 
                            Feylindita adalah seorang wanita cantik yang berprofesi sebagai seorang agen rahasia yang bekerja di bawah pusat keamanan negara. Keahlian menembak dan bela diri yang luar biasa, membuatnya menjadi salah satu agen rahasia yang sangat di andalkan. Tak ada yang mengetahui tentang pekerjaannya, termasuk keluarga bahkan suaminya sendiri.
Ia menikah dengan Giantara Aditama seorang CEO sebuah Mall ternama melalui perjodohan. Tepatnya Feylin 'Dijual' pada keluarga Aditama oleh sang paman yang merawatnya sejak kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan.
Namun ia beruntung karena memiliki mertua dan ipar yang baik. Cobaannya hanyalah suami yang selalu bersikap dingin dan cuek padanya.
Apakah hubungan pernikahan mereka akan membaik?
Apakah keluarganya akan mengetahui pekerjaannya yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernanda Syafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Duka Mendalam
Gian dan Fey saling menatap. seolah tak percaya dengan apa yang mereka dengar barusan dari Mama Mila.
"Mama bercanda? Kemarin Oma baik - baik aja, kok." Kata Gian yang baru mengunjungi Omanya kemarin siang.
"Bener, Gian. Lihat itu semua orang menangis karena Oma udah gak ada." jawab Mama Mila.
Gian terdiam, netranya nampak kosong melihat ke arah keluarganya yang sesenggukan.
"Kak Gian." Lirih Fey sambil mengusap lengan Gian.
Tak lama kemudian, Kak Gita bersama beberapa perawat keluar dari ruang ICU dengan mendorong bed yang di atasnya terbujur jenazah yang di tutupi kain putih.
Kak Gita nampak berjalan dengan sangat lesu. Netranya masih terlihat sembab, tentu saja ia habis menangis. Menangisi kepergian mendadak Oma Rita yang juga dekat dengannya.
Mereka semua berjalan beriringan menuju ke kamar jenazah. Mengiringi jenazah Oma Rita yang sedang di persiapkan untuk menuju ke rumah duka.
"Ssshh aduh..." Lirih Fey saat tangan Gian merangkulnya. Ia menggerakkan bahunya, berusaha menyingkirkan tangan Gian.
"Kenapa, Sayang?" Tanya Gian yang di jawab gelengan oleh Fey.
"Kenapa? lengan kamu sakit?" Tanya Gian yang tak percaya begitu saja.
"Gak apa - apa, Kak." Jawab Fey berusaha menghindar.
"Jangan bohong, Fey." Gian menatap tajam ke arah Feylin yang menghindari pandangan Gian.
"Lihat ini darah." Kata Gian saat memperhatikan blazer Fey yang terdapat rembesan darah.
Gian kemudian menarik tangan Fey dan membawanya ke kamar mandi yang berada tak jauh dari kamar jenazah.
"Kak! Apaan sih? Mau ngapain?" Tanya Fey yang berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Gian.
"Lengan kamu kenapa? Aku mau lihat." Ujar Gian dengan tatapan bak harimau yang akan menerkam mangsanya.
Melihat tatapan menyeramkan suaminya, Fey hanya bisa pasrah dan diam. Gian kemudian membuka blazer yang di kenakan Fey, dan mendapati luka sobek yang masih menyisakan bekas darah di lengan atas Istrinya.
"Astaga, Fey! Kamu abis ngapain sih? Lihat lengan kamu sobek gini, tapi kamu diem aja?" Omel Gian karna terkejut.
"Kena paku di lemari berkas." Lirih Fey yang berkilah.
"Kenapa gak bilang sama aku dari tadi, Fey? Kamu nahan sakit karna luka kayak gitu dari tadi?" Tanya Gian.
"Maaf, Kak. Aku kira cuma lecet biasa." Jawab Fey yang mencari aman. Gian sendiri hanya bisa menghembuskan nafas panjang mendengar jawaban istrinya.
"Kita ke IGD dulu." Kata Gian dengan suara tertahan karna menahan emosi.
Gian kemudian menutupi badan istrinya yang hanya memakai kemeja tanpa lengan itu dengan blazer yang tadi di pakai oleh Fey.
"Gak usah di pake, nanti lukanya kegesek - gesek blazer." Ujar Gian sembari perlahan membenahi blazer yang di kenakan fey.
Fey hanya bisa menatap wajah Suaminya yang bersikap lembut padanya, walau kilatan kekesalan nampak jelas di netranya.
Ada perasaan haru dan bahagia di sudut hatinya walaupun ia juga merasa takut karena Gian yang sedang menahan kesal.
Gian kembali merangkul bahu Fey tanpa menyentuh lukanya kali ini. Ia berjalan perlahan, menjaga agar Fey tak merasakan sakit sampai di IGD.
