Zhao Yue, preman jalanan abad 21 yang menguasai pasar malam, hidup dengan moto " Kalau mau aman, jangan macam-macam denganku." Jago berkelahi, lidah pedas, dan aura menakutkan adalah ciri khasnya.
Suatu malam, setelah menghabisi geng saingan, ia dikepung dan dipukul keras di kepala. Saat tersadar, ia berada di ranjang keemasan dan dipanggil “Yang Mulia Permaisuri.” Kini, Zhao Yue berada di tubuh Permaisuri Xian Rong dari Dinasti Wei—istri kaisar yang dikenal lemah dan sakit-sakitan. Namun sejak roh preman masuk, sang permaisuri berubah menjadi galak, blak-blakan, dan barbar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ANWi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gelisah
Malam menjelang, istana mulai sunyi. Lampu minyak berjejer di lorong, menebarkan cahaya temaram yang membuat bayangan pilar tampak panjang. Di kediaman permaisuri, ruangan dipenuhi aroma dupa melati yang lembut, menciptakan suasana hangat dan tenang.
Xian Rong duduk bersandar di kursi panjang, jemarinya memutar-mutar gelang giok baru di pergelangan tangan. Mei duduk di sampingnya, asyik mengunyah manisan wijen yang ia sembunyikan sejak pulang dari pasar tadi.
“Mei,” panggil Xian Rong, matanya menatap kosong ke arah lantai marmer yang berkilau.
“Ya, Yang Mulia?” jawab Mei, masih dengan mulut penuh.
“Apa kau sadar sesuatu tentang Pang Yi hari ini?”
Mei langsung menoleh, senyumnya nakal. “Maksud Yang Mulia… cara dia menatap Zhu Lang?”
Permaisuri menghela napas, matanya menyipit. “Kau juga lihat?”
“Tentu saja lihat! Semua orang bisa lihat. Bahkan Jiang Hu yang sibuk angkat barang sempat melirik ke arah mereka.”
Permaisuri terkekeh, tapi ada nada dingin dalam tawanya. “Menarik sekali… Pang Yi, penjaga paling teguh, bisa sampai begitu.”
Mei bersandar, memainkan rambutnya. “Tapi wajar sih. Zhu Lang memang punya aura berbeda. Kalau aku laki-laki, mungkin aku juga akan jatuh hati.”
Mata permaisuri langsung tajam, menusuk. “Mei.”
Pelayan itu buru-buru menunduk. “Iya, maaf, Yang Mulia.”
Namun dalam hati, Xian Rong sendiri tidak bisa menepis rasa getir. Ada sesuatu dalam dirinya yang menolak kenyataan bahwa Pang Yi berani menatap Zhu Lang dengan perasaan begitu terbuka.
Di kamar kecil di sayap timur kediaman, Zhu Lang duduk sendiri. Ia sudah memliki kamar di sebelah kamar Mei. Rambut panjangnya terurai bebas. Wajahnya tenang, meski matanya menyimpan keruwetan.
Di meja kecil, sebuah jepit rambut bangau perak tergeletak, berkilau ditimpa cahaya lentera. Zhu Lang menatapnya lama.
“Kenapa aku menyimpannya?” bisiknya.
Bagi siluman, menerima hadiah manusia bukanlah hal remeh. Itu berarti ikatan, dan ikatan selalu berujung luka. Namun ia tetap tidak membuangnya.
Pintu kamar berderit pelan. Zhu Lang langsung menoleh, tubuhnya menegang.
Yang masuk adalah Xian Rong, membawa lentera kecil. Tanpa bicara panjang, ia menaruh lentera di meja lalu duduk di kursi satu-satunya di kamar itu, seolah ia yang empunya ruangan. Tatapannya langsung jatuh pada jepit rambut di meja.
“Jadi, kau benar-benar menyimpannya,” ucapnya pelan.
Zhu Lang mendengus. “Apa Yang Mulia datang hanya untuk mengejekku?”
Permaisuri tersenyum samar. “Tidak. Aku datang karena aku tidak bisa tidur.”
