Uwais menjatuhkan talak tiga kepada istrinya, Stela, setelah memergokinya pergi bersama sahabat karib Stela, Ravi, tanpa mau mendengarkan penjelasan. Setelah perpisahan itu, Uwais menyesal dan ingin kembali kepada Stela.
Stela memberitahu Uwais bahwa agar mereka bisa menikah kembali, Stela harus menikah dulu dengan pria lain.
Uwais lantas meminta sahabat karibnya, Mehmet, untuk menikahi Stela dan menjadi Muhallil.
Uwais yakin Stela akan segera kembali karena Mehmet dikenal tidak menyukai wanita, meskipun Mehmet mempunyai kekasih bernama Tasya.
Apakah Stela akan kembali ke pelukan Uwais atau memilih mempertahankan pernikahannya dengan Mehmet?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Mehmet bangkit dari tempat tidurnya dan mengambil ponselnya.
Ia melihat pesan yang dikirimkan oleh Uwais dimana ia mengatakan kalau sudah berhasil di Paris.
"Selamat menikmati liburannya," ucap Mehmet dalam hati.
Mehmet melirik ke arah istrinya yang kembali tertidur pulas.
"Sampai kapanpun aku tidak akan menceraikan kamu, Stela." gumam Mehmet.
Mehmet kembali naik ke tempat tidur dan menemani istrinya.
"Mehmet, kamu dari mana?" tanya Stela sambil memeluk tubuh suaminya.
"Aku dari kamar mandi, sayang. Kenapa? Mau jalan-jalan?"
Stela membuka matanya dan ia tersenyum ke arah suaminya.
"Ayo, kira jalan-jalan ke pantai Kuta." ajak Stela yang langsung bangkit dari tempat tidurnya
Mehmet tersenyum saat melihat istrinya yang tiba-tiba bersemangat bangkit dari tempat tidur.
Rambut Stela masih berantakan, pipinya masih merah karena baru bangun tidur.
“Pantai Kuta?” ulang Mehmet sambil menyandarkan lengannya di belakang kepala.
“Padahal tadi kamu bilang kalau badan kamu sakit semua. Sekarang mau jalan-jalan?”
Stela berdiri sambil merapikan kimono handuknya, kemudian menatap Mehmet sambil mengerucutkan bibir.
“Badan sakit bukan berarti nggak bisa menikmati pantai,” jawabnya manja.
Mehmet tertawa kecil saat mendengar perkataan dari istrinya.
Ia turun dari tempat tidur dan menarik pinggang Stela pelan, membuat tubuh istrinya condong ke dadanya.
“Met, jangan mulai,” ucap Stela, pipinya memerah lagi.
“Aku belum ngapa-ngapain,” balas Mehmet sambil terkekeh.
Stela mendorong dada Mehmet agar lekas masuk ke kamar mandi.
“Sudah sana, mandi. Biar cepat berangkat.”
Mehmet mencubit ujung hidung istrinya sebelum ia berjalan ke kamar mandi.
Setelah selesai mandi, ia melihat istrinya yang sudah bersiap-siap.
"Sayang, cantik sekali kamu." ucap Mehmet yang langsung memeluk tubuh istrinya.
Stela menghela nafas panjang dan meminta suaminya untuk segera mengganti pakaiannya.
"Kamu gantiin, ya. Aku mager." ucap Mehmet.
Stela memutar tubuhnya perlahan, menatap Mehmet yang berdiri dengan rambut masih basah dan wajah sok polos yang jelas-jelas penuh niat manja.
“Kamu mager?” ulang Stela sambil menyilangkan tangan di dada.
Mehmet mengangguk cepat seperti anak kecil yang ketahuan bohong tapi tetap memaksa.
“Hmm. Iya. Capek habis mandi.”
Stela mengerjapkan mata, tak percaya.
“Capek, habis mandi? Met, kamu itu—”
Mehmet langsung memotong dengan suara pelan dan wajah memelas.
“Sayang, tolongin aku ganti baju.”
Stela memijat pelipisnya, berusaha menahan tawa sekaligus pasrah menghadapi suami yang tiba-tiba manja setengah hidup ini.
