Sebuah novel tentang kebucinan suami bernama Ren pada istrinya Ayana, Ini kisah tentang cinta suami berbeda usia. Ini tentang suami yang jauh lebih muda.
Ayana : Tokoh aku, istri yang bekerja sebagai guru SMU. Dia dipanggil kakak oleh suaminya karena perbedaan usia mereka.
Yang gak suka dan ngerasa aneh dengan panggilan Ren pada istrinya, sepertinya ini novel bukan selera kamu kayaknya ya. Karena keuwunan, keimutan dan kegemasan Ren saat memanggil istrinya kakak menjadi titik poinku dalam menceritakan kebucinan Ren. Kalau kalian gak ngerasa fell imut dan mengemaskannya maka fix kita tidak satu aliran. Aku suka cerita ala noona korea soalnya. Hehe.
Renan : Dia biasa di panggil Ren( cuma aya yang panggil begitu) kenapa? suka-suka kak Aya ya. Biar lebih keliatan imutnya. hehe.
Hanya cerita kebucinan suami dalam kehidupan sehari-hari. Tidak ada konflik menegangkan atau apalah. Apalagi pelakor agresif, jauh-jauh dari mereka. Silahkan di baca dan nikmati alurnya ya ^_^
Terimakasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaSheira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15. Rumahku Syurgaku
Sampai di rumahku, tempat ini masih sama. Selalu hangat dan akan menjadi tempat yang dirindukan oleh semua penghuninya.
“Assalamualaikum. Kami datang!” Aku sudah membuka pintu sebelum mengucapkan salam. Keluargaku sedang berkumpul di ruang tv, langsung berhamburan ke ruang tamu. Menyambut kami. Akhir pekan ada semacam peraturan di rumah ini, lakukan aktivitasmu seminimal mungkin di luar rumah. Nikmati waktu dan kebersamaan keluarga. Begitu aturan yang berlaku dari dulu, sampai sekarang. Dua adikku akan ngumpul di rumah di akhir pekan. Apa itu terdengar aneh?Bagiku yang menjalani rutinitas ini sepanjang hidupku, ini sangat menyenangkan. Saat kamu sekedar membicarakan acara tv yang tidak penting sekalipun bersama orang yang tinggal dekat denganmu. Keluarga.
“Kakak sudah datang ya,” Haikal yang pertama langsung memelukku, setelah itu baru dia cium tangan. Saat melirik Ren. “Maaf bang kebiasaan.” Ia cengengesan saat melihat orang di sampingku bereaksi. Kemudian dia memeluk Ren juga. “Ampun bang, sumpah, kebiasaan.” Kena batunya kamu, siapa suruh lebih sayang Ren dari pada aku. Kamu bernasib begitu aku kan senang, gagal deh uang jajan lebih.
Seperti biasa Ren mencium tangan ayah dan langsung memeluk ibu. Duh, berasa anak sendiri saja melebihi aku. Dia memang menantu kesayangan ibu. Mereka kembali ke ruang tv sementara ibu langsung ke dapur. Menyiapkan makanan untuk menantunya. Aku ikut ke dapur membantu.
“Kenapa sore baru kesini?” tanya ibu yang langsung menghidupkan kompor.
“Tadi mampir ke toko es cream dekat kantor Ren bu. Toko baru dan dia ingin coba. Sudah meleleh es cream cakenya. Aku masukin kulkas dulu aja ya.” Kataku sambil menata boks kecil berisi es cream cake ke dalam freezer.
“Kalian belum makan kan?” khawatir kalau kami sudah kekenyangan.
“Belum Bu, goreng aja mpek-mpeknya sama tekwannya, bakal dimakan sama Ren. Dia kan paling suka mpek-mpek buatan ibu.” Aku mengusir kecewa dari nada suara ibu, karena berfikir kami pasti sudah kenyang makan es cream.
“Ibu buat banyak ya, mas Gilang juga pasti dapat jatah ya. Hehe.” Aku mengambil nampan dan menata cake.
“Ibu sudah kirim lewat paket, pasti sudah sampai sekarang.”
Mudahnya dunia sekarang, bahkan ibu bisa berbagi makanan yang dia buat dengan anak pertamanya yang ada di luar kota. Sekarang, kalau kamu rindu masakan ibu akan mudah ada obat kangennya. Hayo ngaku, siapa yang paling suka masakan ibu.
