Di balik megahnya pusat kekuasaan, selalu ada intrik, pengkhianatan, dan darah yang tertumpah.
Kuroh, putra dari seorang pemimpin besar, bukanlah anak yang dibuang—melainkan anak yang sengaja disembunyikan jauh dari hiruk-pikuk politik, ditempatkan di sebuah kota kecil agar terhindar dari tangan kotor mereka yang haus akan kekuasaan.
Namun, takdir tidak bisa selamanya ditahan.
Kuroh mewarisi imajinasi tak terbatas, sebuah kekuatan langka yang mampu membentuk realita dan melampaui batas wajar manusia. Tapi di balik anugerah itu, tersimpan juga kutukan: bayangan dirinya sendiri yang menjadi ujian pertama, menggugat apakah ia layak menanggung warisan besar sang ayah.
Bersama sahabatnya Shi dan mentor misterius bernama Leo, Kuroh melangkah ke jalan yang penuh cobaan. Ia bukan hanya harus menguasai kekuatannya, tetapi juga menemukan kebenaran tentang siapa dirinya, mengapa ia disembunyikan, dan apa arti sebenarnya dari “takdir seorang pemimpin”.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ell fizz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jejak yang hilang
Rintik rintik air terdengar jatuh dari atap rumah.Terdengar langkah terburu buru dari orang orang, bukan karena terburu buru namun, ada sesuatu yang lebih besar dari itu.Terlihat dari jauh sekitar 10 orang mengejar para warga sambil berteriak.
"Oi oi orang bodoh, kenapa kalian lari dari kami?."ucap nya sambil terus mengejar.
Tanah bergetar makin keras, beberapa saat setelah itu salah satu warga tergelincir.Dia berusaha bangkit namun karena kecepatan nya sang pengejar sangat cepat jadi, dia tertangkap.
Kerah baju nya ditarik, leher nya di genggam dengan erat bagaikan menggenggam sebuah botol dengan keras.
"Cepat katakan dimana anak yang bernama Kuroh!!??."tanya nya dengan nada keras sambil terus menggenggam nya dengan erat.
Warga merasa kesulitan bernafas karena erat nya genggaman nya, dia sampai meronta ronta memukul mukul tangan nya sambil berkata.
"Aku tida-k tahu tuan."Jawab nya nafas tersengal.
Tak percaya dengan itu, dia terus mencekiknya dengan sangat erat bahkan leher nya sudah mulai mengecil.
"Lepaskan a-aku tuan, aku bena-r bena-r tidak tah-u."dengan sekuat tenaga mencoba meyakinkan kembali.
Namun tak senang dengan itu.
"Bunuh saja dia, membuang buang waktu kita."
Angin kencang tiba tiba melanda sekitar, petir menyambar bagaikan murka terhadap apa yang terjadi.
"Apa ini??."
"Sepertinya kalian bermain main dengan yang lemah ya? Ten Phantoms tak sekuat itu ternyata."
Seorang pria dengan wajah penuh luka, jubah putih nya mengambang karena angin yang dibuat nya.
"Siapa kau?"tanya nya sambil mulai melepas genggaman nya dari rakyat tadi.
"Kalian para sampah bahkan tak mengenal diriku yang agung? Sungguh kedunguan."tetap melangkah maju dengan wajah santai
Tak lama kemudian hujan mulai turun dengan lebat.Pandangan musuh sempat teralihkan, pandangan mereka kabur akibat deras nya guyuran air hujan.
"Kemana dia? Dan kemana pria yang tadi kita genggam?."
Tiba tiba tekanan meningkat seolah olah ada sesuatu yang besar terjadi.
"Apa ini?"sambil membalikkan badan mereka.
Tiba tiba terdengar suara barang jatuh, semua Ten Phantoms langsung melihat ke tempat suara, tulang mereka membeku melihat apa yang terjadi.
"Hei??ini tidak bercanda kan? Teman kita kepalanya putus.Berpencar, waspadai semua gerak gerik yang aneh"
Semua Ten Phantoms yang masih tersisa berpencar mencari posisi aman. Namun, seperti pemburu yang haus darah.Dia tak membiarkan ada yang tersisa.
"Sangat sulit mendeteksi apa yang terjadi, hujan dan kilatan petir ini mengganggu penglihatan kita."sambil menutup setengah mata nya dengan tangan nya, menggenggam pedang.
Memang benar kalau penglihatan terhalang saat ini, hujan turun dengan sangat deras menusuk mata disertai petir petir yang menyambar terus menerus membuat indra Ten Phantoms terganggu.
"Kombinasi yang sempurna, hujan untuk menutupi penglihatan kita dan petir untuk menganggu indra kami, siapa orang ini? Sangat lah jenius."
Terdengar lagi suara jatuh, sebuah kepala kembali jatuh, bukan 1 melainkan 2 sekarang.
Suasana makin mencekam diiringi hujan deras dan petir yang terus menyambar.
"Mungkin, kita akan dihabisi satu satu, kita para Ten Phantoms harus segera bersatu sekarang."
Namun, seperti berteriak pada angin, tidak ada yang menyatu dan tak ada respon.Hujan mulai reda perlahan, petir menghilang sepenuh nya.
Terlihat langkah kaki mendekat.
"Kyo, kau tinggal sendirian sekarang."
Kyo mundur beberapa langkah, wajah nya penuh waspada, tubuh nya dalam posisi bertahan dan menyerang.
"Apa yang kau mau dari Ten Phantoms, dan siapa kau sebenarnya? Bahkan kami pasukan terkuat Vagaboz tak mampu melawan kamu??."
