Lanjutan dari Beginning And End.
Hasane Reina... selamat dari kematian. Di rumah sakit Osaka, mayat Reina di bawa oleh dua perawat. namun setelah perawat itu mengunci pintu kamar mayat, terungkap identitas yang membawa Reina ke ruang mayat, yaitu Reiz dan Tia.
Reiz dan Tia menukar mayat Reina dengan boneka yang hampir menyerupai diri Reina. Lalu Reina secara diam diam di bawa ke Rusia, untuk menukar jantung nya yang rusak dengan jantung robot yang akan bertahan di akhir tahun.
Namun supaya dapat hidup selama nya, Reina harus mencuri sebuah jantung, sumber kehidupan. Namun yang ada di benak Reina saat ini adalah membalas kan dendam nya kepada ayah kandungnya sendiri, Yaitu Hasane Danton. Reina berencana akan mengambil jantung Danton dan membunuh nya dengan sangat keji.
Apakah Reina berhasil? dan apa yang akan Reina lakukan selanjutnya? apakah dia masih menyembunyikan diri nya bahwa dia masih hidup kepada Kei dan yang lainnya? itu masih sebuah misteri....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon raffa zahran dio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 : Kedekatan Mike dan Lynn.
Tiga pria itu menyerbu, gerakan mereka terkoordinasi, menunjukkan pelatihan tempur yang ekstensif. Pistol dan pisau berkilat di bawah cahaya redup gang sempit, menciptakan bayangan yang menakutkan. Lynn bergerak pertama. Dengan kecepatan yang menentang logika, sebuah kilatan silver, ia menghindar dari serangan pertama, tubuhnya berputar seperti angin puyuh, menciptakan ilusi gerakan yang hampir tak terlihat oleh mata telanjang. Pistol kecilnya memuntahkan peluru, tepat mengenai lengan salah satu penyerang, menciptakan lubang kecil yang mengeluarkan darah segar.
Mike, dengan sarung tangan laser merahnya yang menyala, menembakkan sinar laser yang akurat dan mematikan. Sinar laser itu membakar udara, menciptakan bau ozon yang menyengat. Satu pria jatuh tersungkur, tubuhnya terbakar oleh kekuatan laser yang dahsyat. Namun, dua pria lainnya tetap maju, gerakan mereka lebih agresif dan brutal. Mereka berteriak, menunjukkan kemarahan dan kegilaan mereka.
"Kau terlalu lambat!" teriak Lynn, suaranya dingin dan tajam, menunjukkan ketenangannya yang luar biasa di tengah situasi yang menegangkan. Ia melompat, tubuhnya melayang di udara, seolah-olah ia tidak terikat oleh hukum gravitasi. Pistolnya memuntahkan peluru lagi, menembus dada salah satu penyerang. Pria itu jatuh, tubuhnya terkulai lemas.
Mike, dengan kecepatan yang luar biasa, mengikuti gerakan Lynn. Laser merahnya terus menembak, menciptakan hujan api yang mematikan. Ia menghindari serangan pisau dari pria terakhir yang tersisa, gerakannya lincah dan presisi, menunjukkan kemampuan bela dirinya yang luar biasa. Ia merasakan adrenalin yang mengalir deras dalam tubuhnya, menambah kekuatan dan kecepatannya.
"Siapa kau?" Lynn bertanya, suaranya dingin dan tajam, namun ada sedikit kekaguman di baliknya. Ia memperhatikan kecepatan dan keahlian Mike dalam menggunakan sarung tangan laser. Ia belum pernah melihat teknologi seperti itu sebelumnya. Ia terus menembak, menciptakan celah bagi Mike untuk menyerang.
"Nanti kau akan tahu," jawab Mike, suaranya terengah-engah, menunjukkan kelelahannya. Ia terus menembakkan laser merahnya, mencoba untuk melumpuhkan pria terakhir itu. Ia merasakan sebuah ketegangan yang luar biasa, sebuah ketegangan yang memacu adrenalinnya.
