NovelToon NovelToon
Bukan Salah Takdir

Bukan Salah Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Psikopat / Anak Lelaki/Pria Miskin / Mengubah Takdir
Popularitas:418
Nilai: 5
Nama Author: MagerNulisCerita

Dua keluarga yang terlibat permusuhan karena kesalahpahaman mengungkap misteri dan rahasia besar didalamnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MagerNulisCerita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertemuan Tak Terduga

Hari-hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Setelah hampir satu minggu diliburkan, perkuliahan kembali aktif. Suasana kampus pagi itu terasa lebih hidup dari biasanya; mahasiswa berdatangan dengan wajah segar, beberapa masih membawa sisa cerita liburan.

Tiara melambai kecil ketika melihat sahabatnya datang.

“Hi, Na! Gimana liburannya? Seru nggak?” tanya Tiara sambil tersenyum lebar.

Naura sedikit terkejut lalu tertawa. “Eh, hi Ti! Kukira siapa manggil begitu. Ya… begitulah, liburan lebih banyak dipakai me-time sama keluarga. Terus… beberapa hari kemarin kami sempat mendatangi orang tua mendiang Nina. Keluarga merasa harus meminta maaf.”

“Terus gimana? Cerita dong.” Tiara memasang wajah penasaran.

Naura menghela napas pelan. “Dari keluarga Nina sendiri mereka nggak mempermasalahkan. Mereka ngerti kalau keluarga inti Hutomo memang nggak tahu-menahu soal kasus Kak Aldi, meskipun kami masih satu darah. Kami sempat menawarkan bantuan hukum kalau dibutuhkan, tapi mereka menolak. Mereka bilang ingin memperjuangkan keadilan Nina dengan tangan mereka sendiri. Jadi intinya kemarin kami datang buat menyampaikan belasungkawa dan meminta maaf langsung.”

Tiara mengangguk-angguk. “Berat juga ya, Na. Eh ngomong-ngomong, kamu selama libur ngapain aja?”

“Kalau aku sih itu-itu aja. Nah kalau kamu?” tanya Naura balik.

Tiara tersenyum canggung. “Apa ya… Emmm… Ya begitu deh. Paling cuma bantu Kak Micha di kantor, ikut meeting pemegang saham, terus sisanya ya belanja—ngabisin uang Kak Micha sama Kak Nathan.” Ia terkekeh.

“Eh serius? Kamu ikut rapat bareng pemegang saham?” Naura terbelalak. “Gila, ini udah upnormal banget Ti!”

Sebelum Tiara sempat membalas, Fadhil datang sambil sedikit tergopoh.

“Eh, Na, Ti! Lagi ngapain pagi-pagi udah nongol? Kalian udah lihat trending X hari ini belum?”

“Belum,” jawab keduanya hampir bersamaan.

“Lihat ini!” Fadhil menyerahkan ponselnya. Di layar terpampang beberapa foto dan video Aldi bersama Rosa.

Tiara menutup mulutnya. “Na… lihat ini Na. Itu sepupumu nggak kapok-kapok ya?”

Naura mengusap wajahnya frustrasi. “Astaga… entahlah. Kami semua sudah pusing dibuatnya.”

“Eh tunggu, scroll ke atas! Lihat komentarnya!” pinta Tiara cepat.

Setelah Fadhil menggulirkan layar, Tiara langsung berseru, “Ini serius? Rosa itu perempuan trans? Jadi Aldi main sama trans? Wah ini gila sih.”

Naura menghela napas berat. “Kakek sama Ayah bahkan bilang, selama dia belum berubah dan masih bikin masalah, dia nggak boleh mencatut nama Hutomo.”

“Ya udah yuk. Bentar lagi masuk kelas pertama,” kata Naura menutup pembicaraan.

Di area parkir, dua orang sopir keluarga Wijaya dan Hutomo yaitu Pak Yusuf dan Pak Mamat tengah menunggu Tiara. Sambil duduk di bawah pohon rindang, keduanya melanjutkan pembicaraan yang sempat tertunda beberapa hari lalu.

Pak Yusuf menatap pak Mamat. “Jadi, Mas... kemarin itu kamu bilang mau jelasin hal-hal yang kamu curigai sejak Den Arnold meninggal. Kamu bisa mulai dari mana aja. Aku dengerin.”

Pak Mamat menarik napas panjang, wajahnya tampak serius. “Yus, aku cerita ini bukan buat cari masalah. Tapi ada beberapa hal yang nggak bisa aku jelaskan hanya sebagai kebetulan. Semuanya terlalu rapi, terlalu cocok… kayak udah disusun seseorang.”

Pak Yusuf mengangguk. “Oke. Teruskan.”

