NovelToon NovelToon
Suamiku Dokter Sultan

Suamiku Dokter Sultan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda
Popularitas:5.4k
Nilai: 5
Nama Author: omen_getih72

Yang sudah baca novelku sebelumnya, ini kelanjutan cerita Brayn dan Alina.

Setelah menikah, Brayn baru mengetahui kalau ternyata Alina menderita sebuah penyakit yang cukup serius dan mengancam jiwa.

Akankah mereka mampu melewati ujian berat itu?

Yuk baca kelanjutan ceritanya 😊

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon omen_getih72, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22

Alina merasa kondisi tubuhnya jauh lebih baik hari ini. Benar kata suaminya pikiran lah yang kadang menjadi masalah bagi seseorang.

"Adik-adik sudah pulang?" tanya Brayn ketika memasuki kamar.

"Baru saja,” jawab Alina. Menatap suaminya yang mendekat ke tempat tidur dan mencium keningnya. "Memang tidak bertemu di depan?"

"Tidak. Mungkin pas aku naik, mereka turun." Ia membelai wajah istrinya dan memeriksa keadaannya.

"Bagaimana perasaan kamu hari ini."

"Aku merasa lebih baik dari kemarin."

"Alhamdulillah, Sayang. Kalau keadaanmu sudah stabil, lusa boleh pulang."

"Terima kasih. Aku tidak betah di rumah sakit."

Brayn terkekeh. "Sekarang harus betah. Suamimu seorang dokter, yang waktunya lebih banyak di rumah sakit. Malah dapat istri yang tidak suka rumah sakit. Ironis sekali."

Alina menghela napas. Ia tiba-tiba teringat sesuatu.

"Oh iya, aku lihat Zayn hari ini agak lain. Seperti banyak beban pikiran."

"Oh ... dia sedang patah hati. Orang yang dia taksir dilamar orang lain."

"Hah, serius? Siapa namanya? Aisha?"

Brayn mengangguk.

"Kamu kok malah ketawa?"

"Memang harus apa? Menangis?"

"Ya tidak juga. Maksud aku ...."

"Sudahlah, ikhlaskan saja. Mungkin jodohnya ada di tempat lain. Bisa jadi relasi bisnis Papa. Zayn kan akan menggantikan Papa mengurus perusahaan nanti. Biasanya lingkup perjodohan hanya berputar di situ-situ saja. Seperti kamu dan aku. Jodohmu, temannya Ayahmu."

Alina tertawa pelan, ucapan Brayn memang benar adanya.

"Ngomong-ngomong aku agak penasaran, kenapa kamu tidak jadi pengusaha juga dan bantu Papa mengurus perusahaannya?"

Brayn mengulas senyum mendengar pertanyaan itu.

"Karena aku tidak punya hak atas harta Papa. Kalau ada yang berhak, maka itu adalah ketiga Adikku. Mereka lahir dari pernikahan yang sah. Buah cinta Mama dan Papa. Sedangkan aku ...?"

"Apa karena itu kamu memilih jadi dokter?"

"Sebenarnya salah satu alasannya itu, meskipun bukan alasan utama. Secara hukum dan agama, aku tidak berhak menjadi ahli waris Papa. Lagi pula, aku akan merasa jahat kalau mengambil hak adik-adikku."

"Aku mengerti sekarang."

"Khumairah, kamu dan aku sama. Kita sama-sama lahir dari kesalahan orang tua kita. Tapi, aku terus berdoa semoga hal seperti ini terputus di kita. Kita yang tahu sakitnya jadi anak yang tidak bernasab. Alhamdulillah, kamu anak tunggal, jadi tidak perlu merasa berbeda dari saudaramu."

Mata Alina mengembun mendengar kalimat itu. Menyadari betapa lembut hati suaminya.

**

**

Waktu menunjukkan pukul 10 malam ketika Pak Vino tiba di rumah. Kedatangannya pun langsung disambut oleh Bu Resha.

Dahi wanita itu berkerut tipis saat mendapati wajah suaminya yang tampak murung.

Pak Vino meletakkan sebuah paper bag ke atas meja, lalu duduk di sofa dan membuka sepatu.

"Habis dari mana, Mas? Kok baru sampai rumah?" tanya Bu Resha mengingat tadi suaminya berkata akan pulang di jam delapan, namun baru sampai ke rumah dua jam kemudian.

"Aku habis mampir sebentar ke rumah sakit. Niatnya mau bawakan Brayn makanan, takut dia lupa makan. Tapi ...."

"Tapi kenapa? Ada Braynnya, kan?"