"Sakit?" Tanya Gian untuk yang ke sekian kalinya.
"Enggak, Kak." Jawaban yang sama dari Fey untuk yang kesekian kalinya pula.
Setelah sampai di IGD, Fey langsung mendapat perawatan pada lukanya. Perawat yang ada di sana mulai menjahit luka di lengan Fey.
Fey hanya terdiam, wajahnya datar seolah tak merasakan rasa sakit sama sekali. Lima jahitan ia dapatkan di lengannya kali ini. Justru Gian yang nampak sesekali meringis seperti menahan nyeri saat melihat jarum menembus kulit Fey.
"Are you O.K, Sayang?" Tanya Gian sembari merapikan anak rambut di wajah Fey.
"I'm O.K." Jawab Fey dengan senyuman tipis.
"Kak..." Lirih Fey sambil menatap pria yang berdiri di sampingnya.
"Ya, Sayang?"
"Jangan bilang Mama dan Papa, ya? Aku gak mau bikin Mama dan Papa khawatir." Pinta Fey.
"Iya." Jawab Gian yang kemudian membantu Fey mengenakan blazernya.
Mereka segera kembali ke kamar jenazah untuk bergabung dengan keluarga yang berkumpul. Sesampainya di sana, semua sudah siap menuju ke rumah duka.
"Kalian dari mana?" Tanya Papa Abraham.
"Gian habis beli obat sakit perut, Pa." Jawab Gian.
"Kamu sakit, Ian?" Tanya Mama Mila.
"Hm'm sepertinya karna yoghurt. Sekarang udah gak apa - apa kok." Dusta Gian untuk menepati janji pada Istrinya.
...****************...
Gian menatap wajah damai Oma Rita dengan tatapan sendu. Wajar saja, sejak kecil ia lebih sering bersama Oma Rita saat Papa Abraham dan Mama Mila sibuk bekerja. Jarak rumah mereka dulu yang berdekatan, membuat Gian dan Gita sangat sering berada di rumah Oma Rita.
Fey hanya bisa menatap pria yang duduk di sampingnya. Duka terlihat menyelimuti wajahnya kendati ia hanya diam. Fey tau, sedekat apa Gian dan Oma Rita dan Fey pun merasa kehilangan sosok Oma Rita yang sangat menyayanginya.
"Kak Gian..." Lirih Fey sambil memegang lengan Gian.
"Ya?" Jawab Gian lirih.
"Menangis saja kalau mau menangis. Jangan di tahan, karna cuma bikin dadamu sesak. Ada saat dimana kamu bisa terlihat lemah, it's O.K." Lirih Fey sambil mengusap - usap punggung Gian.
Gian tersenyum tipis, lalu memeluk tubuh Fey yang lebih kecil darinya. Ia kemudian membenamkan wajahnya di bahu Fey.
Pria itu menangis tanpa suara, hanya gerakan naik turun di punggungnya, yang dapat menggambarkan bagaimana jerit tangis yang ia tahan.
Fey terus mengusap - usap punggung Gian, berharap usapan lembutnya akan membantu memberi sedikit ketenangan. Fey pun meneteskan air mata, ikut menangis dalam diam bersama Suaminya.
Ia sangat mengerti bagaimana rasanya kehilangan orang yang di cintai. Ia pun sudah mengalaminya belasan tahun lalu saat kedua orang tuanya meninggalkan ia sendirian di dunia yang keras ini.
Fey nampak sesekali masih meneteskan air mata saat prosesi pemakaman Oma Rita. Gian sendiri nampak jauh lebih kuat kini, setelah puas menangis dalam pelukan Fey tadi. Lengan kokoh pria itu masih terus merangkul bahu Istrinya, seolah tak ingin jauh dari sosok sang Istri.
itu Setelah acara pemakaman selesai, mereka kembali ke rumah masing - masing. Suasana duka masih saja terasa. Sedari pulang, Gian masih berada di kamarnya.
Fey berdiri di depan pintu kamar Gian. Ia menarik nafas beberapa kali, nampak ragu untuk mengetuk pintu kamar Gian. Pada akhirnya, ia pun memberanikan diri mengetuk pintu kamar yang sedari tadi tertutup itu.
Tok... Tok...
"Kak Gian..." Panggil Fey sembari mengetuk pintu kamar Gian.
Tak lama, terdengar suara knop pintu yang terbuka. Gian keluar dengan wajah yang terlihat lelah. Tanpa bicara, tiba - tiba Gian memeluknya erat, hingga membuat Fey mematung dalam pelukan Gian.
jgn d gntung yaa
q pdamu thor 😃
lg seru2ny nic
Gian lucuuu 😃
mkin sru critanya