Sandy Sandoro, murid pindahan dari SMA Berlian, di paksa masuk ke SMA Sayap Hitam—karena kemampuan anehnya dalam melihat masa depan dan selalu akurat.
Sayap Hitam adalah sekolah buangan yang di cap terburuk dan penuh keanehan. Tapi di balik reputasinya, Sandy menemukan kenyataan yang jauh lebih absurb : murid-murid dengan bakat serta kemampuan aneh, rahasia yang tak bisa dijelaskan, dan suasana yang perlahan mengubah hidupnya.
Ditengah tawa, konflik, dan kehangatan persahabatan yang tak biasa, Sandy terseret dalam misteri yang menyelimuti sekolah ini—misteri yang bisa mengubah masa lalu dan masa depan.
SMA Sayap Hitam bukan tempat biasa. Dan Sandy bukan sekedar murid biasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vian Nara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17 : Bela diri dan Anugrah Fisik
"Anak muda sepertimu—aku puji tekadnya. Tapi, akulah yang akan menang." OB membuang puntung rokok dan membenarkan topi koboi miliknya. Setelahnya dia melakukan peregangan serius.
BUK!
Bagas memukul Lima dengan sangat keras. Pertarungannya hanya berlangsung selama enam menit. Lima tumbang tidak berdaya di lantai.
"Berisik! Kalau mau bertarung, lebih baik langsung saja kau lakukan!" Bagas berseru.
"Kalo lu cuman banyak ngomong. Lu bakal bernasib sama seperti keroco yang udah gua hajar ini." Bagas menunjuk ke arah Lima yang telah pingsan.
"OHH.. Kau sombong juga ternyata." OB dengan santai terus melakukan peregangan.
"Sekarang persiapkan dirimu. Kita lihat siapa sebenarnya yang terkuat di antara orang dengan kemampuan memperkuat fisik." OB selesai peregangan.
WUSH! OB mulai berlari cepat.
TAP!
TAP!
DUK! Kombinasi kecepatan dan tendangan milik OB sangat mematikan. Bagas terguling ke lantai.
Dia cepat dan juga akurat. Kekuatan dua kali lipat dariku (Bagas mengeluh)
"Sudah terkapar saja, anak muda. Ternyata yang banyak bicara itu adalah kau." OB menunjuk ke arah Bagas.
"BERISIK BAJINGAN!" Bagas berteriak lalu bangkit berlari menuju tempat OB berdiri.
DUK! Tendangan ke arah Wajah di daratkan. Hampir saja Bagas berhasil membuat OB merasakan sakit. OB berhasil menangkis tendangan Bagas dengan mudah.
"Lemah sekali." Wajah OB berubah menjadi sangat serius dan terlihat menakutkan.
"Gua belum selesai!" Bagas kembali berteriak.
Bagas mendaratkan kembali tendangan dengan memutarkan tubuhnya.
DUK! Meleset.
DUK! Bagas berhasil melepaskan kakinya yang di tangkap oleh OB.
"Ini baru saja di mulai, Pak Tua." Bagas meregangkan tangannya hingga sampai terdengar bunyi tulang yang seperti di adu.
BUK! Bagas memukul, tapi berhasil OB tangkis.
BUK! Lagi.
DUK! Lagi.
Berkali-kali Bagas terus melakukan serangan kepada OB. Tendangan, pukulan dan kombinasi Anatar keduanya satupun belum ada yang mempan.
"Gerakanmu masih banyak yang kaku." Ujar OB dengan wajah yang datar.
BUK! Pukulan Telak OB mengenai perut Bagas.
DUK! OB menendang kepala Bagas hingga membuatnya sempoyongan.
"Ayolah, kau tidak akan kalah dan mati semudah itu, kan? Cepat buat aku terhibur." Kini berganti Bagas yang harus bertahan.
BUK! Pukulan keras menghantam tangan Bagas karena menahan.
