NovelToon NovelToon
Mencari Suami Untuk Mama

Mencari Suami Untuk Mama

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Single Mom / Anak Genius / Hamil di luar nikah / Anak Kembar / Crazy Rich/Konglomerat
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Alesha Aqira

Alia adalah gadis sederhana yang hidup bersama ibu kandungnya. Ia terjebak dalam kondisi putus asa saat ibunya jatuh koma dan membutuhkan operasi seharga 140 juta rupiah.

Di tengah keputusasaan itu, Mery, sang kakak tiri, menawarkan jalan keluar:

"Kalau kamu nggak ada uang buat operasi ibu, dia bakal mati di jalanan... Gantikan aku tidur dengan pria kaya itu. Aku kasih kamu 140 juta. Deal?"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alesha Aqira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 16 MSUM

Saat satpam tampak lengah karena menerima panggilan radio, Mery melihat celah. Tanpa pikir panjang, ia langsung mendorong gerbang dan melangkah cepat masuk ke dalam rumah Leonardo.

"Hei! Nona, berhenti! Anda tidak diizinkan masuk!" seru salah satu satpam sambil mengejar dari belakang.

Namun Mery hanya menoleh sekilas sambil melambaikan tangannya acuh. "Diam kamu! Aku datang ke sini untuk menghibur Leonardo!"

Ia melanjutkan langkahnya menuju pintu utama dengan percaya diri, lalu berkata lantang, "Dia pasti sedang dalam suasana hati yang buruk hari ini merupakan hari peringatan kematian kakek . Dan aku ke sini untuk menemaninya! Kalian tidak perlu mengusirku. Lagi pula, aku ini pacar Leonardo!"

Matanya menatap tajam para petugas keamanan itu.

"Kalian ini bekerja untuk siapa, hah? Apa kalian mau dipecat hanya karena menghalangi pacarnya sendiri?" ucap Mery penuh tekanan. "Sana! Pergi! Lanjutkan pekerjaan kalian. Kenapa masih berdiri di sini?!"

___

Satpam yang satu saling pandang dengan yang lain. Mereka jelas merasa tertekan oleh sikap Mery, tapi tak berani terlalu jauh.

"Baik... terserah Nona saja. Tapi awas kalau sampai kami kena masalah karena ini. Nona harus bertanggung jawab," gumam salah satunya.

"Hem... pergi sana!" bentak Mery, mendorong pintu masuk dengan keras dan melangkah masuk ke dalam rumah megah itu.

Salah satu satpam berbisik pada rekannya sambil menggeleng pelan, "Sombong sekali wanita itu... Aku heran, kenapa Pak Leonardo menjadikannya pacar..."

____ 

Beberapa menit kemudian, terdengar suara pintu utama terbuka. Leonardo baru saja pulang. Jasnya kusut, dasi terlepas, dan wajahnya tampak lelah. Matanya merah, mungkin karena minum alkohol . Ia baru saja kembali dari kuburan kakeknya.

Melihatnya, Mery segera menghampiri. "Leonardo! Kamu sudah pulang? Ya Tuhan... kenapa kamu terlihat begitu kacau? Apa kamu... minum?" tanyanya cemas, mencoba menyentuh lengan pria itu.

Namun Leonardo langsung menepis tangannya.

"Singkirkan tanganmu! Dan—kenapa kamu ada di rumahku?" suaranya dingin dan penuh amarah. "Siapa yang mengizinkan kamu masuk, hah?"

Ia menoleh ke arah satpam. "Satpam! Satpam!"

"Iya, Tuan!" jawab mereka cepat, muncul dari balik pintu.

"Siapa yang mengizinkan wanita ini masuk ke rumahku? Aku kan sudah bilang—kalau aku tidak ada di rumah, jangan biarkan siapa pun masuk, apalagi tanpa izinku!"

Salah satu satpam menjawab dengan gugup, "Tuan, Nona ini bilang kalau dia pacar Anda, dan... kami tidak bisa menolaknya."