Pria terakhir itu, dengan gerakan yang liar dan putus asa, menyerang Mike dengan pisau. Mike menghindar dengan cepat, laser merahnya hampir mengenai wajah pria itu. Pria itu mundur, matanya menunjukkan ketakutan dan keputusasaan. Ia menyadari bahwa ia tidak akan mampu melawan Mike dan Lynn.
"Aku menyerah!" teriak pria itu, melemparkan pisaunya ke tanah. Ia mengangkat kedua tangannya, menunjukkan bahwa ia telah menyerah. Ia ketakutan, menunjukkan betapa mematikannya Mike dan Lynn.
Lynn mendekati pria itu, pistolnya terarah tepat ke kepalanya. "Kau beruntung kali ini," katanya, suaranya dingin dan penuh peringatan. Ia tidak membunuh pria itu, menunjukkan bahwa ia masih memiliki sedikit belas kasihan.
Mike mendekati Lynn, napasnya terengah-engah. Ia merasakan sebuah kekaguman yang mendalam terhadap Lynn, sebuah kekaguman yang tercampur dengan ketertarikan. Ia telah menyaksikan kecepatan dan keahlian Lynn dalam bertarung, dan ia tahu bahwa ia telah bertemu dengan lawan yang tangguh.
"Namaku Mike," kata Mike, menawarkan tangannya kepada Lynn. Ia ingin berkenalan dengan Lynn, wanita tangguh yang baru saja ia selamatkan.
Lynn menatap tangan Mike sejenak, kemudian meraihnya dengan tangannya yang masih menggenggam pistol. "Lynn," katanya, suaranya masih dingin, namun ada sedikit kelembutan di baliknya. Ia merasakan sebuah rasa hormat yang mendalam terhadap Mike, sebuah rasa hormat yang tercampur dengan ketertarikan. Ia tahu bahwa ia telah bertemu dengan sekutu yang tangguh. Mereka saling memandang, dua individu yang kuat dan tangguh, berdiri bersama di tengah kegelapan gang sempit di Tokyo. Pertempuran telah berakhir, namun sebuah persahabatan yang tak terduga telah dimulai.
Air mancur kecil di taman itu menciptakan simfoni lembut, suara gemericik air yang menenangkan, sebuah kontras yang mencolok dengan ketegangan yang masih terasa di antara Mike dan Lynn. Mereka duduk berdampingan di kursi taman yang sederhana, dikelilingi oleh keheningan malam Tokyo yang hanya diiringi suara-suara samar dari kota yang tak pernah tidur. Lynn, dengan rambut silver pendeknya yang bergelombang, memegang erat-erat kantong plastik belanjaannya, jari-jarinya masih gemetar sedikit, menunjukkan kelelahan dan emosi yang masih bergejolak di dalam dirinya. Ia memeriksa isi kantong plastik itu dengan hati-hati, matanya tertuju pada seikat bunga mawar merah muda yang masih segar, seakan bunga itu adalah representasi dari kenangan yang masih begitu terasa. "Syukurlah... bunga mawarnya tidak rusak..." suaranya masih bergetar, menunjukkan kelelahan fisik dan emosional yang mendalam.
Mike tersenyum, sebuah senyum yang hangat dan tulus, mencoba untuk menenangkan Lynn. "Barusan aku belum memberi tahu nama lengkapku," katanya, suaranya lembut dan ramah, mencoba untuk menciptakan suasana yang nyaman. Ia mengeluarkan kartu identitasnya, sebuah kartu logam kecil yang berkilauan di bawah cahaya lampu kota yang redup. "Aku adalah Agen Mike Wilson dari Rusia, bawahan dari Craig, teman Profesor Reiz dan Profesor Tia. Pasti kamu tahu dengan dua profesor itu?" Ia menatap Lynn dengan penuh perhatian, menunggu reaksi Lynn, mengamati setiap perubahan ekspresi di wajahnya.