BUK! BUK! BUK! OB sama sekali tidak memberikan kesempatan untuk Bagas bergerak dengan mudah.
DUK! Bagas di buat termundur beberapa meter karena tendangan keras OB.
Lebam-lebam sudah mulai terlihat dari Bagas. Meskipun kuat—tidak akan merasakan sakit jika terkena peluru, benda tajam dan sebagainya.. Racun serta orang berkemampuan dengan kemampuan yang sama lain lagi ceritanya.
Sial! Pukulan dan tendangan di luar dugaanku. Dia bukan lawan yang sembarangan. Aku harus bisa melampaui batasku. (Bagas memegangi bagian lebam yang terasa sakit)
"Aku juga tidak akan menyerah!" Bagas mulai menendang.
DUK! Tendangan pertama berhasil di tangkis OB.
DUK! DUK! Masih sama.
DUK! DUK! DUK! DUK! Tendangan kombinasi Bagas yang di akhiri dengan kedua kakinya menendang, berhasil mengenai bagian dada OB.
"Lumayan." OB menepuk-nepuk debu di bagian baju yang terkena tendangan Bagas.
"Perlu kau ketahui, level kita jauh berbeda." OB menatap Tajam Bagas.
CTAR! Petir menyambar dengan pola acak. Tembok-tembok dan lantai sudah banyak yang retak di buatnya.
CTAR!
Petirnya semakin cepat. Yang harus aku waspadai hanyalah Lala. Empat sudah aku buat pingsan dalam jangka waktu yang lama. Obat itu sepertinya belum sempurna. Nara mungkin akan sependapat denganku. (Bora terus menghindar Sambaran petir milik Lala)
Sekilas aku melirik ke arah tempat pertarungan Nara. Dia sudah berhasil membuat tumbang B dan Dua. Bagas masih kesulitan dengan OB, tapi aku tidak bisa melihat pertarungan Sandy dan P dengan jelas. Mereka bertarung di udara dengan kecepatan yang luar biasa cepat. (Bora melakukan akrobatik ketika petir Lala hampir menyambarnya dari bagian depan.)
"Aku harus berpikir keras. Petirnya sangat berbahaya. Aku bisa menotoknya agar pingsan, tapi aku belum tahu apakah tubuhnya itu di lindungi oleh aliran listrik atau tidak?" Gumam Bora.
CTAR!
"Kau akan mati di sini!" Lala terus menyambarkan petir.
"Jika belum di coba, kita tidak akan pernah tahu!" Bora berlari kencang ke arah Lala.
"Kau mendatangi ajalmu sendiri."
CTAR!
CTAR!
"Cobalah lebih keras! Begini saja tidak cukup untuk menghentikanku!" Bora melakukan akrobatik kembali untuk menghindari Sambaran petir dari arah depan.
CTAR!
Bora melompat menghindari petir dan ke arah belakang Lala.
TOK! Bora terkejut. Saat mencoba menotok Lala dari arah belakang seolah tubuh gadis tersebut di selimuti oleh aliran listrik.
Sudah aku duga, dia pasti mempunyainya (Bora mundur menjaga jarak dengan sangat cepat)
"Kau tidak akan pernah menyakitiku, tahu. Petir telah menjadi satu denganku. Aku adalah petir itu sendiri." Lala menatap Bora dengan tatapan sombong.
"Sombong selalu datang di awal dan pada akhirnya menemui kekalahannya sendiri." Bora menimpali perkataan Lala.
"Diam kau!"
CTAR! Pisau petir terbuat. Lala kini memegang senjata yang amat berbahaya dan siap menyerang.
"Pisau petir ini bisa membunuhmu dengan cepat!" Lala menerjang Bora.
WUPS!
WUPS!
"Gerakanmu memang cepat, tapi sangat tidak akurat dan tidak beraturan." Kata Bora sembari mengindari tusukan pisau petir Lala.
