《Terdapat ****** ******》
Harap bijak dalam membaca.....
William dan Nozela merupakan sahabat sejak mereka masih kecil. Karena suatu kejadian tak disengaja membuat keduanya menjalani kisah yang tak semsestinya. Seiring berjalannya waktu, mulai tumbuh benih-benih cinta antara keduanya.
William yang memang sudah memiliki kekasih terpaksa dihadapkan oleh pilihan yang sulit. Akankah dia mempertahakan kekasihnya atau memilih Nozela??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Addryuli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 14
"Kamu pulang naik apa Jel?"
Nozela menghentikan gerakan tangannya, dia beralih menatap sahabatnya.
"Naik taksi."
"Nggak bareng William?"
Nozela menghela nafas pelan. "Dia pasti sama Clarissa, nggak mungkin gue ikut dia."
Thalia menganguk sebagai jawaban, dia melirik bangku Leon yang sudah kosong. Sambil tersenyum tipis, Thalia menggendong tasnya. Kedua sahabat itu kemudian keluar dari kelas, kebetulan kelas mereka selesai lebih awal.
Sambil mengobrol ringan, Nozela dan Thalia berjalan menuju gerbang kampus. Thalia biasa pulang naik angkutan umum atau ojek menuju kostnya.
"Pulang ke rumah gue aja, nanti gue anterin."
Thalia sedikit berfikir, namun tak lama kemudian dia mengangguk. "Boleh."
Nozela menunggu taksi online yang sebelumnya sudah dia pesan. Sambil menunggu, dia mengecek pesan dari kekasihnya, dia tersenyum saat mendapat kiriman foto pap dari Leon.
Di sampingnya, Thalia tersenyum kecil melihat Nozela. Tak sengaja matanya melihat pesan dari Leon, Thalia sedikit menundukan kepala mencoba meredam sesuatu di hatinya.
Tak lama, taksi online yang dipesan Nozela datang. Mereka segera masuk ke kursi penumpang. Sepanjang perjalanan baik Thalia maupun Nozela sibuk dengan dunia masing-masing.
Drrtt
Drrtt
"Tck, halo."
Thalia menoleh saat Nozela mengangkat panggilan entah dari siapa..
"Lo dimana? Kenapa gue cariin di fakultas lo nggak ada?"
"Gue udah perjalanan pulang sama Thalia."
"Kenapa nggak nungguin gue?"
"Buat apa anjir, lo udah pasti pulang sama Clarissa kan? Mana mau gue jadi kambing congek."
"Iya juga sih. Yaudah gue tutup dulu."
"Hem, nyebelin banget sih."
"Dari William?" Tanya Thalia.
Nozela mengangguk. "Iya, rese banget tuh orang."
Thalia tertawa. "Tapi dia langgeng banget loh sama Clarissa."
"Gimana nggak langgeng, pulen gitu." Jawab Nozela asal.
Thalia tak bisa lagi menahan tawanya, semenjak masuk kuliah dia juga berteman dengan William. Mereka berdua menjadi dekat karena bersahabat dengan Nozela, jadi besar kecilnya dia tau seperti apa William.
Tak lama, taksi mereka memasuki komplek perumahan mewah. Sekitar lima ratus meter dari gerbang masuk, mobil hitam itu berhenti di depan gerbang hitam yang menjulang tinggi.
"Makasih mas."
Kedua sahabat itu langsung turun, tak lama seorang satpam membukakan gerbang untuk nona muda mereka.
"Kangen banget lama nggak kesini."
"Sayangnya nyokap nggak ada di rumah."
Sebelum masuk ke rumah, Nozela pergi ke halaman samping. Dia mendatangi kandang smooky, terlihat anjingnya sudah aktif kembali.
"Hay smooky, udah sembuh kan?"
Nozela mengambil smooky lalu membawanya ke rumah. Thalia duduk di sofa ruang keluarga sambil bermain dengan smooky.
"Main PS yuk." Ajak Nozela.
Dia duduk di samping Thalia sambil meletakkan dua gelas jus jeruk dan cemilan.
"Males ah Jel, gue capek banget."
Nozela menyandarkan tubuhnya, dia mengambil laptop dari tasnya lalu meletakkan di pangkuannya.
"Lo udah lihat drama ini?"
Thalia bersingut mendekat ke arah sahabatnya. "Gue takut anjir, film horor ditonton sendirian di kost."
"Gue penasaran ceritanya, nonton yuk."
Thalia ragu sebenarnya, tapi salah satu pemain itu adalah artis favoritnya. Jadi mau tak mau dia mengangguk, urusan takut di kost sendirian akan dipikirkannya nanti.
Mereka berdua beralih tempat di karpet bulu, keduanya tidur tengkurap sambil masing-masing membawa bantal sofa. Nozela mulai memplay film itu, mereka masih biasa saja karena awal film belum ada tanda-tanda hantu.
"Nggak nyeremin." Ucap Nozela sambil memakan cemilan.
"Belum keluar hantunya."
Smooky, anjing Nozela ikut tiduran di samping pemiliknya. Thalia dan Nozela masih sibuk mengunyah sambil memperhatikan film itu.
"Aaaaa." Pekik keduanya sambil menyembunyikan wajahnya ke bantal sofa.
"Sumpah, mual gue lihatnya." Ucap Nozela.
"Kata lo nggak nyeremin. Makan tuh." Ketus Thalia.
Mereka menghabiskan waktu dua jam lebih untuk menonton film horor itu. Suara keduanya sampai serak karena kebanyakan berteriak.
"Anjir, sampe sakit tenggorokan gue."
"Tapi bagus ceritanya, gue puas banget." Ucap Nozela kemudian tidur terlentang.