“Sudah ada kabar bagus belum?” Ibu melirikku sambil tertawa, tangannya membalik mpek-mpek yang dia goreng.
“Apa?” walaupun aku tahu maksud ibu yang sebenarnya.
“Hehe, kemaren ibu pergi sama mamanya Renan, ngomongin kalian berdua.” Kedua besan ini memang nggak ada matinya. Mereka bernostalgia masa kuliah pasti sampai bosan sekarang.
“Ngambek nanti kalo ibu bahas itu, depannya Ren.” Aku tergelak mengatakannya, walaupun sebenarnya serius juga.
“Hehe, ia ya. Ya udah ibu nggak maunbahas deh.” Ibu tahu kok, dia tahu. ibu kan selalu tahu isi hati anaknya, percayalah itu.
“Aku bawa cakenya ke depan dulu ya bu.”
Aku meninggalkan ibu yang sedang menggoreng di dapur. Membawa cake ke ruang tv. “Makanan manis datang!” kuletakan di atas meja. “Mpek-mpek lagi digoreng ibu ya sayang. Bentar ya.” Dia sudah kenyang makan cake jadi tidak melirik nampan yang kubawa. Ku tinggalkan Ren bersama ayah dan kedua adikku. Aku masuk ke dapur lagi membantu ibu.
...***...
Sementara itu di ruang tv.
Ayah mengambil sepotong cake. Kirana dan Haikal mengambil langkah yang sama, Ren menggeleng saat ditawari.
“Pekerjaan lancar?” Ayah membuka obrolan. Renan menjawab dan menjelaskan beberapa hal. Pada dasarnya pekerjaannya lancar saja.
“Bang sambal mpok Judesnya mana?” Haikal makan cake dengan lahap. Tujuan utamanya masih urusan sambal. Dia juga mau posting di sosmednya, biar followernya nambah tentu tidak lupa tag akun Renan juga.
“Di mobil. Ambil sama tas Kak Aya dan tas baju ya.” Renan menyerahkan kunci mobilnya.
“Siap bang.” Beranjak, belum beberapa langkah sudah berbalik, mengambil sepotong cake lagi. “Hehe.”
Kirana menunjukan hpnya. Gadis manis yang sedari tadi tidak bisa lepas dari benda mungil itu. Makan lihat hp, nonton tv lihat hp, bernafas pun bersama hp. Begitu slogan hidupnya.
“Bang buka endorse ya? Rame banget sosmed abang.” Sambil menghabiskan satu slice besar cake. “Hp abang mana? Coba lihat.”
Renan mengeluarkan hp dari saku celanya. Postingannya banjir komentar netizen. Wahai kaum yang maha benar, kenapa kalian spam komentar di akun orang. Sambel mpok judes yang sebenarnya tidak sengaja terfoto malah jadi perbincangan. Notif tag dari banyak akun yang tidak dikenal.
“Follower abang nambah sekitar 500an.” Haikal bergabung, membawa dua tas yang diminta Renan, dan juga kantong plastik berisi sambal. Bapak Wijaya lebih memilih menonton tv dan menghabiskan cake, tidak ikut nimbrung urusan sosial media.
“Kayaknya akun jualan pada follow abang. Coba buka DM bang ada tawaran endorse nggak. Hehe.” Haikal menimang-nimang botol sambal di tangannya. “Enak bang sambalnya.”
“Lumayan.”
“Udah seperti selebgram aja.” Aku dan ibu muncul dari dapur. Membawa mpek-mpek mengepul dan tekwan panas yang menguap. Aku memandang Ren penuh makna. Peraturan no 16. Ren mengedipkan mata kirinya, paham apa maksudku. Ia Menepuk ruang kosong di sampingnya supaya aku duduk. Patuh ku ikuti maunya. Dia sudah melingkarkan lengan ke pinggangku, dan menyandarkan dagu di bahu.
“Mau tekwan dulu.”
Kuambil ya ia mau.
“Kak Aya coba lihat.” Haikal mendekatkan hpnya. “Banyak sekali komentarnya, mau kubacakan. Hehe.” Ren yang mendelik ke arahnya. Seperti mengatakan tidak penting.
“Coba baca.” Aku yang antusias.
Sementara Ren menikmati makan tekwan. Tidak perduli.
“Renan cakep ya, apalagi kalau senyum sejuta wattnya kelihatan.”
