NovelToon NovelToon
Elegi Grilyanto

Elegi Grilyanto

Status: sedang berlangsung
Genre:Janda / Keluarga / Suami ideal / Istri ideal
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Elegi Grilyanto adalah kisah penuh haru yang dituturkan oleh Puja, seorang anak yang tumbuh dengan kenangan akan sosok ayah yang telah tiada—Grilyanto. Dalam lembaran demi lembaran, Puja mengajak pembaca menyusuri jejak hidup sang ayah, dari masa kecilnya, perjuangan cintanya dengan sang ibu, Sri Wiwik Budi, hingga tantangan pernikahan mereka yang tak selalu mendapatkan restu. Lewat narasi yang jujur dan menyentuh, kisah ini bukan hanya tentang kehilangan, tapi juga tentang mengenang, menerima, dan merayakan cinta seorang anak kepada ayahnya yang telah pergi untuk selamanya.
real Kisah nyata

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17

Sudah tujuh hari berlalu sejak Grilyanto dan Sri tiba di Magelang.

Dalam waktu yang singkat itu, banyak hal telah terjadi tak hanya hubungan antara suami dan istri yang semakin erat, tetapi juga ikatan yang tumbuh perlahan antara Sri dan ibu mertuanya.

Keheningan di hari pertama kedatangan telah tergantikan oleh tawa hangat saat memasak bersama, berbelanja di pasar, hingga cerita-cerita ringan yang mengisi waktu malam di teras rumah tua itu.

Pagi itu, matahari menyusup perlahan di sela-sela daun jendela kamar.

Sri sudah bangun lebih dulu, melipat pakaian dengan rapi ke dalam tas besar.

Di meja, sudah tertata oleh-oleh dari ibu: getuk trio warna-warni khas Magelang, tape ketan dalam bungkusan daun jati, dan keripik paru buatan sendiri.

Semua dibungkus rapi dengan kain batik, diselipkan dengan secarik kertas kecil bertuliskan, “Untuk bekal di Surabaya. Semoga kalian sehat dan rukun selalu – Ibu.”

Grilyanto masuk ke kamar sambil membawa dua gelas teh hangat. “Sudah siap, Sri?”

Sri menoleh dan tersenyum kecil. “Sudah, tinggal nunggu Mas mandi.”

Tak lama kemudian, ketujuh saudara Grilyanto datang membantu menurunkan barang-barang ke halaman.

Ibu berdiri di depan pintu, mengenakan kebaya cokelat tua dan kerudung tipis. Tangannya sibuk menyeka air mata yang enggan berhenti.

“Sri, jaga Gril baik-baik ya. Kalau kalian ada waktu, pulanglah lagi. Rumah ini jadi hangat sejak kalian datang,” ucap ibu lirih sambil memeluk menantunya.

Sri memeluk balik, mengangguk dengan mata basah.

“Terima kasih, Bu... untuk semuanya.”

Grilyanto menggenggam tangan ibunya. “Doakan kami, Bu. Di Surabaya nanti, kami akan terus berjuang.”

Sebelum naik ke angkot menuju terminal, mereka saling melambai. Ibu berdiri paling depan, memeluk tas kecil berisi daster yang kemarin dibelikan Sri untuknya.

Di dalam angkot, Sri menoleh ke arah rumah yang semakin menjauh. “Mas... terima kasih sudah membawaku ke Magelang.”

Grilyanto tersenyum, menatap istrinya dengan penuh rasa.

“Terima kasih juga karena sudah membuat rumahku terasa lebih hangat.”

Perjalanan pulang ke Surabaya baru dimulai, tapi hati mereka sudah penuh dengan cinta, kenangan, dan harapan baru yang akan dibawa dalam kehidupan rumah tangga mereka ke depan. Dan di dalam tas oleh-oleh dari ibu, bukan hanya makanan khas Magelang yang mereka bawa pulang tetapi juga restu dan cinta dari seorang ibu untuk kehidupan baru anaknya.

Sore di Bumiarjo datang perlahan, menembus sela-sela jendela rumah kontrakan kecil yang sederhana namun penuh cinta.

Udara Surabaya menyambut pasangan muda itu dengan lembut.

Di atas ranjang kayu berlapis kain sprei bermotif bunga-bunga, Grilyanto dan Sri baru saja terbangun dari tidur lelap mereka.

Sesampainya di rumah, mereka merebahkan tubuh ke tempat tidur.

Keletihan setelah perjalanan panjang Magelang–Surabaya masih terasa di tubuh mereka.

Namun cinta dan kehangatan rumah tangga

menghapus rasa lelah itu.

“Sri... ayo, aku sedang ingin,” bisik Grilyanto pelan, matanya menatap dalam, penuh cinta dan rindu.

Sri tersenyum malu-malu, lalu bangkit perlahan dan mematikan lampu kamar.

Dalam gelap yang hangat, keduanya saling merengkuh, merayakan kebersamaan dan cinta yang tak hanya bertumbuh, tapi juga menguat.

***

Keesokan paginya, kehidupan berjalan seperti biasa. Matahari pagi menyelinap ke sela-sela ventilasi rumah kontrakan mereka, membentuk garis-garis cahaya yang jatuh di lantai semen.

