NovelToon NovelToon
Buddha Asura: Sang Pelindung Dharma

Buddha Asura: Sang Pelindung Dharma

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Epik Petualangan / Fantasi Timur / Balas Dendam
Popularitas:11k
Nilai: 5
Nama Author: Kokop Gann

Di puncak Gunung Awan Putih, Liang Wu hanya mengenal dua hal: suara lonceng pagi dan senyum gurunya. Ia percaya bahwa setiap nyawa berharga, bahkan iblis sekalipun pantas diberi kesempatan kedua.

Namun, kenaifan itu dibayar mahal. Ketika gurunya memberikan tempat berlindung kepada seorang pembunuh demi 'welas asih', neraka datang mengetuk pintu. Dalam satu malam, Liang Wu kehilangan segalanya: saudara seperguruan dan gurunya yang dipenggal oleh mereka yang menyebut diri 'Aliansi Ortodoks'.

Terkubur hidup-hidup di bawah reruntuhan kuil yang terbakar, Liang Wu menyadari satu kebenaran pahit: Doa tidak menghentikan pedang, dan welas asih tanpa kekuatan adalah bunuh diri.

Ia bangkit dari abu, bukan sebagai iblis, melainkan sebagai mimpi buruk yang jauh lebih mengerikan. Ia tidak membunuh karena benci. Ia membunuh untuk 'menyelamatkan'.

"Amitabha. Biarkan aku mengantar kalian ke neraka, agar dunia ini menjadi sedikit lebih bersih."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kokop Gann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jamuan Terakhir Sang Kura-Kura

Penginapan Bulan Sabit terletak di sudut remang Cincin Tengah, sebuah tempat yang terkenal dengan kerahasiaannya. Dindingnya tebal, pelayannya tuli terhadap gosip, dan kamarnya sering disewa oleh tetua sekte yang ingin "bersantai" jauh dari mata istri atau atasan mereka.

Malam itu, Liang Wu menyewa Paviliun Anggrek, sebuah bangunan terpisah di taman belakang penginapan yang paling sunyi. Dia membayarnya dengan emas batangan dari kantong Zhao.

"Jangan diganggu," pesan Liang Wu pada pemilik penginapan, seorang wanita tua dengan riasan tebal. "Tuanku sedang membicarakan bisnis penting."

"Tentu, Tuan. Kami mengerti," wanita itu mengedipkan mata, mengira ini urusan "bisnis" yang melibatkan wanita penghibur, bukan darah.

Liang Wu masuk ke dalam paviliun. Dia tidak memesan makanan atau arak. Dia hanya menyalakan satu batang dupa cendana.

Dia duduk dalam kegelapan, menunggu.

Di atas meja, dia meletakkan sebuah kotak kayu jati yang indah. Kotak itu kosong, tapi dari luar terlihat sangat berharga. Umpan visual.

Liang Wu memeriksa peralatannya. Pisau bedah di lengan baju. Jarum perak di sela jari. Dan parang berat yang disembunyikan di balik tirai.

Satu jam berlalu.

Terdengar langkah kaki berat di jalan setapak taman. Langkah kaki seseorang yang terbiasa berjalan santai karena kekuasaan.

Kriet.

Pintu paviliun terbuka.

Diaken Wang Ba melangkah masuk. Dia mengenakan jubah sutra malam yang mewah, dengan tudung yang menutupi wajah gemuknya. Dia sendirian. Keserakahan telah membuatnya bodoh; dia tidak ingin membagi "upeti" keponakannya dengan pengawal.

Wang Ba menutup pintu di belakangnya, lalu membuka tudungnya. Wajahnya berkeringat, matanya langsung tertuju pada kotak kayu di meja.

"Di mana Zhao?" tanya Wang Ba, suaranya tidak sabar.

Liang Wu, yang berdiri di sudut ruangan dengan posisi membungkuk hormat, melangkah maju ke dalam cahaya lilin yang redup.

"Tuan Muda Zhao sedang mandi, Tuan Diaken. Beliau meminta Anda memeriksa barangnya dulu."

Wang Ba mendengus. "Anak itu... selalu lambat. Minggir."

Wang Ba berjalan mendekati meja. Tangannya yang penuh cincin terulur ke arah kotak kayu itu.

"Apa isinya? Emas? Artefak? Atau surat tanah?" gumam Wang Ba, air liurnya hampir menetes.

Dia membuka kotak itu.

Kosong.

Mata Wang Ba membelalak. Dia menatap dasar kotak yang kosong melompong itu selama satu detik, otaknya mencoba memproses situasi.

"Apa ini? Lelucon?"

Wang Ba berbalik dengan marah ke arah Liang Wu. "Hei, Budak! Apa maksu—"

Kata-katanya terhenti.

Karena "Budak" itu sudah tidak ada di posisi membungkuknya.