“Mana istri kesayangannya ni, kok tidak tampak muka.”
“Sambalnya enak ya, aku juga beli lho kak.”
“Kak Renan berapa umurnya.”
“Hihi dan masih banyak lagi.”
“Postingan abang yang terakhir di toko es cream juga, banyak banget yang komen.”
Aku mendengarkan Haikal sambil meladeni maunya Ren. Dan masih banyak laginya itu malah membuatku penasaran.
“Mau mpek-mpek?” kuambilkan dan kuletakan mangkok kecil di tangannya. Dia makan tidak menggubris yang dibicarakan Haikal.
“Coba sini dek hp Kak Aya di dalam tas di belakang kamu.” Ren meliriku. “Ia mau yang mana lagi sayang, aku ambilkan.” Mengambil dua buah mpek-mpek lagi, dan memindahkan ke mangkok kecil di tangannya. Sudah kan, biarkan aku main hp. Kapan lagi bisa main hp di depanmu. Haha.
Ibu dan ayah juga mengobrol, Ren lebih memilih mengobrol bersama ibu. Bergelayut manja di bahu ibu. Kesempatan, aku bangun mendekati Haikal ikut nimbrung dengan kedua adikku membicarakan sosmed.
“Bang promote akunku bang, biar followers aku nambah.” Haikal penggila sosial media, gayanya sudah ingin jadi selebgram saja.
“Kurang kerjaan Bang.” Kirana menimpali.
“Apa kamu, pengen juga. Akun fan acc kamu mau di promote juga.” Haikal sudah nyolot.
Berbeda denganku yang dekat dengan Haikal, kalau dengan adiknya Kirana, Haikal sudah bak kucing sama tikus. Sayang tapi tidak akur.
“Kalo nggak aku posting foto sama abang ya, aku tag abang terus like fotoku ya. Aku mau posting sambelnya mpok judes juga ni. Nanti like ya”
“Niat.” Lagi-lagi Kirana julid.
“Biarin.” Mulut Haikal maju, menunjukan kamu mau juga kan, ia kan, ia kan.
“Ini siapa Dek?” kutunjukan hpku padanya, menunjukan foto profil seseorang yang meminta follow di akunku. “Kak Aya cek, Follow kamu juga kan ya.”
“Ah, ini Raimon Kak, teman SMUku, yang dulu sering main ke rumah. Yang pernah nembak Kak Aya terus ditolak.”
Demi apa kupukul adikku yang mulutnya kemana-mana. Terlambat, Ren sudah menoleh dan melihatku tidak suka. Dia menjentikkan jarinya, memberi isyarat agar aku mendekat dan menyerahkan hpku.
“Kamu si.” Aku mencubit pinggang adikku.
“Ampun Kak.” Dia nyengir aja.
Aku sudah duduk lagi di sampingnRen, kuserahkan hp yang dia minta. Daripada panjang urusannya.
“Jadi kakak berapa kali di tembaknsama cowok yang lebih muda dari Kakak.” sambil menyelipkan rambut ke belakang telingaku.
“Banyak kayaknya. Hahaha.” Ibu cari perkara menimpali. “Tapi cuma Renan yang ibu percaya buat Aya. Ia kan
Yah.” Apa coba ayah ikut mangut-mangut. Masih menonton tv ikut memperkeruh suasana.
“Nggak sayang, kan tahu berapa pacar aku sebelum menikah.” Ia kan, ia kan, aku mengedipkan mata menggodanya.
“Tapi kakak belum cerita tentang ditembak temannya Haikal.”
“Hahaha, ia ya. Mungkin karena nggak penting jadi nggak keinget sayang.” Aku sudah melihat hp yang dia serahkan. Dia blokir itu akun temannya Haikal. Anak ini benar-benar ya.
“Kakak mau aku buat peraturan no 17 sekarang.” Dia berbisik di telingaku.
“Hehe, nggak sayang. Udah aku taro hp. Nggak main hp lagi.” Puas. “Aku mau makan mpek-mpek juga ah. Ayah mau.”
Aku pindah dari samping Ren menempel pada Ayah. Mencari aman dan perlindungan. Ren tidak akan macam-macam lagi. Aku mengambilkan ayah mangkok kecil dan menuangkan cuka. Dia ikut menikmati hasil karya istrinya tersayang.