CTAR!
Bora melakukan akrobatik lagi karna Sambaran petir kejutan dari dekat yang di lakukan oleh Lala.
"Sial! Cepat matilah!" Lala kembali menyerang Bora dengan pisau petir miliknya.
WUPS!
"Terprovokasi oleh lawanmu, itu sangat buruk bagi seorang ahli petarung, loh." Bora melakukan kayang karena Hujaman pisau petir Lala dark arah depan secara bersamaan.
"Maaf, Bagas. Aku harus sedikit melukai adikmu." Ujar Bora dengan suara sedikit lantang.
"Apa?!" Bagas bertanya karena tidak dengar.
BUK! Pukulan OB di tangkis oleh Bagas dengan sangat cepat.
"Oi, Kau sedang lihat apa, hah?!" OB dengan wajah seram.
DUK! Bagas mencoba menendang mengenai kepala OB, tapi gagal.
"Kau hanya beruntung bisa menendang perutku di saat aku lengah. Kali ini tidak akan ada ampun bagimu, Bocah tengik!" OB secara brutal dan bertubi-tubi meluncurkan pukulan serta tendangan nya kepada Bagas hingga membuat remaja itu kesusahan.
"Kalo tidak ada jawaban, aku anggap, iya!" Bora berseru.
WUPS!
WUPS!
CTAR!
Serangan Lala tidak memberikan Bora untuk bergerak dengan mudah. Bora hanya bisa terus menghindar kesana dan kemari.
Aku sudah tahu pola serangannya. Aku hanya tinggal menunggu timing yang tepat untuk melakukan gerakan pembeku sel saraf. Bisa saja aku buat pingsan, tapi entah kenapa rasanya hatiku mengatakan untuk jangan melakukan hal tersebut. (Bora berbicara sendiri dengan ragu)
"Belum di coba, belum tahu. Aku akan melakukannya. Ini semua untuk membuka peluang mencapai kedamaian orang-orang berkemampuan dengan lebih besar. Aku harus bisa!" Bora sangat yakin.
TAP!
TAP!
Bora berlari dengan cepat dan lincah—mencoba mengoceh Lala yang terus menyambarkannya petir dan menyerangnya dengan pisau petir
WUPS!
WUPS!
SRUT~~ Bora melakukan gerakan sleding dan menotok satu titik bagian saraf milik Lala di daerah kakinya.
Analisisku mengatakan, jika orang tersebut mempunyai sebuah aliran energi kuat.. Maka kemungkinan besar ada delapan titik yang harus di totok.
Pusar, bagian punggung ada dua, kaki kiri, kanan dan begitu juga tangan. Satu sudah. Tinggal tujuh lagi. (Bora menyidik dengan seksama titik yang sedang di targetkannya.)
BWAR!
BWAR!
P terus membuatku di kejar-kejar oleh bola-bola api yang sangat panas. Tendanganku yang mengenai kepalanya telah memancing sebuah murka dari dalam dirinya.
WUSH! P melesat cepat ingin menangkapku
TAP! TAP! TAP! Aku menghindar dengan sangat cepat. Kemampuan waktuku sangat membantu.
Jam-jam yang aku pijak sama sekali tidak bisa di lihat selain oleh diriku sendiri, jadi orang berpikir saat ini aku sedang melayang di udara padahal ada jam-jam yang selalu muncul setiap kali ingin bergerak.
Aku berlari? Iya dan tidak. Jika orang lain yang melihatnya maka aku seperti melesat cepat begitu saja dan bahkan saat di udara pun begitu juga.
Beda halnya denganku. Aku berlari, tapi di saat ingin melaksanakanya sekelilingku itu terlihat sepert sedikit melambat, jika dalam penglihatanku.
"Kau telah membuatku kesal. Sebaiknya kau berlumuran darah sekarang!" Raut Wajah P semakin merah padam terbakar amarah.