Lynn menerima kartu identitas Mike dengan tangan yang sedikit gemetar, matanya tertuju pada foto dan nama yang tertera di kartu itu. Ia membaca nama Mike Wilson dengan perlahan, seakan ingin memastikan bahwa ia tidak salah membaca. "Bang Reiz dan Tia..." suaranya lirih, menunjukkan rasa hormat dan kesedihan yang mendalam. "Reiz adalah abang sepupu sahabatku yang sudah meninggal..." Wajahnya langsung berubah pucat, matanya berkaca-kaca, menunjukkan kesedihan yang mendalam. Ia menyebut nama Reina, suaranya terisak, menunjukkan rasa sakit yang begitu mendalam, seakan nama itu adalah sebuah luka yang masih segar. Tubuhnya menegang, bahunya merosot, menunjukkan beban berat yang ia tanggung.
Mike memperhatikan ekspresi Lynn dengan penuh empati, mencoba untuk memahami kesedihan yang mendalam yang ia rasakan. "Iya... Lynn," katanya, suaranya tenang dan penuh pengertian, mencoba untuk memberikan dukungan dan kenyamanan. "Tugas ku ke sini untuk mencari buronan kami, yaitu Alexander dan Hasane Danton..." Ia menatap Lynn dengan tatapan yang serius, menunjukkan keseriusannya dalam menjalankan tugas, namun juga menunjukkan rasa simpati dan pengertian.
Mata Lynn membulat, menunjukkan keterkejutan dan ketidakpercayaan yang mendalam. "Kau... tak bercanda kan...?" Suaranya bergetar, dipenuhi oleh emosi yang bercampur aduk: kejutan, ketidakpercayaan, dan juga secercah harapan. Air matanya mengalir deras, membasahi pipinya yang pucat, menunjukkan betapa besarnya beban emosi yang ia rasakan. Ia merasakan sebuah harapan yang muncul di tengah kesedihannya yang begitu mendalam.
Mike meraih tangan Lynn dengan lembut, menunjukkan dukungan dan kenyamanannya. "Lynn..." suaranya lembut dan penuh simpati, mencoba untuk menenangkannya.
Lynn menunduk, tangisnya semakin keras, seakan bendungan emosi yang telah lama tertahan akhirnya jebol. "Teman pertamaku... dia... telah dibunuh oleh Alexander dan Danton, anjing itu.... Aku... akan membunuh mereka, membunuh mereka berdua!!" Tangisnya pecah, menunjukkan rasa sakit dan amarah yang terpendam selama ini, sebuah emosi yang begitu kuat dan menghancurkan. Tubuhnya bergetar hebat, menunjukkan betapa hancurnya ia karena kehilangan sahabatnya, Reina.
Mike memegang pundak Lynn dengan lembut, menunjukkan rasa simpati dan dukungannya yang tulus. "Lynn... apakah nama teman pertamamu Hasane Reina?" Ia bertanya dengan suara yang lembut dan penuh perhatian, menunggu jawaban Lynn, mengamati setiap perubahan ekspresi di wajahnya.
Lynn mengangkat wajahnya, matanya yang merah dan bengkak menatap Mike, menunjukkan rasa sakit dan juga sedikit rasa penasaran. "Dari mana kau tahu...?" Suaranya masih bergetar, namun ada sedikit rasa penasaran di baliknya.
Mike menarik napas dalam-dalam, lalu berkata dengan suara yang tenang dan tegas, menunjukkan profesionalisme dan juga empati. "Ya... berdekatan hari ini... ada tindakan kriminal yang terjadi di kota besar Moskow, pengedaran narkoba atas nama Hasane Danton... dan peristiwa pertempuran di Osaka... pada tanggal satu Agustus... Aku tahu kau adalah Arisu Lynn, salah satu dari pemimpin penyerangan gudang besar Danton.... dan aku juga tahu bahwa Reina mati di keesokan harinya..." Ia menatap Lynn dengan tatapan yang penuh pengertian, menunjukkan bahwa ia telah melakukan riset yang mendalam dan memahami situasi yang dihadapi Lynn.
Mike melanjutkan, suaranya penuh empati, mencoba untuk memahami dan berbagi kesedihan Lynn. "Semua data telah kami ambil dan memeriksa pertarungan itu dengan seksama, Lynn... memang, Kepergian Reina itu adalah sebuah tragedi yang membuat kalian semua hancur berantakan, kau sebagai teman yang selalu manja, selalu nonton anime Sword art online dengan Reina dan mendapatkan teman pertama ya itu Reina sendiri..." Ia memperhatikan setiap reaksi Lynn, mencoba untuk memahami perasaannya yang begitu kompleks dan mendalam.