Liang Wu berdiri tegak, hanya dua langkah di depan Wang Ba. Topeng kulitnya telah dilepas, memperlihatkan separuh wajahnya yang hancur mengerikan—jaringan parut merah dan mata tanpa kelopak yang menatap tajam.

"Kau..." Wang Ba mundur selangkah, kaget. "Siapa kau?! Di mana Tie?!"

"Tie ada di sini," jawab Liang Wu tenang. "Tapi Tie hanyalah nama pinjaman. Sama seperti nyawamu."

Insting bahaya Wang Ba akhirnya menyala. Sebagai Diaken Logistik, dia jarang bertarung, tapi kultivasinya berada di Ranah Pembentukan Pondasi - Tingkat Awal. Qi di dalam tubuhnya sudah cair, jauh lebih padat daripada Qi gas milik Liang Wu.

"Penyusup!" teriak Wang Ba.

Dia menghentakkan kakinya. Gelombang kejut Qi meledak dari tubuh gemuknya, membalikan meja kayu berat itu ke arah Liang Wu.

Brak!

Liang Wu tidak menghindar. Dia maju, menerjang meja yang melayang itu. Bahu tembaganya menghantam kayu keras itu hingga hancur berkeping-keping.

Dia menembus hujan serpihan kayu, tangannya bergerak secepat kilat.

Wang Ba panik. Dia mencoba merapalkan mantra perisai, tapi gerakan tangannya lambat karena lemak dan kurang latihan.

Cring!

Dua jarum perak menancap di leher Wang Ba. Bukan di arteri, tapi di pita suara.

"Uhuk... kkhhh..."

Wang Ba mencoba berteriak memanggil penjaga, tapi tidak ada suara yang keluar. Hanya desisan angin dari tenggorokannya yang bocor.

Dia mundur, menabrak dinding. Wajahnya merah padam karena marah dan takut. Dia mengangkat tangannya, cincin giok di jarinya bersinar—itu adalah Artefak Serangan, Cincin Bola Api.

Wush!

Bola api sebesar kepala manusia menyembur ke arah wajah Liang Wu.

Jaraknya terlalu dekat untuk menghindar.

Tapi Liang Wu tidak perlu menghindar.

Dia mengangkat tangan kirinya—tangan yang kulitnya telah ditempa oleh Inti Cacing Api dan api neraka Kawah Besi.

Dia menampar bola api itu.

PLAK!

Bola api itu pecah berantakan seperti gelembung sabun. Kulit tangan Liang Wu berasap sedikit, tapi tidak ada luka bakar.

Mata Wang Ba hampir keluar dari rongganya. Seorang kultivator Pengumpulan Qi menepis serangan Pembentukan Pondasi dengan tangan kosong? Monster apa ini?!

Sebelum Wang Ba bisa memicu cincin keduanya, Liang Wu sudah merapat.

Langkah Bayangan Tikus.

Liang Wu muncul di dalam pertahanan Wang Ba. Lututnya menghantam perut buncit Diaken itu.

BUGH!

Lemak tebal di perut Wang Ba meredam sebagian dampaknya, tapi gaya tolaknya tetap membuat dia muntah empedu.

Liang Wu mencengkeram kerah jubah sutra Wang Ba, menarik wajah gemuk itu mendekat ke wajahnya yang hancur.

"Lihat aku, Paman Wang," bisik Liang Wu. "Lihat wajah keponakanmu yang kau jual."

"Mmhhph!" Wang Ba menggeleng panik, air mata dan ingus meleleh.

Liang Wu mencabut pisau bedah dari lengan bajunya.

"Kau suka menghitung untung rugi, kan? Mari kita hitung. Satu nyawa murid yang kau jual ke Tetua Mo... harganya berapa?"

Liang Wu menggoreskan pisaunya ke pipi Wang Ba. Darah segar mengalir.

"Dua kali lipat bonus?"

Sret.

Liang Wu mengiris telinga kanan Wang Ba.

Wang Ba menjerit tanpa suara, tubuhnya kejang-kejang.

"Kau serakah, Wang Ba. Kau memakan daging bawahanmu. Jadi wajar jika sekarang kau yang dimakan."

Wang Ba, dalam keputusasaan, meledakkan seluruh Qi Pondasi-nya. Aura biru meledak dari tubuhnya, mencoba melempar Liang Wu.

Tekanannya kuat. Tulang rusuk Liang Wu berderit. Jika ini pertarungan jarak jauh, Liang Wu pasti kalah. Tapi dalam jarak pelukan ini, kekuatan fisik Liang Wu yang mendominasi.

Liang Wu mengeraskan otot-ototnya, menahan tekanan aura itu. Dia tidak melepaskan cengkeramannya. Justru, dia memeluk Wang Ba.

Pelukan maut.