“Kejanggalan pertama,” ujar Pak Mamat pelan, “hari itu rem mobil Den Arnold dinyatakan blong. Padahal aku sendiri yang ngecek mobilnya bareng teknisi. Semua sistem normal. Bahkan sebelum berangkat pulang, aku pastikan lagi keamanannya. Nggak ada tanda-tanda kerusakan.”

“Nah, ternyata benar. Dari hasil penyelidikan awal memang ditemukan ada jejak sabotase waktu itu. Tapi yang bikin makin aneh, orang yang diduga pelaku itu… bunuh diri. Dan dia meninggalkan secarik kertas, seolah-olah ingin menyudutkan keluarga Wijaya sebagai dalang.”

Pak Yusuf terdiam beberapa detik. “Tapi bukti itu kuat?”

“Justru itu, bukti kayak sengaja ditaruh. Terlalu kelihatan dibuat-buat dan terduga pelaku bahkan dari segi psikis pada waktu itu tidak mendapat tekanan dari keluarga Hutomo. Tapi tiba-tiba mendapat kabar ia bunuh diri dan meletakkan surat permintaan maaf yang di tulis tangan, ini terlalu licin menurutku.” Pak Mamat mencondongkan tubuh. “Suf, kamu tahu sendiri, keluarga Wijaya bersih rekam jejaknya. Mereka nggak punya motif buat bunuh Den Arnold. Dan aku yakin seratus persen, bukan mereka.”

Pak Yusuf menatap rekannya semakin serius.

“Kejanggalan kedua,” lanjut Pak Mamat, “waktu pemakaman. Semua orang sedih. Tapi Pak Alfian… entah kenapa ekspresinya beda. Sesekali dia kayak… tersenyum kecil. Bukan senyum sedih. Lebih kayak puas.”

Pak Yusuf memasang wajah tidak percaya. “Kamu yakin? Mungkin dia cuma menahan diri supaya nggak makin larut?”

“Aku awalnya pikir begitu. Tapi puncaknya dan ini yang bikin aku bener-bener curiga aku pernah menguping dia lagi telponan sama seseorang. Dia bilang, ‘Honor buat tugas yang berhasil pasca pemakaman sudah ditransfer, kan?’”

Pak Yusuf tersentak. “Astaghfirullah… kamu yakin itu konteksnya soal Den Arnold?”

“Aku nggak punya bukti konkret, tapi timing-nya terlalu pas, Suf.” Pak Mamat menunduk. “Dan ada satu lagi.”

“Apa?”

“Setelah Den Arnold meninggal, Den Marvin hampir kehilangan nyawa beberapa kali. Kamarnya dimasuki ular berbisa, terus ada kalajengking di sepatunya, lalu hampir kecelakaan waktu diantar sopir lain. Semuanya beruntun… kayak orang sengaja mau ngilangin dia.”

Pak Yusuf merinding. “Orang luar nggak mungkin tahu rutinitas Den Marvin sedetail itu…”

“Nah iya. Makanya, aku yakin pelakunya orang dalam. Orang yang dekat. Orang yang ngerti pola keluarga Hutomo.”

“Terus kamu udah lapor ke Pak Angga?”

Pak Mamat menggeleng. “Belum. Tapi aku udah bilang semuanya ke Den Marvin. Dan setelah itu, Pak Angga langsung bawa Den Marvin ke luar negeri buat disembunyiin. Menurutmu, kalau ancamannya dari luar, apa perlu sampai begitu?”

Pak Yusuf menghela napas panjang, jelas terguncang. “Mas… ini berat. Tapi dari cara kamu bicara… aku bisa lihat kamu nggak asal ngomong.”

“Aku cuma pengin kebenaran, Suf. Kalau Den Arnold beneran dibunuh, orang yang ngerjain ini pasti punya kepentingan besar. Dan yang paling mungkin… ya orang yang merasa tersaingi.”

Percakapan itu terputus ketika Tiara muncul dari kejauhan dan melambaikan tangan. Keduanya buru-buru merapikan ekspresi.

Di tempat lain, matahari pagi menembus tirai apartemen. Aldi baru bangun dari tidur panjangnya. Di sampingnya, Rosa sedang merapikan rambut.

“Gimana? Have fun nggak semalam?” tanya Rosa sambil tersenyum genit.

Aldi menguap. “Ya lumayan. Not bad lah.”

“Kalau gitu, lain kali kita main lagi ya.” Rosa meraih tasnya. “Aku cabut dulu, mau spa biar kulit tetap kinclong. Bye, babe~”

Setelah Rosa pergi, Aldi bangun sambil mengusap wajah, masih setengah sadar.