Lynn hanya menunduk, air matanya terus mengalir deras, menunjukkan kesedihan yang begitu mendalam. Tangisnya tersedu-sedu, menunjukkan betapa hancurnya ia karena kehilangan sahabatnya. Mike mengangkat wajah Lynn dengan lembut, tangannya basah karena air mata Lynn, menunjukkan betapa empatiknya ia terhadap kesedihan Lynn. Lynn menatap wajah Mike, matanya menunjukkan rasa kepercayaan dan harapan yang mulai muncul di tengah kesedihannya.
Mike menghapus air mata Lynn dengan lembut, lalu berkata dengan suara yang penuh keyakinan dan empati. "Lynn, sebagai sahabat baiknya Reina... aku datang ke sini juga untuk membantu kalian semua, karena perintah Profesor Reiz... Aku berjanji akan membalaskan dendammu, khususnya, sahabat lama kita yaitu Celina Andras... Aku ingat sekali di saat Andras dibawa ke rumah sakit karena sedikit menghirup gas racun, setelah sadar, aku dan Leon masuk ke dalam ruangan Andras dan Andras menangis dengan keras, menangis karena kedua orang tuanya dibunuh oleh Alexander, gagal melihatkan prestasinya kepada orang tuanya, wajah Andras saat itu... membuatku sangat marah dan bersumpah untuk membunuh Alexander..." Ia menatap Lynn dengan tatapan yang penuh tekad, menunjukkan keseriusannya dalam menjalankan tugas dan juga kesungguhannya dalam membantu Lynn.
Lynn mengerti, suaranya bergetar karena emosi yang bercampur aduk: kesedihan, kemarahan, dan juga harapan. "Mike... berarti... kau dan agenmu akan menolong kita semua, membalaskan dendam kematian Reina..." Ia menatap Mike dengan penuh harapan, menunjukkan rasa percaya dan syukurnya yang begitu besar.
Mike menghapus air mata Lynn lagi, lalu memberikan kartu silver berisi nomor kontaknya dengan gerakan yang lembut dan penuh hormat. "Iya... aku akan menolongmu," katanya, suaranya tegas dan penuh keyakinan, menunjukkan keseriusannya dalam menjalankan tugas. "Simpan ini, beritahu aku kalau kamu dalam bahaya..." Ia memperhatikan ketegangan yang masih ada di badan Lynn, mencoba untuk menenangkannya. "Tak apa-apa, Arisu Lynn... kau bebas..." Ia tersenyum, sebuah senyum yang hangat dan menenangkan, mencoba untuk memberikan rasa aman dan kenyamanan kepada Lynn.
Lynn memeluk Mike dengan erat, tangisnya semakin keras, menunjukkan rasa syukur dan juga pelepasan emosi yang telah lama terpendam. "Terima kasih... aku mohon... bantu aku... bantu kami semua, kami semua masih terpukul dengan kematian Reina..." Ia merasakan sebuah harapan baru, sebuah harapan untuk membalaskan dendam atas kematian Reina dan untuk menemukan keadilan.
Mike mengusap punggung Lynn dengan lembut, menunjukkan rasa simpati dan dukungannya yang tulus. "Iya, Lynn... aku akan berjanji..." Ia merasakan sebuah tanggung jawab yang besar, tanggung jawab untuk membalaskan dendam atas kematian Reina dan untuk melindungi Lynn dan teman-temannya. Ia tahu bahwa perjalanan ini masih panjang dan penuh dengan tantangan, namun ia siap untuk menghadapi apa pun yang akan terjadi, bersama Lynn dan teman-temannya.