"Kalo gue mau ke kamar mandi terus ketemu hantu yang tadi gimana dong?" Tanya Thalia dengan wajah memelas.
"Tck, nggak mungkin lah. Jangan parno deh."
Thalia mengguncang-guncangkan bahu Nozela. "Tapi gue takut Jel."
"Jangan-jangan ntar malem kalo lo tidur tiba-tiba peluk lo dari belakang."
"Aaaaa, Ojel. Sumpah, lo ngeselin ya lama-lama." Pekik Thalia sambil memeluk tubuh Nozela.
Nozela tertawa puas melihat wajah ketakutan sahabatnya, jarang-jarang mereka berkumpul seperti ini karena kesibukan masing-masing.
"Eh, btw ini jam berapa?" Tanya Thalia sambil menegakkan tubuhnya.
Nozela melirik jam di dinding. "Jam setengah lima sore."
"Gue harus balik Jel, gue lupa kalo nanti malem ada ngajarin les anaknya pemilik kost."
"Oke, gue anterin."
Thalia mengangguk, dia membantu Nozela membersihkan bekas makanan serta gelas lalu meletakkan ke atas meja. Tak lupa dia mencium smooky, lalu membawanya.
"Kalo aja di kost bisa melihara hewan, gue bakal beli anjing juga." Ucap Thalia.
"Emang nggak boleh?"
"Enggak, nggak bakal ada yang ngurusin katanya."
Sampai di samping rumah, Thalia memasukkan smooky ke kandangnya.
"Babay smooky, gue balik dulu."
Anjing beagle itu menggonggong seolah berbicara pada Thalia. Nozela dan Thalia masuk ke mobil, Nozela langsung mengemudikan mobilnya keluar dari halaman rumahnya.
"Mau jajan apa dulu nggak buat makan malem?" Tanya Nozela.
"Nggak usah deh Jel." Tolak Thalia halus.
"Ayo lah nggak papa. Sebagai sahabat itu harus saling membantu. Sekarang, mau beli jajan nggak?" Tanya Nozela sambil tersenyum manis.
Thalia tersenyum, dia sangat menyayangi Nozela seperti saudaranya sendiri. Nozela selalu ada saat dia membutuhkan uluran tangan, saat dia bahkan tak mampu berdiri. Itulah sebabnya dia ta berani menyakiti hati sahabatnya.
"Thalia? Eh, malah bengong."
Thalia tersadar dari lamunannya. "Eh, sorry sorry."
Mobil kembali berjalan saat lampu traffic berubah menjadi hijau, Nozela kembali fokus pada jalanan sambil celingukan mencari street food.
Saat melihat beberapa pedagang, Nozela menepikan mobilnya.
"Jel, gue bilang nggak usah. Gue nggak mau ngerepotin lo terus." Ucap Thalia.
"Udah nggak papa, gue sekalian mau beli makanan. Kebetulan Luna chat gue minta di beliin sesuatu."
Nozela keluar dari mobilnya diikuti Thalia, Nozela melipir ke penjual sate lalu memesan satu porsi. Dia juga memesan martabak sayur dan martabak manis masing-masing dua porsi.
Thalia terharu melihat sahabatnya yang sedang memesan itu, dia bersyukur memiliki sahabat seperti Ojel.
"Maafin gue karena pernah hampir nyakitin lo Jel. Gue janji, gue bakal jaga persahabatan kita sampai kapan pun. Gue nggak bakal egois." Batin Thalia.
"Nih buat makan malam sama cemilan nanti malam. Ingat, harus dihabisin." Ucap Nozela sambil memberikan tiga kantong plastik pada Thalia.
"Makasih ya Jel, gue nggak tau harus gimana balesnya. Lo udah bantuin gue terus." Ucap Thalia sambil menerima kantong plastik itu.
"Nggak papa kok, gue seneng bisa berbagi sama lo. Udah yuk masuk sebelum kemaleman."
Thalia mengangguk, mereka kembali melanjutkan perjalanan ke kostan Thalia. Sampai di kost Thalia, Nozela memarkirkan mobilnya di depan gerbang.
"Makasih ya udah nganterin, makasih juga buat jajanannya."
"Sama-sama, gue duluan ya. Mau nganterin ini ke Luna."
"Oke, hati-hati Jel."
Nozela mengangguk, dia menutup kembali jendela mobilnya lalu pergi menuju mansion Jasper.
"Liam di rumah nggak ya?" Gumam Nozela.
Beberapa menit kemudian, Nozela sampai di mansion Jasper. Dia memarkirkan mobilnya lalu keluar, tak lupa membawa martabak untuk Luna.
Ting.
Tong.
Nozela menunggu di teras, tak lama pintu terbuka. Muncul Luna yang terlihat masih acak-acakan.
"Kak Ojel. Masuk kak."
Nozela mengangguk, dia masuk mengikuti langkah Luna ke ruang tamu.
"Nih martabak."
"Wihhh tumben banget bawa makanan." Luna segera membuka jajanan dari Nozela.
"Liam mana?" Tanya Nozela.
"Di kamar kak. Belum lama dia pulang dari kampus."
"Gue ke atas dulu ya."
"Oke kak."
Nozela masuk ke dalam lift menuju lantai tiga, dia kangen dengan sahabatnya itu. Seharian ini dia belum bertemu dengan William.
Ting.
Nozela segera keluar, dia menuju kamar yang berada di pojok sendiri. Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Nozela langsung masuk saja. Namun, saat masuk betapa terkejutnya Nozela melihat sahabatnya yang sedang duduk di sofa.
"Aaa, William. Lo ngapain anjir?"