"Ada, tapi aku tidak jadi masuk dan langsung pulang." Pak Vino menatap paper bag berisi makanan kesukaan putranya yang ia pesan dari sebuah restoran tadi.

"Loh, kenapa?"

Pak Vino bangkit dari posisi duduknya, ia beranjak dan merangkul pinggang wanita itu.

"Ayo ke kamar. Akan aku ceritakan."

Bu Resha pun mengangguk. Mereka menuju kamar yang berada di lantai atas.

Saat memasuki kamar, Pak Vino lebih dulu masuk ke kamar mandi untuk mencuci tangannya, melihat Bastian sebentar dan mencium bayi mungil yang sedang terlelap di tempat tidur.

"Tabarakallah anak bontot Papa," bisiknya pelan.

Setelahnya ia duduk di sofa dekat jendela. Menatap taman belakang rumah yang dihiasi lampu-lampu indah.

"Ada apa sih, Mas? Sepertinya serius sekali."

"Iya, aku sedang merasa jahat." Pak Vino menghela napas.

Hati Bu Resha semakin dipenuhi pertanyaan tentang apa yang dimaksud suaminya.

"Bisa ceritakan padaku semuanya."

Pak Vino mengangguk. "Ayo duduk."

Ia menepuk tempat di sisinya, meminta Bu Resha ikut duduk di sana.

Dalam sekejap wajah Pak Vino kembali murung, bola matanya dipenuhi cairan bening.

"Bagaimana bisa selama ini aku tidak menyadari kalau anakku memendam perasaannya sendirian? Kenapa aku tidak pernah menyadarinya?"

"Brayn?" tanya Bu Resha menatap suaminya.

"Iya. Aku ke sana membawa makanan untuknya, tapi saat akan masuk ke kamar Alina, aku tidak sengaja mendengar pembicaraan mereka. Brayn memilih menjadi dokter karena merasa tidak berhak menjadi ahli warisku karena lahir sebelum pernikahan. Katanya, dia akan merasa jahat kalau mengambil hak adik-adiknya."

"Ya Allah ... Brayn ...." Bu Resha tergugu mendengar ucapan suaminya.

Dalam hitungan detik matanya mulai berkaca-kaca. Tentu ia paham maksud suaminya.

"Dia merasa berbeda dari adik-adiknya."

Bu Resha menyeka ujung matanya yang mulai basah.

“Dia mengatakan semua itu?"

Pak Vino mengangguk. "Andai dia tahu seberapa besar aku mencintainya. Dia anak sulungku, kebanggaan dan harapanku. Kalau ada anak kesayanganku, maka itu adalah Brayn. Aku mencintai semua anakku, tapi untuk Brayn aku memiliki cinta yang berbeda. Darinya, aku belajar. Dia yang mengikat kita sampai bisa sebahagia sekarang. Aku bahkan masih ingat moment pertama kali menggendongnya saat dia lahir."

"Ini bukan salahnya. Ini salah kita," tutur Bu Resha.

"Hari ini aku benar-benar merasa berdosa terhadap anakku. Kamu tahu Resha, aku bahkan malu untuk masuk ke kamar. Padahal aku ingin sekali memeluknya. Anakku ... Ya Allah ... ternyata selama ini dia menyimpan perasaan seperti itu dan memendamnya sendirian," tutur Pak Vino.

Bu Resha terisak. Mungkin bagi sebagian orang keadaan seperti Brayn adalah hal lumrah. Namun, tidak bagi mereka yang memiliki pengetahuan agama yang baik.

Brayn tentu paham posisinya sebagai anak di luar nikah di mata hukum dan agama.

Hubungan dengan ayah biologisnya terputus, termasuk secara hukum kewarisannya.

"Dia anak sempurna untuk kita, menjadi Kakak yang sempurna untuk adik-adiknya. Aib ini bukan salahnya, ini salahku, dosaku."

***********

***********

1
Maulida Maulida
seru bgt
Maulida Maulida
sedih banget part ini😭 suka bgt cerita nya thor
Yasmin Natasya
up dong thor...
Endang 💖
pasti itu akal2n Siska tu hasilnya
DozkyCrazy
dasar siskamling
Endang 💖
jahat juga rupanya si Siska itu

up lagi thor
DozkyCrazy
pasti si siskamling
DozkyCrazy
syukaaa sama cerita author 😘
DozkyCrazy
Alhamdulillah
ovi eliani
Ya Allah semoga benar cuma anemia aja, tidak ada penyakit yg lain, cepat sembuh ya pengantin baru sehat 2, ya, semangat thor
Yasmin Natasya
lanjut Thor...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!