Hening turun. Api lentera menari, memantulkan cahaya lembut di wajah keduanya.
“Kau sadar,” Xian Rong mulai bicara, nadanya lebih lirih, “sejak kau datang, suasana di sini berubah. Bahkan para penjaga yang paling teguh pun bisa terguncang. Tapi aku—” ia menatap dalam ke arah Zhu Lang, “—aku justru merasa tenang.”
Zhu Lang mengerutkan alis. “Tenang? Dengan siluman di samping Yang Mulia?”
“Ya,” jawab Xian Rong mantap. “Mungkin karena aku tahu, kau tidak pernah berpura-pura. Kau bukan orang yang akan menyanjungku hanya demi kedudukan. Kau apa adanya. Itu hal yang paling langka di istana.”
Zhu Lang menunduk. Kata-kata itu menembus pertahanan yang ia bangun bertahun-tahun.
Permaisuri berdiri, berjalan mendekat. Gaun sutra merahnya bergemerisik lembut. Ia berhenti hanya satu langkah dari Zhu Lang, cukup dekat hingga aroma melati dari tubuhnya menyelimuti udara.
“Kalau aku bilang” suaranya menurun nyaris menjadi bisikan, “aku lebih khawatir melihat Pang Yi menatapmu seperti tadi, apa reaksimu?”
Zhu Lang menegakkan kepala, terperangah. Matanya bertemu dengan mata permaisuri—hitam, tajam, tapi kali ini ada semburat kehangatan di dalamnya.
“Permaisuri…” ia berusaha mencari kata, tapi lidahnya kelu.
Xian Rong tersenyum samar, lalu mencondongkan tubuh sedikit. “Aku tidak suka berbagi. Ingat itu, Zhu Lang. Selama kau ada di sini, pandanganku yang akan kau hadapi, bukan orang lain.”
Jantung Zhu Lang berdegup kencang. Ia ingin menolak, ingin menjauhkan diri. Tapi ada magnet tak terlihat yang menahannya. Untuk pertama kalinya sejak mengembara, ia merasa ada manusia yang benar-benar berani mendekatinya tanpa rasa takut, tapi dengan… keinginan untuk memilikinya.
“Yang Mulia…” suaranya nyaris patah.
Permaisuri menyeringai tipis.
Ucapan itu menggantung di udara, berat namun manis.
Zhu Lang menatapnya lama, lalu tanpa sadar tangannya bergerak—menyentuh pergelangan tangan permaisuri yang masih memegang lentera. Hanya sebentar, namun cukup untuk membuat keduanya terdiam.
Seketika, permaisuri menunduk, bibirnya menahan senyum yang tak mampu ia sembunyikan. “Hm. Sepertinya kau tidak benar-benar ingin menjauh.”
Zhu Lang buru-buru menarik tangannya, wajahnya memerah. “Hamba tidak tahu apa yang Anda maksud.”
Tapi Xian Rong sudah berbalik, melangkah menuju pintu. Sebelum pergi, ia menoleh sekali lagi. Cahaya lentera menyoroti wajahnya yang lembut tapi penuh tekad.
“Jangan terlalu lama memikirkan hadiah itu. Yang lebih berbahaya adalah saat kau mulai menyimpan kata-kataku di hatimu.”
Dan pintu menutup perlahan, meninggalkan Zhu Lang dalam diam.
Ia duduk kembali, menatap jepit rambut bangau perak itu. Tapi kali ini bukan Pang Yi yang melintas di benaknya. Melainkan wajah permaisuri, senyumnya, tatapannya yang berani.
Jemarinya menggenggam erat jepit itu, lalu ia berbisik lirih, “Kenapa bukan aku yang lebih dulu pergi sebelum semuanya terlalu jauh?”
" Fokus pada tujuan utama mu, Zhu Lang. Akghh" Geram lelaki itu.
***
Happy Reading ❤️
Mohon Dukungan untuk :
• Like
• Komen
• Subscribe
• Follow Penulis
Terimakasih❤️