Grilyanto bersiap dengan seragam kerjanya, menyisir rambutnya di depan cermin kecil yang tergantung di dinding.

“Sri, aku berangkat dulu ya,” katanya sambil menyambar tas kerja.

Sri, yang sedang berdiri di dapur dengan daster dan apron lusuhnya, menoleh dan tersenyum.

“Sarapan dulu, Mas. Aku masak nasi goreng sisa ayam semalam.”

Di atas meja makan kecil dari kayu, nasi goreng terhidang bersama teh manis panas dalam dua gelas kaca.

Bau bawang putih goreng menyatu dengan aroma sambal yang Sri buat semalam.

Grilyanto duduk, menyantap makanan sederhana itu dengan lahap.

“Enak, Sri. Seperti biasa,” puji Grilyanto dengan mulut penuh.

Sri hanya tersenyum, menatap suaminya dengan rasa syukur.

Setelah Grilyanto berangkat kerja, Sri mulai menjalankan rutinitasnya.

Ia mencuci pakaian dengan tangan di bak belakang, menjemur pakaian di tali jemuran yang direntangkan dari dinding ke pagar, lalu masuk ke dapur untuk menyiapkan makan siang.

Panci kare ayam masih ada di rak, dan ia mengambil sebagian untuk dihangatkan.

Sayur bening bayam juga sudah ia siapkan, dan sambal terasi ia ulek perlahan dengan cobek batu.

Di sela kegiatan itu, Sri menyeka peluh dari keningnya dan memandangi foto kecil mereka berdua yang menempel di dinding dengan isolasi bening.

Foto sederhana dari pernikahan mereka di Ngagel. Di situ, ia melihat senyum Grilyanto dan senyumnya sendiri.

Ia tahu, rumah kontrakan ini mungkin kecil. Tapi hati mereka besar, harapan mereka tinggi, dan cinta mereka tak pernah kekurangan.

Hari itu berjalan perlahan. Tapi bagi Sri dan Grilyanto, hari-hari seperti ini adalah bukti bahwa bahagia tidak selalu harus megah.

Kadang, cukup dengan sepiring nasi goreng, secangkir teh, dan tempat tidur sempit di rumah kecil yang hangat oleh kasih.

Pagi itu langit Surabaya tampak mendung, udara sedikit lebih sejuk dari biasanya.

Sri baru saja selesai mencuci piring dan menyapu halaman kecil rumah kontrakan di Bumiarjo saat terdengar suara ketukan pelan di pintu.

Tok… tok… tok…

Sri berjalan cepat dan membuka pintu. Betapa terkejutnya ia saat melihat ibunya berdiri di ambang pintu, membawa tas jinjing kain dan wajah yang tampak letih.

“Ibu…?” ucap Sri pelan, kaget dan senang sekaligus.

Ibunya mengangguk. “Iya, Sri. Boleh ibu masuk?”

Tanpa menunggu jawaban, Sri meraih tas ibunya dan mempersilakannya duduk di kursi tamu. Ia menuangkan air putih ke gelas dan segera menyuguhkannya.

“Kenapa nggak kabari dulu, Bu? Saya bisa jemput Ibu,” Sri bertanya sambil duduk di sebelah ibunya.

Ibunya menarik napas panjang, wajahnya muram.

“Ibu tadi naik becak dari Ngagel. Heri… anakmu itu, Sri… makin hari makin susah diatur.”

Sri terdiam. Matanya mulai berkaca-kaca.

“Ibu sudah sabar. Tapi akhir-akhir ini Heri pulang sekolah langsung main sampai maghrib. Nggak mau mandi, nggak mau makan kalau nggak dipaksa. Sekali ibu tegur, dia malah membentak.”

Sri tertegun, hatinya sakit mendengar kata-kata itu.

“Ibu bukannya nggak mau bantu, Sri. Tapi Heri itu anakmu. Dan sekarang dia butuh kehadiran ibunya. Dia bingung, sejak kamu menikah dia merasa ditinggalkan.”

Sri menunduk. Dalam hatinya, ada rasa bersalah yang tak bisa dihindari.

“Ibu cuma khawatir. Anak kecil kalau terlalu dibiarkan begitu, bisa jadi liar nanti. Ibu tahu kamu dan Grilyanto lagi susah-susahnya membangun rumah tangga. Tapi Heri itu juga bagian dari hidup kalian.”

Air mata Sri menetes, pelan-pelan.

“Maafkan aku, Bu,” ucapnya lirih. “Aku akan bicara dengan Grilyanto. Aku akan bawa Heri tinggal bersama kami lagi.”

Ibunya mengangguk pelan, lalu menggenggam tangan Sri.

“Bukan untuk menyusahkanmu, Sri. Tapi ini demi kebaikan Heri.”

Di balik dapur, air mendidih di panci, pelan-pelan melepaskan uap ke udara. Hari itu, rumah kecil di Bumiarjo kembali dipenuhi aroma kehidupan yang sesungguhnya—pahit, manis, dan hangat sekaligus.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!