Di malam pertama pernikahannya, Siti mendengar hal yang sangat membuatnya sangat terluka. Bagaimana tidak, jika pernikahan yang baru saja berlangsung merupakan karena taruhan suaminya dan sahabat-sahabatnya.
Hanya gara-gara hal sepele, orang satu kantor belum ada yang pernah melihat wajah Siti. Maka mereka pun mau melihat wajah sebenarnya Siti dibalik cadar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Siti melanjutkan tidur di kamarnya setelah Gio mengantarkannya pulang ke rumah. Tubuhnya terasa remuk semua tanpa terkecuali. Tapi dia senang dan bahagia bisa memuaskan Gio walau masih tegang dan kaku. Ya...namanya juga pemula.
Nalurinya bekerja dengan sangat baik dan dengan sabar Gio mengajarinya. Di bawah selimut Siti tersenyum ketika mengingat itu semua. Dia benar-benar seperti wanita murahan tapi tidak apa supaya membuat suaminya betah dengannya.
Walau matanya sudah terbuka tapi rasanya sangat malas untuk turun dari ranjang, pikirannya masih terbang melayang. Belum mau kembali ke alam nyata di mana ponselnya telah berdering beberapa kali. Selain Ayah dan Gio dia sangat malas untuk menjawab panggilannya.
Apalagi ini dari Teo, Siti pun bersikap masa bodoh. Dirinya tidak ingin diganggu hanya karena pekerjaan sebab pekerjaannya sudah selesai semua.
Baru menjelang sore Siti benar-benar harus bangun dari tempat tidurnya saat Teo menelepon menggunakan ponsel Ayahnya. Teo mengabari kalau Ayahnya masuk rumah sakit karena kelelahan lalu jatuh dari motor.
Gio dan Siti sudah berada di ruangan Ayah, Ayah masih tidur karena efek samping obat. Teo pun masih berada di sana, mendampingi Ayah. Siti dan Gio sama mengucapkan terima kasih kepada Teo karena pria itu yang telah menyelamatkan Ayahnya.
Saat sudah sore berganti malam Ayah baru bangun. Dia menatap sangat tidak suka kepada Gio. Siti dan Gio saling pandang, bahkan Ayah lebih senang meminta bantuan pada Teo yang merupakan orang lain ketimbang pada Gio menantunya sendiri.
"Ada apa, Yah?." Tanya Siti, sejujurnya dia tidak tega melihat sikap Ayahnya yang tiba-tiba berubah kepada suaminya. Sampai Gio dibuat tidak betah berada di ruangan itu dan memang memilih keluar.
"Maaf, karena keinginan Ayah kamu jadi harus menikah dengan pria yang salah." Ayah memasang wajah penuh sesal.
Siti bungkam, dia berpikir berarti Ayah mengetahui sesuatu tentang Gio. Kemungkinan tentang pernikahannya yang terjadi karena taruhan.
Gio menatap Siti yang baru keluar dari ruangan Ayah. Siti langsung memeluknya erat, cukup lama. Gio membalas erat pelukan istrinya. Sekarang mereka berjalan pulang karena Ayah hanya mau ditunggui oleh Teo atau Siti. Tapi Siti tidak mungkin meninggalkan Gio untuk menemani sang Ayah bersama pria lain. Tidak masalah kalau dia sendiri.
Sampai sekarang Siti tidak mau jauh dari Gio. Ada ketakutan yang dirasakan oleh Siri, selalu berada di sisi suaminya. Walau mereka tidak memiliki obrolan.
"Padahal kita baru bercinta sekali tapi sudah ada masalah saja," Siti meraih tangan Gio dari kepadanya. Sejak tadi pria itu mengusap-usapnya.
Gio tersenyum. "Namanya juga rumah tangga."
"'Kan bisa nunggu sampai kita bosan bercinta."
Senyum Gio berubah jadi tawa. "Bercinta itu tidak akan pernah ada bosannya, sayang."
Siti bangkit dari pangkuan Gio setelah mendengar panggilan baru dari suaminya. Tidak tanggung-tanggung loh, sayang. Serasa terbang ke langit ketujuh.
"Mas barusan manggil aku apa?," wajah Siti berbinar.
Lalu Gio menaruh tangannya di leher Siti, mengelus tanda merah yang semalam telah dibuatnya. "Sayang. Kamu tidak suka?."
"Suka bangat malahan, Mas." Cepat sekali Siti merespon.
Gio kembali membuat tanda merah di leher Siti sampai Siti harus mendongak. Membiarkan suaminya kembali berbuat sesuka hati terhadap tubuhnya. Dia juga sangat menyukainya dan ingin segara mengulanginya lagi.
