersembunyi.
Reza bergegas ke kamar Rara dan membuka pintu kamar itu perlahan.
Krek
Reza melihat Rara sedang duduk di cermin dan membelakanginya. Kakinya melangkah mendekati sang istri dan memeluknya dari belakang.
“Tidak menyambut suami pulang kerja?” tanyanya sembari melingkarkan kedua tangannya di pinggang Rara dan menaruh dagunya di bahu itu.
Reza melirik wajah sang istri dari balik cermin. Terlihat mata Rara yang merah karena habis menangis.
Rara menggeleng. “Kamu jahat.”
“Aku tidak ingin membuatmu sedih, Sayang.”
“Tapi tidak dengan membohongiku bahwa operasi itu hanya operasi biasa,” rengek Rara.
“Maaf, Sayang. Sungguh aku hanya tidak ingin membuatmu bersedih.”
“Tapi pada akhirnya aku tetap sedih, karena aku bukan perempuan normal, Kak. Aku tidak bisa memberikanmu keturunan. Sedangkan menikah itu untuk mendapatkan keturunan. Aku tidak tahu apa pernikahan kita akan ...”
“Ssstt ...” Reza langsung menempelkan jari telunjuknya pada bibir ranum Rara. Lalu, ia membalikkan tubuh itu.
Reza berjongkok di hadapan sang istri. “Aku selalu menerimamu apa adanya, Sayang. karena aku sangat mencintaimu. Pernikahan kita akan baik-baik saja. Aku tidak peduli dengan keturunan, yang penting kamu berada di sisiku.”
Rara kembali menangis. Sungguh, ia terharu dengan ucapan sang suami. Walau sesungguhnya hatinya berat untuk percaya ini, karena ia meyakini bahwa setiap rumah tangga pasti yang diinginkan adalah anak.
Reza tersenyum manis, mengajak sang istri untuk tersenyum. “Percaya kan sama kakak?” tanyanya.
Seketika, Rara terhipnotis dengan senyum dan sikap Reza yang meyakinkan. Ia mengangguk. “Ya aku percaya.”
Reza memeluk sang istri dengan erat.
“Kakak tidak akan pernah menduakanku kan?” tanya Rara.
“Sumpah demi Tuhan. Tidak ada terbesit di otakku untuk melakukan itu.” Reza melonggarkan pelukan itu untuk menatap wajah cantik sang istri lebih dalam. “Melihtmu di depanku saat aku membuka mata, itu sudah membuatku bahagia.”
Rara kembali tersenyum manis disertai jejeran giginya yang rata, lalu menghamburkan pelukan pada Reza. “Aku sangat mencintaimu, Kak.”
“Aku juga.”
****
Reza mengambil ponselnya saat melihat sang istri kini sudah terlelap. Ia menekan nomor Doni.
“Halo,” ucap Doni di seberang sana.
“Pecat Saras sekarang! Saya tidak ingin melihat wajahnya, saat saya masuk ke kantor.”
Reza langsung mematikan sambungan telepon itu sepihak. Ia sangat marah pada sekretaris barunya yang berbuat kesalahan fatal. Mengingat, terkadang wanita itu memang sok tahu, walau sebenarnya dia memang pintar.