“Telfon mas Gilang Dek, kangen sama Malika sama Adam.” Kataku di samping ayah. Haikal beranjak dari duduknya mendekat.
“Vidio call aja ya Kak.”
“Hemmm.”
Kami sudah berebut duduk di depan hp. Geser kanan dan kiri supaya kelihatan semua. Ibu juga tidak mau kalah di sampingku.
“Halloooo!!” kami ramai di depan hp. Di sana Mas Gilang tergelak. Apalagi saat melihat kami berebut posisi.
“Lagi pada ngumpul ya?”
“Ia, makan mpek-mpek ibu. Malika sama Adam mana Mas?” Tidak lama dua jagoan Mas Gilang muncul bersama ibunya.
“Apa kabar Kak. Kak Desta makin cantik aja.” Kataku ketika melihat istri Mas Gilang.
“Hehe bisa aja, Aya juga makin cantik. Foto siapa tadi, sama anak kecil?” ah, foto yang aku posting di sosmed pribadiku. Foto Safina dan kami berdua.
“Tetangga Aya kak, hehe, Safina.”
“Tante-tante aku kemarin sekolah diajarin ngaji sama nyanyi.” Malika merebut hp dari ibunya. “ Gini tante nyanyinya.” Entah menyanyi apa dia. Kami hanya tergelak. Aku menoleh saat Ren sudah berpindah di belakangku.
“Malika ini om Renan.” Kataku .
“Hallo Om.”
“Hallo Malika, sudah besar aja, kapan main ke rumah tante sama om.”
“Nanti pas liburan ya om, ajak Lika sama Adam jalan-jalan ya.”
“Beres.”
Di belakang Malika tiba-tiba muncul wajah Mas Gilang. Hp masih dipegang Malika.
“Apa kabar Renan?” Suara mas Gilang terdengar sangat formal.
“Baik Mas.” Ren menjawab tidak kalah formalnya. Aku sampai tersenyum dibuatnya.
“Jaga Aya dengan baik ya.” Duarr, apa-apaan Mas Gilang ini.
“Apaan mas Gilang ini bikin suasana tegang aja.” Aku menoleh pada Ren, menusuk pipinya dengan jari. Menyuruhnya tersenyum.
“Ia Mas.” Masih dengan bahasa yang canggung.
Percayalah Ren paling canggung dengan kakak laki-lakiku. Dia bisa langsung berhenti tertawa jika bicara dengan Mas Gilang. Lucu ya, apalagi kalau membayangkannya.
Kami terus mengobrol, Malika dan Adam menyanyi disana. Ayah dan ibu ikut tertawa melihat cucu mereka. Ahh, jadi kangen ingin berkumpul lengkap. Pasti rumah ini akan semakin ramai.
ini cerita akhir pekan saat aku berkunjung ke rumah orangtuaku. Untuk kalian, apa arti rumah bagi kalian?
Rumah bagiku tempat istimewa dimana aku bisa mengandaikan tentang indahnya surga. Bukankah ada perkataan sempurna yang mengibaratkan rumahku adalah surgaku. Dan aku tumbuh dalam dunia yang seperti itu. Aku dekat dengan ayah, aku menempel pada ibu sepanjang waktu. Dan aku patuh pada mereka. Aku bukan malaikat tanpa cela juga, terkadang aku masih mangkir saat di nasehati mereka. Namun karena ayah selalu menyentuhku dengan kelembutan, hingga akhirnya membuatku selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk mereka. Tanpa perlu mereka memaksaku.
Mungkin bisa dibilang pertemuanku dengan Ren, perjodohan kami adalah buah kepatuhanku pada orang tuaku. Kalau aku tidak menuruti mereka mungkin aku tidak akan bertemu Ren atau menikah dengannya.
Bersambung.....
" Hallo aku LaSheira terimakasih yang sudah membaca kisah Kak Aya dan suaminya Ren, yang sudah like dan juga menyempatkan berkomen. Mampir juga ke novel sebelah ya karyaku lainnya ya, yang berjudul " Key and Bian" masih sama bergenre romantis, tapi tentu dengan cerita yang sangat berbeda dengan #SuamikuPosesif."
Kisah manis si penjual siomay Central Park dan CEO Perusahaan ternama
Hihi, aku sedang promosi @LaSheira
JUDUL : Key and Bian
membaggongkan