Sinyal yang dikirim Siti sangatlah kuat, Gio memanfaatkan rumah sepi menjadi arenanya bermain bersama Siti. Ini kali kedua tanpa banyak drama, baik Siti maupun Gio sama-sama langsung tancap gas setelah sama-sama berlendir.
*
Ayah sudah pulang ke rumah. Lagi, Teo menjadi orang yang sangat dekat dengan Ayah saat ini. Gio yang menampakkan diri tak dilihat sekali pun oleh Ayah. Gio menunggu di teras rumah. Kemudian Teo datang menghampiri.
"Lancar juga, ya, usahamu."
"Seperti yang kamu lihat."
Sangat basa-basi sekali yang dilakukan Teo. Padahal sebenarnya dia mau menujukkan di mana level bisnisnya saat ini. Tetap saja dia merasa bangga meski duduk di kursi tertinggi perusahaan karena permainan konyol.
"Sebagai seorang sahabat yang baik, aku peringatkan untuk siap-siap segera menjauh dari Siti karena bisa aku pastikan kalian akan berpisah." Bisik Teo sambil menaruh tangannya di pundak Gio.
"Mungkin kamu lupa karena sekarang sedang berada di atas angin. Tapi ingatlah di atas langit masih ada langit. Tapi terima kasih sudah memperingatkanku." Gio tidak keberatan jika tangan Teo masih betah di pundaknya. Dia bisa tahu dari gerakan tangannya kalau pria itu sangat kesal.
Setelah selesai menyuapi dan memberi Ayah obat, Siti keluar menemui suaminya tapi jalannya segera di hadang oleh Teo.
"Kamu boleh libur sampai Ayah sembuh."
Siti hanya mengangguk karena sangat malas berbicara dengan Teo.
"Katanya kamu sakit juga, masih sakit apa sudah sembuh?."
Siti tidak bisa menggeleng lagi lalu dia menjawab tegas. "Aku baik-baik saja."
"Aku senang kalau kamu baik-baik saja."
Siti diam tidak mau merespon.
"Oke, sekarang aku harus ke kantor. Hubungi aku kalau membutuhkan sesuatu. Aku akan ada untuk kamu dan Ayahmu."
Kembali Siti diam hanya saja dia sangat senang Teo sudah pergi dari rumahnya.
Gio yang berada di luar langsung masuk menemui Siti. "Bagaimana Ayah?."
"Masih lemes."
Hening, keduanya sama diam untuk waktu yang cukup lama sampai Gio yang buka mulut.
"Untuk sementara aku akan tinggal di ruko."
Seketika mata Siti berkaca-kaca mendengar ucapan Gio, itu artinya mereka akan berpisah. Hal yang sangat tidak diinginkannya.
"Untuk sekarang Ayah belum mau bicara padaku, dalam masa penyembuhan juga. Aku tidak mau saja membuatnya kembali sakit."
Air mata Siti pun tumpah membasahi cadarnya.
"Kalau kamu peduli pada Ayah, lalu aku bagaimana?. Aku tidak mau jauh darimu, Mas."
"Hanya sementara waktu sampai Ayah sembuh." Gio meraih tangan Siti lalu mengecupnya. "Maaf, aku sudah membuatmu menangis."
Semakin deras derai air mata Siti dengan kata maaf yang diucapkan Gio. Suaminya adalah imamnya, dia harus berada bersama imamnya terus.
"Biar aku bicara sama Ayah, Mas. Ayah pasti mau mendengarkan aku."
"Tidak sekarang ini, Siti. Ayah tidak mau melihatnya di sini lagi." Tegas Ayah yang baru keluar dari kamar.
Siti berbalik dan melihat Ayahnya sudah duduk.
"Mas Gio suamiku, Yah."
"Suami yang menikahimu karena taruhan. Iya?. Dia sudah membohongi Ayah juga. Dia tahu kelemahan Ayah makanya dia memanfaatkannya. Belum terlambat bagimu untuk berpisah darinya karena belum ada anak. Jangan sampai menyesal hidup bersama orang yang salah."
"Tidak, Yah, aku tidak mau berpisah." Siti bicara lantang padanya.
"Aku minta maaf sudah sangat mengecewakan, Ayah. Tapi sama seperti Siti, aku tidak mau berpisah."
"Harus!," teriak Ayah. "Kamu lupa pernikahan ini terjadi karena siapa? Aku. Jadi aku yang akan membuat kalian berpisah."
Siti hamil anak Gio
saat kejadian malam kelam yg lalu,AQ yakin bahwa yg tidur dgn Teo bukanlah Siti melainkan Asih
tetap semangat berkarya kak 💪💪🙏🙏
semoga asih n teo dpt karma yg lebih kejam dari perbuatan nya pada siti