Kakak perempuan Fiona meninggal dalam kecelakaan mobil, tepat pada hari ulang tahunnya ketika hendak mengambil kado ulang tahun yang tertinggal. Akibat kejadian itu, seluruh keluarga dan masyarakat menyalahkan Fiona. Bahkan orang tuanya mengharapkan kematiannya, jika bisa ditukar dengan kakaknya yang dipuja semua orang. Termasuk Justin, tunangan kakaknya yang membencinya lebih dari apapun. Fiona pun menjalani hidupnya beriringan dengan suara sumbang di sekitarnya. Namun, atas dasar kesepakatan bisnis antar keluarga yang telah terjadi sejak kakak Fiona masih hidup, Justin terpaksa menikahi Fiona dan bersumpah akan membuatnya menderita seumur hidup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Beby_Rexy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tugas Seorang Suami
“Dia pikir dia siapa sih? Ratu jalang yang dikirim ke pangkuanku untuk membuatku marah hampir 90% seumur hidupku?”
Justin benar-benar tidak tahu harus berbuat apa lagi. Ia sudah mencoba, juga sudah berusaha keras untuk mengakomodasi Fiona dan membuatnya merasa lebih baik tentang hidupnya yang sudah kacau, tapi lihatlah, Fiona malah terus melawannya setiap menit sepanjang hari. Dia seperti punya tembok raksasa yang tak tertembus di depannya, dan siapapun jangan pernah mencoba melewatinya.
Fiona punya batasan, dan dia sangat teguh pada batasan itu. Justin mengerti itu, dan ia sangat menghormatinya. Setiap orang punya batasannya masing-masing, ada garis tak terlihat di mana-mana, garis yang harus dipatuhi dan tidak boleh dilanggar.
“Tapi kalau dia ingin menjauhkanku darinya sebisa mungkin, berarti dia berhasil. Dia tidak perlu bicara lagi. Karena mulai sekarang, aku memboikot semua hal yang dimulai dengan ‘Fiona’ Atau, aku akan masuk rumah sakit jiwa jika melanggarnya.”
Seharian penuh Justin menenggelamkan kepala dalam pekerjaan dan berusaha keras melupakan kata-kata pahitnya di pagi hari. Tapi sia-sia.
Fiona seperti arwah hantu yang mengikutinya ke mana-mana, membisikkan sesuatu ke telinganya dan membuatnya gila. Sepertinya Justin menginginkan lebih dari sekedar menghilang, dan saat memikirkan untuk pulang ke rumah di malam hari, itu menjadi sungguh mengerikan.
Ia coba menelepon Kennedy untuk mengajaknya keluar malam, tetapi temannya itu sedang sibuk dengan urusan perusahaannya sendiri dan tidak bisa datang, dan tidak ada seorang pun di lingkungan Justin yang bisa menemaninya malam itu, kecuali Kim yang begitu gembira dengan gagasan untuk menghabiskan waktu bersamanya.
Namun, Justin lebih suka mencium keledai penderita asma daripada berduaan dengan keledai kecil seperti Kim.
“Jangan tersinggung Ken!” gumam Justin karena baru saja menghina kekasih Kennedy, walau hanya dalam pikirannya.
Ketika ia tak bisa fokus pada apa pun, Justin tahu sebaiknya ia berhenti saja dan pulang. Tapi rumah besar itu mustahil. Ia ingat Fiona bilang soal pulang larut malam, jadi Justin pergi ke rumah orang tuanya.
Perjalanan pulang pergi mansion itu tidak terlalu jauh, dan saat ini, Justin sangat butuh dosis dari ayahnya. Pria itu tahu hampir segalanya tentang... segalanya.
"Kamu kelihatan gelisah, Nak," kata Arthur. Justin bahkan belum menghabiskan waktu lebih dari setengah jam di ruang kerjanya, tapi Arthur langsung tahu ada sesuatu yang mengganggu putra tampannya itu.
Sambil mendesah keras, Justin duduk dan menatap cairan coklat di gelas yang ia pegang.
"Bagaimana Ayah dan ibu bisa membuat pernikahan kalian berhasil? Dan jangan bilang padaku omong kosong seperti 'kita sedang jatuh cinta'. Persetan dengan omong kosong 'kita saling mencintai' itu, aku hanya ingin tahu bagaimana Ayah menghadapi pertengkaran." Justin mengaku, dan dia jadi berpikir sejenak untuk merenungkan kata-kata yang terlanjur ia lontarkan.
"Kita jalani saja." Arthur mengangkat bahu dengan santai, dan kali ini, Justin memutar bola matanya. Itu bukan jawaban yang ia mau dengar.
"Aku tahu itu. Pertanyaannya adalah bagaimana caranya? Bagaimana caranya agar Ibu mau tunduk dan patuh mendengarkan Ayah?" tanya Justin, dan kali ini, Arthur tertawa terbahak-bahak.
Justin menatapnya dengan sedikit cemberut saat ayahnya bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan ke arahnya. Berdiri di belakang kursi Justin, Arthur menepuk bahunya keras-keras sebelum mencengkeramnya erat-erat, Justin meringis.
"Kurasa kamu sedang kesulitan mengendalikan Fiona," kata Arthur, dan Justin langsung menenggak sisa wiski sebelum membanting gelas ke meja kecil di sebelah kanannya.