Tiba-tiba “dok dok dok!” pintu diketuk keras.

“Iya, sebentar!” Ia mengintip lewat lubang pintu. Begitu melihat Vanes dan Arga, ia langsung membuka.

“Mana dia?” seru Arga sambil langsung masuk. “Mana tuh cewek jadi-jadian!?”

“Loh, maksud lu Rosa?” Aldi bingung.

“Nah! Itu yang mau kita kasih tau!” Vanes berdiri dengan napas terengah. “Lu harus denger ini, Al…”

“Rosa itu” belum sempat Vanes menyelesaikan, Arga memotong cepat.

“perempuan jadi-jadian.”

“APA!?” Aldi terbelalak. “Nggak mungkin! Nggak… Nggak mungkin!”

“Kalau lu nggak percaya, nih lihat!” Arga menunjukkan trending X yang penuh foto dan video Aldi bersama Rosa.

“Sialan…” Aldi memegangi kepala. “Gue bisa abis sama bokap kalau sampai tau!”

“Gue curiga ada musuh lu yang mau balas dendam,” kata Vanes.

“Dan lu goblok karena ketipu,” tambah Arga.

“Terus gue harus gimana sekarang!?” Aldi hampir panik.

“Gue buntu,” kata Vanes. “Ga, coba lu minta bantuan sepupu lu yang jago IT itu. Suruh hapus semua jejaknya.”

“Oh iya! Baru kepikiran!” Arga langsung mengambil ponselnya.

Setelah beberapa saat, semua trending dan tagar berhasil dihapus. Sayangnya, jejak yang sudah disimpan banyak orang jelas menjadi masalah baru.

Setelah kelas pertama selesai, Tiara dan Naura berniat menghabiskan waktu di perpustakaan.

“Ti, aku ke toilet bentar ya,” kata Naura.

“Oke Na, aku tunggu.”

Tiara mencari buku pengantar ilmu bisnis. Namun karena letaknya tinggi, ia menggapai-gapai tak sampai.

“Tunggu, sini saya bantu,” ujar seorang pria dari belakang.

Tiara tersenyum. “Makasih ya, loh…?”

Ia terkejut saat melihat wajah pria itu. “Dokter Fahri!? Kok ada di sini dok?”

Fahri terkekeh. “Kebetulan saya sedang lanjut studi S2 di sini. Loh, Mbak Tiara kuliah juga di kampus ini? Dan saya ke perpustakaan mau cari udara sejuk, luar panas.”

“Wah dunia sempit banget ya, dok,” Tiara tersenyum lebih lebar.

“Sendirian?” tanya Fahri.

“Tadi berdua, tapi teman saya lagi ke toilet.”

“Oh begitu. By the way, kuliner enak di Jogja apa aja ya? Saya baru pindahan, masih buta arah.”

“Banyak, dok. Gudeg, bakpia, sate klathak… mau saya antar sekalian?” Tiara menawarkan spontan.

Fahri tertawa kecil. “Waduh, terima kasih tawarannya. Tapi nggak sekarang, saya ada urusan dulu. Lain kali kalau Mbak berkenan.”

“Siap dok, saya antar kapan aja.”

“Kalau begitu, saya duluan ya.”

“Baik dok, hati-hati.”

Tak lama setelah Fahri pergi, Naura kembali.

“Itu tadi siapa, Ti?” tanyanya sambil melihat dokter tersebut menjauh.

“Oh itu dokter Fahri. Dokter yang nolong aku waktu jidatku benjol ini.” Tiara menunjuk perbannya.

Naura baru sadar. “Loh iya, ada properti baru di jidatmu,” godanya sambil cekikikan.

Tiara memukul pelan lengan sahabatnya. “Ih Na, jahat!”

Keduanya tertawa bersama.

1
bebekkecap
😍
bebekkecap
next kak, gasabar pas semuanya kebongkar🤣
AuthorMager: Sabar kak, masih lama...hhehhe
total 1 replies
AuthorMager
Bismillah, semoga banyak pembaca yang berminat. Aamiin
AuthorMager
Selamat menikmati alur cerita yang penuh plotwist
bebekkecap
seru banget kak, lanjut kak
AuthorMager: siap kak, bantu like and share ya kak🤭
total 1 replies
bebekkecap
makin seru aja ini kak ceritanya, sayang kok bisa cerita sebagus ini penikmatnya kurang👍💪
AuthorMager: Aduh makasih kak, bantu share ya kak🙏
total 1 replies
bebekkecap
Bahasa rapi dan terstruktur secara jelas
AuthorMager: duh, jadi terharu. makasih kak
total 1 replies
bebekkecap
Bahasa rapi dan terstruktur secara jelas
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!