Lengan tembaga Liang Wu melilit punggung Wang Ba, meremas tulang belakangnya.

"Mati."

Liang Wu mengalirkan Qi Emasnya yang tajam dan penuh kebencian ke dalam pisau bedah di tangan kanannya.

Dia menusukkan pisau itu tepat ke titik di antara tulang leher ketiga dan keempat Wang Ba. Titik pemutus saraf pusat.

Crak.

Tubuh Wang Ba tersentak sekali, lalu lumpuh total. Matanya masih terbuka, penuh teror, tapi cahaya kehidupannya padam seketika. Qi Pondasi yang bergejolak di tubuhnya bubar tanpa tuan.

Liang Wu melepaskan pelukannya. Mayat gemuk itu merosot ke lantai seperti karung beras bocor.

Liang Wu berdiri, napasnya sedikit memburu. Dia menyeka darah dari pisaunya ke jubah mayat.

"Selesai."

Dia tidak membuang waktu. Dia berlutut dan mulai menjarah.

Pertama, cincin-cincin di jari Wang Ba. Semuanya adalah artefak penyimpanan atau pertahanan. Liang Wu mengambil semuanya.

Kedua, Token Diaken Logistik. Benda ini terbuat dari emas murni dengan ukiran tungku api. Ini adalah kunci akses ke seluruh gudang dan fasilitas logistik sekte.

Ketiga, kunci fisik. Seuntai kunci besar yang tergantung di pinggang Wang Ba. Salah satunya memiliki aura dingin yang aneh—kunci brankas pribadi atau ruang rahasia.

Liang Wu menyimpan semuanya.

Sekarang, masalah mayat.

Dia tidak bisa meninggalkan mayat ini di sini. Jika ditemukan besok pagi, seluruh sekte akan siaga satu. Dia butuh waktu.

Liang Wu melihat ke arah jendela yang terbuka. Di luar, ada sumur tua di sudut taman yang tertutup semak belukar.

Liang Wu mengangkat mayat Wang Ba yang berat itu di bahunya seolah memanggul karung kapas. Dia melompat keluar jendela, bergerak dalam bayangan menuju sumur.

Dia membuang mayat itu ke dalam.

Byur.

Suara air terdengar pelan.

Liang Wu kembali ke paviliun. Dia membersihkan ceceran darah di lantai dengan kain meja, lalu membakar kain itu di perapian. Dia menata ulang meja yang terbalik.

Ruangan itu kembali rapi, hanya bau amis darah samar yang tersisa di balik aroma dupa.

Liang Wu mengenakan kembali topeng kulitnya dan capingnya.

Dia berjalan keluar dari paviliun, menuju meja resepsionis depan.

"Tuan Zhao sudah selesai?" tanya wanita tua pemilik penginapan.

"Tuan Zhao dan rekannya sudah pergi lewat pintu belakang taman," jawab Liang Wu tenang, meletakkan sekeping emas lagi di meja. "Mereka tidak ingin diganggu sampai besok siang. Biarkan paviliun itu terkunci."

Wanita tua itu tersenyum lebar melihat emas. "Tentu! Tentu! Tidak ada yang akan masuk ke sana."

Liang Wu berjalan keluar dari penginapan, menyatu kembali dengan malam Kota Tungku Dewa.

Di tangannya, dia menggenggam Token Diaken.

Malam ini masih panjang. Dan dia sekarang memiliki kunci untuk membuka gudang harta karun musuhnya.

Tujuannya selanjutnya: Tetua Mo.

Dia harus mengambil Serum Darah Naga itu sebelum pagi tiba dan hilangnya Wang Ba disadari.

1
azizan zizan
jadi kuat kalau boleh kekuatan yang ia perolehi biar sampai tahap yang melampaui batas dunia yang ia berada baru keluar untuk balas semuanya ..
azizan zizan
murid yang naif apa gurunya yang naif Nih... kok kayak tolol gitu si gurunya... harap2 si murid bakal keluar dari tempat bodoh itu,, baik yaa itu bagus tapi jika tolol apa gunanya... keluar dari tempat itu...
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Yeaaah 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Waooow 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Misi dimulai 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Cerita bagus...
Alurnya stabil...
Variatif
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Sukses 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Sapu bersih 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Hancurken 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Yup yup yup 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Jlebz 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Rencana brilian 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Dicor langsung 🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Bertambah kuat🦀🍄
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Semangat 🦀🍄
Wiji Lestari
busyet🤭
pembaca budiman
saking welas asihnya ampe bodoh wkwkwm ciri kas aliran putih di novel yuik liang ambil alih kuil jadiin aliran abu² di dunia🤭
syarif ibrahim
sudah mengenal jam kah, kenapa nggak pake... 🤔😁
Wiji Lestari
mhantap
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Keadilan yg tidak adil🦀🍄
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!