“Mehmet, kamu itu pria dewasa. Masa ganti baju aja harus dibantu?”
Mehmet mendekat, meraih kedua tangan istrinya, lalu mendekatkan wajahnya sangat dekat untuk membuat Stela refleks menahan napas.
“Tapi aku cuma manja sama kamu,” bisiknya.
Pipi Stela langsung memerah saat mendengar gombalan maut dari suaminya.
“Sudah, berdiri situ. Jangan bergerak.”
Mehmet langsung berdiri tegak seperti tentara yang dipanggil komandannya.
Stela mengambil kemeja putih tipis yang sudah ia siapkan tadi, lalu menariknya ke arah Mehmet.
“Mundur sedikit,” ucap Stela.
Mehmet mundur setengah langkah. Masih menatapnya intens.
Stela membuka kancing kemeja itu, lalu memakaikannya pada suaminya perlahan.
Mehmet tidak berkedip. Bahkan napasnya terdengar sedikit lebih lambat dari biasanya.
“Met, jangan lihat aku seperti itu,” protes Stela sambil menahan degup jantungnya sendiri.
“Aku lihat istriku sendiri. Masa nggak boleh?” jawab Mehmet santai, tapi nada suaranya rendah dan dalam.
Stela pura-pura mendengus sebal agar tidak terlihat gugup.
Ia merapikan kerah kemeja suaminya, menepuk bahunya, lalu mundur selangkah.
“Oke. Selesai.”
Mehmet menatap ke bawah, melihat tangannya yang masih menggenggam jari Stela.
“Belum selesai,” katanya.
“Apanya yang belum?”
Mehmet menarik pinggang istrinya sampai tubuh Stela menempel pada dadanya.
“Belum dapat bonus dari istriku.”
Stela membelalakkan matanya saat mendengar perkataan dari suaminya.
“Apa lagi bonusnya?” tanya Stela.
Mehmet menundukkan kepalanya dan mencium kening Stela.
“Yang itu,” ucap Mehmet sambil tersenyum kecil.
Stela memalingkan wajah, pura-pura marah padahal hatinya meleleh.
“Sudah, ayo pergi sebelum matahari tenggelam!” serunya sambil memutar badan.
Mehmet meraih kamera kecil yang ia siapkan, lalu menggandeng tangan istrinya erat.
“Ayo, sayang. Kita ke Pantai Kuta. Hari ini milik kita.”
Mereka keluar kamar hotel sambil bergandengan tangan menuju ke pantai Kuta.
Sesampainya di pantai Kuta, Stela berlari menuju ke penjual lumpia yang viral di medsos.
"Sayang, kamu kesini buat beli ini?" tanya Mehmet.
Stela menganggukkan kepalanya sambil berdiri antri di penjual lumpia.
"Kita beli ini dulu, Met. Setelah itu kita duduk di sana sambil melihat ombak." jawab Stela.
Sekarang gilirannya yang maju dan ia memilih lumpia, tempe, tahu dengan saus yang pedas
"Beli empat porsi ya, Bu." ucap Stela.
Mehmet mengangkat alisnya tinggi-tinggi saat mendengar perkataan Stela.
“Empat porsi? Kamu lapar atau kamu mau makan buat satu keluarga besar, sayang?”
Stela hanya menoleh sebentar, wajahnya polos tapi matanya berbinar bahagia.
“Aku mau dua. Kamu satu. Satu lagi buat jaga-jaga.”
Mehmet terkekeh pelan sambil menatap wajah istrinya yang menggemaskan.
“Jaga-jaga apa? Kalau kamu tiba-tiba lapar lagi?”
Stela mengangguk-anggukkan kepalanya sambil melirik ibunya yang sedang meracik pesanannya.
“Betul.”
Ibu penjual lumpia itu tersenyum melihat tingkah mereka.
“Wah, harmonis sekali kalian, Nak. Bulan madu, ya?”
Stela buru-buru menggeleng, pipinya memanas.
“E-eh, bukan, Bu. Kami cuma liburan, Bu.”
Mehmet malah merangkul pinggang istrinya di depan penjual lumpia itu dan mengangguk bangga.