"Tapi ada bagusnya. Tanpa kau yang bisa melukaiku tentu saja itu nilai plus kekuatannya agar aku semakin yakin ingin mengambilnya darimu." P tiba-tiba berubah seratus delapan puluh derajat menjadi tertawa.
WUSH! P dengan cepat sudah berada di belakangku.
"Rasakan ini!" Teriak P.
BWARRR! Bola api raksasa di lemparkan kepadaku.
BUM!!
Bola api raksasa itu menghantam tanah lalu meledak. Angin yang di buatnya sangatlah kuat hingga membuat semua orang hampir di sapu terbang olehnya. Beruntung hanya lantai ruangan saja yang hancur dan membuat lubang besar.
"Bagaimana? Panas?" P bertanya dengan nada meremehkan.
"Merepotkan, sih. Tapi ayolah, katanya kau ingin membuatku mati." Aku mengejek P.
"Mulutmu sepertinya tidak pernah di ajari tata Krama kepada orang yang lebih tua darimu." Ujar P.
"Kalo orangnya sepertimu, mana mungkin aku harus menunjukkan tata Krama." Aku menunjuk P.
Asap mengepul tebal berwarna abu-abu dan menggangu pernafasan.
UHUGH! OB terbatuk-batuk.
"Dia terlalu bersemangat." Kata OB lalu kembali batuk.
"Tetap waspada, jika masih bertarung!" Bagas berseru.
"Sial! Aku lupa masih ada dia." OB terlambat menghindar.
BUK! Pukulan mengenai perut OB.
BUK! Bagas menghantam wajah OB.
BUK! Hook dari Bagas.
BUK! Uppercute sebagai penutup pukulan.
DUK! DUK! DUK! Bagas terus menendang OB tanpa ampun karena lawannya yang sangat tidak siap dan banyak celah yang terbuka lebar.
"Cih, merepotkan." Keluh OB yang ngos-ngosan dan mulai merasakan sedikit sakit dari lebam yang di akibatkan pukulan serta tendangan dari Bagas.
"Lihat apa yang lebih merepotkan." Bagas menunjuk ke arah atas OB.
Sebuah tumpukan tiang besi berjatuhan ke menimpa OB. Berat tiang-tiang besi itu sangatlah berat.
"Ini tidak ada apa-apanya untukku." OB berseru.
"Bagaimana jika dikombinasikan dengan ini!" Bagas berlari kencang lalu menendang lurus perut OB hingga menghantam tembok lalu pingsan.
"Yah, kau juga lumayan om-om keren." Bagas mengepruk-ngeprukan tangannya.
"Tinggal satu lagi." Bora mulai ngos-ngosan.
Satu titik saja lagi yang berada di kepalanya maka Bora berhasil membuat saraf Lala beku sementara.
Pertarungan keduanya sangatlah sengit dan Kini hanya tergantung kepada Bora untuk menyelamatkan Lala.
WUSH!
BUK! Aku dan P adu baku hantam.
DUK! BUK! Jual beli serangan terus terjadi. Kami sekarang banyak melakukan pertarungan dari jarak dekat.
"Hei, nak. Kau tahu sedang berurusan dengan siapa, kan?" Tanya P.
"Bajingan yang hanya bisa melakukan kekejian kepada banyak orang." Jawabku memprovokasi.
BUK! Aku menangkis pukulan P.
DUK! BUK! P menangkis kedua kombinasi seranganku.
BWAR! Bola-bola api milik P kembali di lemparkan kepadaku.
TAP! TAP! TAP! Aku berhasil menghindarinya dengan kemampuan waktuku.
"Sandy!?" Bora berseru memanggilku.
"Gunakanlah benda juga! Kau akan tahu caranya seiring pertarungan berlangsung!" Bora menghindari Hujaman pisau petir Lala.
CTAR!
"Apa? Kau yakin?" Aku berbaik tanya.