"Jangan pernah sembarangan menerima tamu! Perintahku jelas!" hardik Leonardo tajam.

 

Mery segera maju ke depan. "Leonardo, jangan salahkan mereka. Aku yang memaksa. Aku... mencarimu. Aku khawatir padamu..."

Namun Leonardo tidak luluh sedikit pun.

"Kalau ada yang ingin kamu bicarakan, bicaralah di kantor. Tidak perlu datang ke rumahku. Kamu tahu sendiri, Mery, aku paling tidak suka jika seseorang melanggar batas. Dan kamu—terus saja melewati batasmu. Itu membuatku muak!"

"Leonardo... Aku hanya peduli. Aku khawatir... karena aku mencintaimu!" ucap Mery nyaris putus asa.

Leonardo menatapnya dengan tajam. Suaranya datar, tapi penuh luka masa lalu.

"Mery, aku sudah jelaskan enam tahun yang lalu. Apapun yang kamu inginkan—jabatan, posisi, uang—aku bisa berikan. Tapi satu hal yang harus kamu ingat: aku tidak akan pernah memberikan cinta."

____ 

Air mata Mery mulai menetes.

"Kenapa kamu begitu kejam? Aku sudah sangat sabar, Leonardo. Aku menunggumu enam tahun. Aku... benar-benar mencintaimu!"

"Mery... siapa yang menyuruhmu untuk menunggu? Dari awal aku sudah menjelaskan hubungan kita seperti apa, dan kamu setuju. Jadi jangan pernah berpura-pura tidak tahu. Jangan pernah melewati batasmu lagi."

"Leonardo! Tidakkah kamu bisa melihatku sebagai wanita yang mencintaimu? Enam tahun, Leonardo! Enam tahun aku setia!"

Leonardo mengangkat tangannya, menghentikan Mery bicara.

"Cukup! Jangan bicara lagi. Suaramu saja membuatku muak."

"Leonardo..." isaknya tertahan.

"Mery, kalau kamu tidak puas dengan apa yang sudah aku berikan—silakan. Angkat kaki dari Global Holdings."

"Leonardo! Jangan berbicara seperti itu! Jangan usir aku...!"

"Cepat pergi." ucap Leonardo dingin, membalikkan badan, meninggalkan Mery yang berdiri terisak di tengah ruang tamu yang megah namun dingin.

____ 

Leonardo baru saja melangkahkan kaki ke dalam kamarnya ketika ia tiba-tiba menghentikan langkah. Wajahnya seketika berubah—alisnya mengernyit, dan hidungnya sedikit berkerut.

"Bau apa ini?" gumamnya pelan namun penuh kekesalan.

Ia menoleh ke arah pintu kamar dan memanggil dengan suara tegas, "Bi Siti!"

Tak butuh waktu lama, seorang wanita paruh baya dengan seragam rapi masuk dengan tergesa-gesa, lalu membungkukkan tubuhnya dengan hormat.

"Iya, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?"

Leonardo mengibaskan tangan di udara, mencoba mengusir aroma yang menyengat di hidungnya.

"Bau ini… kenapa menyengat sekali? Ini bukan bau ruangan seperti biasanya. Ada apa sebenarnya?"

Bi Siti tampak gugup. Ia menundukkan kepala, berusaha menjawab dengan hati-hati.

"Sepertinya itu bau parfum, Tuan… Parfum wanita yang tadi berada di kamar ini… Nona Mery."

Mata Leonardo langsung menyipit. Ia menghela napas panjang, lalu menggeram pelan.

"Mery... Kamu benar-benar membuatku muak."

Nada suaranya dingin, nyaris tak berperasaan. Bi Siti yang melihat perubahan wajah tuannya itu hanya bisa diam dan menunduk lebih dalam, tubuhnya sedikit gemetar karena takut.