“Iya, Bu. Lagi honeymoon. Istri saya ini pemalu.”
Stela mencubit pinggang suaminya pelan.
“Mehmet!"
Ibu Penjual tertawa kecil dan memberikan pesanan Stela yang sudah selesai.
Kemudian Stela memberikan uang kepada Ibu penjual lumpia.
"Ini kembalian, Nak. Bayar tiga saja. Yang satu saya gratis kan."
“Loh, Bu. Kok gratis satu?”
Ibu penjual tersenyum hangat sambil melirik cepat ke arah Mehmet yang masih merangkul pinggang istrinya.
“Soalnya Ibu senang lihat kalian. Langka sekali lihat pasangan yang mesra tapi nggak berlebihan. Apalagi suaminya perhatian begini.”
Mehmet tersenyum tipis, mencondongkan sedikit badan.
“Terima kasih banyak, Bu. Lumpianya wanginya enak sekali.”
Stela menerima plastik berisi lumpia dan tempe goreng itu, lalu membungkuk sedikit sebagai bentuk terima kasih.
“Terima kasih, Bu. Doain kami langgeng ya,” ucapnya pelan.
Ibu penjual tersenyum sambil mengangguk penuh doa.
“Amin, Nak. Semoga kalian saling jaga dan saling sayang terus.”
Stela menggandeng tangan Mehmet dan menariknya menuju tepi pantai, tepat di dekat tempat duduk kecil dari anyaman bambu.
Ombak sore itu tenang, angin sejuk menerbangkan sedikit rambut Stela, dan sinar matahari mulai menguning.
Mehmet duduk duluan, lalu menarik lengan Stela agar duduk di sampingnya.
“Kemari,” ucap Mehmet lembut.
Stela menyerahkan satu porsi lumpia pada Mehmet, lalu membuka porsinya sendiri.
Mehmet menggigit lumpia itu dan menikmati lumpianya.
“Enak sekali. Nyesel cuma pesan satu.”
Stela menoleh cepat sambil memeluk plastik makanannya.
“Kamu nggak boleh ambil punyaku!”
Mehmet menahan tawanya sampai bahunya sampai bergerak.
“Baru saja sampai Bali sudah pelit sama suaminya?”
“Ini bukan pelit, Met. Tapi, Ini menjaga keamanan makanan.”bantah Stela sambil mendekap makanannya seperti harta karun.
Mehmet mendekat pelan dan kembali menggoda istrinya.
“Kalau aku minta baik-baik?”
Stela pura-pura tidak mendengar perkataan dari suaminya.
“Permisi, ini namanya memancing keributan di Kuta.”
Mehmet tiba-tiba meraih pipi Stela dengan satu tangan, mengangkat wajah istrinya agar menatapnya.
“Sayang…”
Stela menelan salivanya dan jantungnya berdegup kencang.
“W-what?”
Mehmet menyenderkan keningnya ke kening Stela, napasnya hangat.
“Boleh aku minta satu?”
Stela membeku beberapa detik dengan matanya berkedip-kedip.
Kemudian ia memasukkan lumpia ke mulut Mehmet dengan cepat seperti memberi makan burung.
“Tuh! Satu! Jangan minta lagi!”
Mehmet langsung tertawa kecil sampai bahunya naik turun menahan tawa.
“Kenapa kamu sangat lucu sekali sih?”
“Diam, makan sana!” Stela memalingkan wajah, tapi pipinya merah.
Mehmet terus menatapnya dengan senyum lembut lama sekali, sampai akhirnya Stela menyenggol lengannya.
“Jangan lihat aku begitu, nanti aku jadi salah tingkah.”
Mehmet mengusap kepala istrinya yang masih menikmati lumpianya.
“Biar salah tingkah. Aku suka lihatnya.”
Stela menutupi wajah dengan kedua tangannya.
“Mehmet…”
“Ya?”
"I love you, Met."
Mehmet yang mendengarnya langsung memeluk tubuh istrinya.
"I love you too, Stela."
Mereka berdua kembali menikmati matahari tenggelam di pulau Kuta.