"Iya, tentu saja. Mungkin ini juga bisa mengembalikan ingatanmu!" Tambah Bora.
BWAR! Bola api kembali di lemparkan.
"Ingatan?" Tanyaku heran.
"Iya. Selama ini Nayyara, Kak Anastasia dan kekuatanmu—semua pastinya sudah hampir kau lupakan!" Jawab Bora.
Aku mengikuti arahan Bora dan dengan cepat mengambil sebuah batu. Bekas pertarungan antara Johson.
"Apa yang harus aku lakukan?" Tanyaku kepada diriku sendiri.
LUNG!
Bebatuan itu aku lemparkan ke atas, tempat P sedang melayang di udara sembari bersiap menghujani ruangan dengan bola api.
"Sandy berjanjilah bahwa kau akan menikahiku." Nayyara tersenyum kepadaku di suatu tempat.
"Kau itu adik yang manja sekali. Sampai kapan mau di akot kakak terus?" Kak Anastasia mengakotku.
"Tidak peduli dengan nyawaku! Selagi semua orang yang aku cintai selamat, itu sudah cukup untukku!" Aku dengan lantang kepada Bora yang ingin menangkapku dan yang lainnya.
WUSH!
Aku melemparkan bebatuan dengan normal ke atas langit lalu jatuh kembali. Percobaan pertama. Wajar. Percobaan kedua, aku bisa mempercepat laju waktu bebatuan tersebut hingga tidak pernah kembali lagi ke tanah.
TIK!TOK! Aku sudah mulai ingat sekarang.
WUSH! Aku mengarahkan tanganku kepada bebatuan yang aku lemparkan, lalu mataku bersinar dengan warna biru dan bebatuan itu bergerak dengan sangat cepat mengenai telak P serta membuatmua sedikit berdarah.
"Bajingan! Kau.. "
DUK! DUK! DUK! BUK! Aku melakukan kombinasi serangan yang efektif hingga membuat P terhempas jatuh ke tanah dan pingsan.
TOK!
Aku berhasil! (Bora berhasil menotok bagian kepala Lala.)
Lenggang sejenak. Lala hanya mematung sembari berdiri, tapi siapa sangka semua berubah drastis.
ZING! Tubuh P tiba-tiba mengeluarkan sinar kuning silau hingga menembus awan lalu merusak atap ruangan.
WUSH! P kembali terbang dan berhadapan kembali denganku.
"Kau membuatku menjadi sangat serius." P dengan nada datar.
CING! Sebuah laser cahaya menyabet pundakku tipis. Aku menggeram kesakitan karena panas dan seperti benar-benar di sayat.
"CTARRR!" Petir biru menyambar ke arah Lala lalu membungkusnya hingga gadis tersebut di selimuti oleh aliran petir biru. Petir biru yang menyambar membuat atap ruangan berlubang besar.
Firasatku benar. Itu tadi tidak baik. Pembukaan saraf itu justru malah membuka pintu aliran energi yang lebih besar. (Bora menelan ludah)
Nara dan Bagas memperhatikan dari kejauhan.
BUK!
Bagas terpental dan menghantam tembok ruangan hingga berlubang beberapa centimeter.
"Sudah cukup pemanasan. Aku akan lebih serius, nak." OB meregangkan jari-jari tangannya.
"Urusanmu dengan dia, kan? Aku tidak ikut campur." Nara berbicara kepada OB.
"Silahkan menonton saja. Laki-laki harus menyelesaikan masalahnya sendiri-sendiri." Jawab OB.
"Bantu gua Napa?" Bagas menggeram kesakitan karena pukulan yang lebih keras dan kencang dari sebelumnya dari OB.
"Kita akan tunjukkan kekuatan yang sesungguhnya!" Ujara Lala, P dan OB serentak.
(menceritakan yang terjadi di dalam dulu karena di bab sebelumnya hanya terlihat dari luarnya saja.)