Leonardo melangkah menuju tempat tidur, mencium aroma tajam dari seprai dan bantal. Ia memijit pelipisnya, lalu berbicara dengan nada tegas.

"Bersihkan kamar ini. Segera. Jangan sampai ada satu pun aroma yang tersisa dari parfum itu. Ganti semua... seprai, bantal, bahkan kasurnya."

"Baik, Tuan," jawab Bi Siti cepat, langsung bergerak menuju lemari untuk mengambil perlengkapan pembersih.

Leonardo memalingkan wajah, hidungnya masih terasa perih akibat aroma menyengat yang menusuk.

"Astaga... baunya membuat hidungku sakit."

Ia berjalan keluar dari kamar, mengambil ponsel dari saku jasnya, lalu menekan nomor cepat.

 

"Halo, Diego. Bersihkan apartemenku yang berada di dekat perusahaan. Segera. Aku tidak bisa tidur di rumah malam ini. Aku mau istirahat di sana."

"Baik, Pak. Akan langsung saya siapkan," jawab Diego dari seberang telepon.

Leonardo mematikan sambungan telepon, lalu terdiam sejenak di lorong rumahnya yang sepi dan dingin. Tak ada suara, tak ada gerakan, hanya denting jam dinding yang terdengar samar di kejauhan. Ia berdiri terpaku, tubuh tegapnya tampak kaku dalam balutan jas yang kini terlihat kusut. Matanya menatap kosong ke depan, menembus dinding dan ruang, seolah mencari sesuatu yang tak bisa ia jelaskan.

Di dalam hatinya, berkecamuk rasa yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Jenuh, marah, kecewa—semuanya bercampur menjadi satu, menyesakkan dada seperti awan gelap yang menggantung rendah di langit hatinya.

Ia merasa... hampa.

Seolah-olah ia hidup di dunia ini sendirian. Orang tuanya sudah lama meninggal dalam kecelakaan tragis yang tak pernah ia lupakan. Dan kini, satu-satunya keluarga yang tersisa—kakek yang sangat ia hormati, panutannya, satu-satunya tempat ia bersandar dan berbagi cerita—telah berpulang juga, meninggalkannya sendirian di tengah gemerlap dunia yang terasa semakin dingin.

Leonardo menarik napas dalam-dalam, tapi udara yang masuk ke dadanya tidak membawa ketenangan, justru semakin memperjelas kehampaan yang ia rasakan.

“Untuk apa semua ini…” bisiknya lirih.

Kekayaan yang melimpah, kekuasaan yang membuat banyak orang tunduk, jabatan puncak di Global Holdings—semuanya terasa tidak berarti. Ia memiliki segalanya yang bisa dibeli dengan uang, namun tetap saja hatinya kosong. Tidak ada cinta yang tulus, tidak ada pelukan hangat keluarga, tidak ada satu pun yang benar-benar mengerti luka di balik sikap dinginnya.

Hidupnya seperti kapal besar tanpa kompas, berlayar di lautan luas tanpa tujuan.

Matanya berkaca-kaca, namun air mata itu tidak jatuh. Leonardo telah terbiasa menahan segalanya. Sebagai pria yang dibesarkan untuk menjadi kuat, ia diajarkan untuk tidak menangis, untuk tidak menunjukkan kelemahan. Tapi malam itu, di lorong sunyi rumah megahnya, ia merasa lebih rapuh dari siapa pun.

Dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Leonardo merasa rindu. Rindu akan kehangatan keluarga. Rindu akan kasih sayang tanpa syarat. Dan mungkin… rindu akan cinta yang sesungguhnya.

1
Evi Lusiana
giliran nengok muka ke duany mirip
Mericy Setyaningrum
Ya Allah ada nama aku hehe
Ermintrude
Gak bisa berhenti!
Mashiro Shiina
Terharu, ada momen-momen yang bikin aku ngerasa dekat banget dengan tokoh-tokohnya.
filzah
Sumpah baper! 😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!