"Lucu sekali kalian, kalian ini penuh ambisi dan hanya mengincar satu hal yang hal itu tidak akan pernah kalian capai."ucap nya sambil mendekati Kyo.
Kyo mundur, terjatuh dan terpeleset, dia mundur terus dalam kondisi duduk ketakutan.
Tap tap tap suara langkah orang itu makin mendekat ke arah Kyo dengan menggenggam pedang putih nan indah itu.
"Kenapa kau malah takut? Bukan kah Ten Phantoms dikenal bringas dan mengerikan namun dengan sentuhan sedikit gangguan berupa hujan deras dan petir saja membuat kalian sangat lengah?."terus mendekat "Apa Vagaboz tak mengajarkan itu kepada kalian?."
Mendengar hal itu, Wajah Kyo jelas marah namun tak ada yang bisa ia perbuat karena tekanan pria ini sangat lah kuat yang membuat Kyo hanya bisa mundur dalam posisi duduk.
Kyo terhenti di sebuah dinding rumah tua, suara kayu tua nya membuat suasana makin mencekam.Pedang pria itu mulai turun mendekati leher Kyo.
"Ampuni aku tuan."ucap nya, keringat mulai menetes dari kepalanya akibat ketakutan yang memuncak.
"Kau kira aku dengan mudah mengampuni mu?kau itu harta Vagaboz dan aku akan memanfaatkan mu untuk kepentingan ku sendiri."
Secercah harapan mulai muncul namun.
"Aku ingin kau menjadi asisten pribadi ku, tenang saja semua kebutuhan mu sangat lah mudah ku urus, pertama tama aku akan menuliskan suatu mantra pada tubuh mu agar kalau kau melarikan diri dan kembali ke Vagaboz kau tak akan bisa."
Kyo terpaksa mengangguk karna tak ada pilihan bertahan hidup selain menerima apa yang akan terjadi.
Orang itu mulai meletakkan tangan nya di dahi Kyo, kehangatan mulai terasa, kehangatan bukan sekedar kehangatan namun membuat nyaman.Semua ego yang ada di pikiran Kyo mulai menghilang.
Sel dalam diri Kyo memberontak namun tubuh nya seolah olah dipaksa untuk tetap tenang, mata Kyo tertutup perlahan dengan semua kenyamanan dan kehangatan.
(Aku harap ini yang terbaik untuk ku, Tuan Vagaboz terimakasih atas semua nya.)
"Bagus lah, kau terlelap dalam pikiran mu sendiri, ku harap dengan mengajak mu ke jalan yang benar membuat sedikit perubahan pada masa depan."ucap nya dengan wajah tersenyum sambil menggendong nya terbang dan pergi.
...----------------...
"Ada apa ini??."tanya salah satu warga yang melintas di pembantaian Ten Phantoms.
Para warga segera berkumpul ke area itu, wajah mereka pucat pasi melihat mayat bergelimpangan. Hujan yang baru saja reda meninggalkan bau besi bercampur tanah basah yang menusuk hidung. Beberapa anak kecil bersembunyi di balik tubuh orang tua mereka, tak berani melihat.
"Siapa... yang bisa melakukan ini?." ucap seorang pria paruh baya sambil gemetar, langkahnya mundur perlahan.
Warga lain mencoba mendekat, namun hanya berani dari kejauhan. Mayat-mayat itu tidak sekadar mati, melainkan seperti diperlakukan dengan cara yang berbeda. Leher terputus bersih, darah masih mengalir memenuhi tanah.
"Tidak mungkin manusia biasa." tambah yang lain dengan suara tertahan.
Tak lama, suara derap kuda terdengar. Tiga prajurit Vagaboz tiba, wajah mereka penuh tanda tanya saat melihat kondisi di lapangan. Salah satu turun, jongkok, memeriksa salah satu tubuh yang tergeletak.
"Apa ini... bahkan Ten Phantoms bisa dihabisi dengan cara seperti ini?." katanya pelan sambil menutup hidung.
Prajurit lain mendekat, menoleh ke arah warga. "Ada yang melihat pelakunya?." tanyanya tegas.
Semua warga saling berpandangan. Tak ada yang berani menjawab, hingga seorang anak kecil menunjuk ke langit dengan tangan gemetar.
"A-aku... aku lihat seseorang... dia berjubah putih... membawa satu orang dan terbang pergi...," suaranya bergetar, namun cukup jelas didengar semua orang.
Keheningan menyelimuti. Warga menelan ludah, prajurit Vagaboz saling tatap, raut mereka tegang.
"Jubah putih... wajah penuh luka...," ucap salah satu prajurit dengan suara rendah, hampir berbisik.
"Apakah... dia kembali?." sahut yang lain, nada takut jelas terdengar.
Warga semakin bingung. Nama siapa pun yang dimaksud tidak berani mereka tanyakan. Hanya bisik-bisik lirih menyebar cepat, seperti angin malam.
Prajurit segera memberi perintah singkat. "Kunci tempat ini, jangan biarkan ada yang masuk. Semua saksi ikut bersama kami."
Orang-orang perlahan bubar, membawa rasa takut masing-masing. Jalan yang basah kini penuh jejak langkah tergesa.
Namun, di salah satu atap rumah tua yang hampir roboh, bayangan samar berdiri memperhatikan semua dari jauh. Angin malam berhembus, jubah putih berkibar sebentar sebelum menghilang ke kegelapan, tanpa suara, tanpa jejak.
Yang tersisa hanyalah ketakutan, misteri, dan tanda tanya besar: siapa sebenarnya orang itu?