"Dia tidak mendengarkan apa pun yang kukatakan. Astaga, kami baru menikah sekitar sebulan, tapi aku lelah. Pernikahan ini tidak cocok untukku. Aku punya istri yang keras kepala." Justin menggeleng tak percaya. Wajah mungil Fiona tiba-tiba terlintas di hadapannya, dan dapat Justin lihat mata hitam Fiona menatap tajam ke arahnya sambil menghujaninya dengan api dari mata itu. Justin bergidik.
"Nah, di situlah letak kesalahanmu, Nak," Kata Arthur lalu mulai bergerak lagi, muncul di pandangan Justin. Ia menatapnya, mencoba memahami apa yang dikatakan ayahnya itu.
"Akulah kepala keluarga. Dia seharusnya mendengarkanku," kata Justin sambil merentangkan tangannya dengan kasar. Arthur hanya menggelengkan kepala, lalu berdiri diam di depan Justin yang sedang duduk, lalu melotot ke arahnya.
"Sebenarnya justru sebaliknya, Nak. Perempuan yang bicara, dan kita mendengarkan. Kita tidak mempertanyakan apa yang mereka katakan, kita tidak membantah, kita hanya mendengarkan. Dan ingat, mereka selalu benar. Kita tidak bisa mengatakan dia salah dan berpikir kita akan lolos begitu saja. Kita memang kepala keluarga, benar. Tapi yang mengurus rumah tangga itu adalah dia. Bukan kita. Jadi, demi ketenangan pikiranmu dan dia, belajarlah untuk mendengarkannya."
APA?! APAKAH AYAHNYA SANGAT GILA?
Justin sungguh tercengang.
Ia menghabiskan detik-detik berikutnya menatap ayahnya, rahangnya ternganga saat mencoba memahami semua yang ayahnya katakan. Arthur pasti bercanda kalau dia pikir Justin akan menggigit lidahnya di depan Fiona.
"Apakah itu yang Ayah lakukan pada ibu?" tanya Juatin ketika akhirnya ia menemukan suaranya kembali setelah sempat terdiam.
"Ya," jawab Arthur, sama sekali tidak terganggu dengan semua yang dikatakan Justin dan apa sebenarnya maksudnya!
"Biar kujelaskan, kita seharusnya membiarkan mereka mempermainkan kita? Lalu apa peran kita sebagai pria? Lalu apa yang seharusnya kita lakukan dalam pernikahan? Apa balasannya?" cerca Justin pada ayahnya.
"Dengar. Pernikahan dan bisnis memang berbeda, tapi sangat mirip. Kamu harus jelas dan teguh dalam segala hal yang kamu lakukan di tempat kerja, begitu pula di rumah. Tapi kamu tak bisa melakukan sesuatu hanya karena mengharapkan imbalan. Dan ingatlah untuk selalu mendengarkan. Itulah satu-satunya hal yang harus kamu lakukan. Dan untuk apa yang kamu dapatkan, mari kita lihat: rumah yang hangat, makanan yang dimasak, cucian yang dicuci, bayi, dan seks yang gila. Dan ketika kukatakan gila, maksudku liar, gila," kata Arthur singkat sambil berjalan kembali ke kursinya di belakang meja raksasanya.
"Baiklah, baiklah. Aku mengerti." Justin tidak ingin mendengar cerita tentang hubungan seks mereka yang gila... itu. Itu menjijikkan.
"Tapi Fiona dan aku.."
"Kalian tidak sedekat itu. Aku tahu itu. Kalian berdua suami istri. Dan selama kalian tidak melupakan apa yang terjadi pada Fania, kamu dan Fiona tidak akan pernah berhasil." Entah kenapa, kata-kata Arthur terasa seperti tamparan keras di wajah Justin, dan ia merasakan jantungnya berdegup kencang. Bagaimana mungkin ayahnya berharap ia bisa melupakan hal seperti itu?
Justin benar-benar tinggal bersama pembunuh wanitanya di rumah yang sama dan dia harus melupakannya?
Justin tidak bisa. Mustahil baginya untuk melupakan semua yang pernah ia miliki bersama Fania. Dan ia yakin jika Fania-lah istrinya, dia dan Arthur tidak akan pernah membahas hal semacam ini. Fania membuatnya utuh, dia membuat Justin ingin menjadi pria yang lebih baik dan tidak ada keraguan, bahwa Justin akan menjadi suami terbaik bagi Fania dan ayah terbaik bagi anak-anak mereka!
Tetapi kemudian dia harus diambil dari Justin bahkan sebelum mereka bisa sampai ke posisi ini!
"Dengar, Nak. Aku tahu ini tidak mudah. Tapi sampai kapan kamu akan terus bergantung pada arwah Fania? Sudah empat tahun, Justin. Empat tahun sejak kita menguburkan Fania. Kamu harus merelakannya dan membiarkan dirimu pulih. Kamu sudah menikah sekarang, kamu harus fokus pada keluargamu dan benar-benar membangunnya, karena suatu hari nanti, kamu akan menyadari bahwa pekerjaanmu bukanlah satu-satunya hal yang berarti bagimu. Orang-oranglah yang membentuk dirimu. Keluargamu."
Arthur mungkin gila. Justin berpikir, ayahnya ini pasti sudah gila kalau dia berharap Justin, dari semua orang, akan bahagia menikahi Fiona.
Semua juga tahu bahwa ini hanyalah pernikahan bisnis!
🥴 teman pacarnya sendiri semua mau di nikmati,fix sakit jiwa.untung Justin terselamatkan kalau tidak semua lelaki disitu sudah jadi bekas kim🥴.
Justin aja kewalahan dengan keras kepalanya,sikap teguhnya,masa bodohnya 😄.