Mereka berjalan beriringan di tengah hiruk pikuk kota Tokyo, suasana ramai kota menciptakan kontras yang menarik dengan keheningan emosional yang masih terasa di antara mereka. Langkah kaki mereka berirama, menciptakan irama tersendiri di tengah keramaian. Lynn, dengan rambut silver pendeknya yang bergelombang, tampak lebih tenang, namun masih terlihat kelelahan. Ia sesekali melirik Mike, menunjukkan rasa nyaman dan juga sedikit rasa gugup.
"Sampai di sini saja, Mike," kata Lynn, suaranya lembut namun tegas, menunjukkan bahwa ia harus mengakhiri pertemuan ini. Ia berhenti di sebuah persimpangan jalan yang ramai, menunjukkan bahwa ia harus berpisah. Ia memetik salah satu bunga mawar dari rangkaian bunga yang ia bawa, gerakannya lembut dan penuh pertimbangan. Wajahnya memerah, menunjukkan rasa gugup dan juga sedikit rasa malu. "I... ini... tanda persahabatan kita... Mike, aku harap kita akan akrab walaupun kita beda negara..." Ia memberikan bunga mawar itu kepada Mike, menunjukkan rasa terima kasih dan juga sedikit rasa harapan.
Mike, dengan wajah yang memerah karena perasaan campur aduk, menerima bunga mawar itu dengan hati-hati, jari-jarinya menyentuh kelopak bunga mawar itu dengan lembut. Ia menghirup aroma bunga mawar itu dengan dalam, menutup matanya sejenak, merasakan aroma bunga mawar itu yang begitu menenangkan. "Wangi khas bunga mawar... membuatku menjadi tenang dan bisa membuatku menahan emosi... Terima kasih, Lynn..." Suaranya lembut dan penuh syukur, menunjukkan rasa terima kasihnya yang mendalam. Ia merasakan sebuah ketertarikan yang mendalam terhadap Lynn, sebuah ketertarikan yang tercampur dengan rasa hormat dan kekaguman.
Lynn bertanya dengan lembut, matanya menatap Mike dengan penuh perhatian. "Apakah kau juga suka bunga mawar?"
Mike mengangguk, suaranya penuh dengan kenangan. "Iya... bunga mawar selalu mengingatkanku disaat latihan berat dan mengerjakan misi dengan rekan-rekanku. Di saat aku kelelahan, aku selalu memikirkan bunga mawar... dan di saat misi selesai... aku pergi ke ruangan peristirahatan dan melihat bunga mawar... ketenangannya sampai ke otakku..." Ia menjelaskan dengan detail, menunjukkan betapa pentingnya bunga mawar baginya. Ia merasakan sebuah koneksi yang mendalam dengan Lynn, sebuah koneksi yang terbangun melalui kesamaan perasaan mereka terhadap bunga mawar.
Wajah Lynn makin merona, menunjukkan rasa senang dan juga sedikit rasa malu. "Ohh... kita sama..." katanya, suaranya lembut dan penuh dengan emosi. "Aku juga seperti mu, di saat aku masih terpukul dengan kematian Reina, aku langsung melihat mawar kesukaan Reina dan memang, mawar itu menenangkan pikiranku dan menghilangkan sedikit beban ku..." Ia menjelaskan dengan detail, menunjukkan betapa pentingnya bunga mawar baginya, dan juga betapa besarnya kesedihan yang ia rasakan karena kehilangan Reina.
Lynn melihat Mike, menunjukkan rasa sayang dan juga sedikit rasa sedih karena harus berpisah. "Mike... aku akan pulang..." Ia berkata dengan suara yang lembut dan penuh perasaan. Ia mulai berjalan, namun ia menoleh ke belakang, menunjukkan bahwa ia masih ragu untuk berpisah. Ia tersenyum, sebuah senyum yang manis dan penuh arti, menunjukkan rasa terima kasih dan juga sedikit rasa sayang. "Agen M... makasih... aku akan merahasiakan identitasmu... dan sampai berjumpa lagi..." Ia melambaikan tangannya, menunjukkan rasa sayang dan juga sedikit rasa harapan untuk bertemu lagi.
Mike melambaikan tangannya kepada Lynn, menunjukkan rasa sayang dan juga sedikit rasa sedih karena harus berpisah. Ia merasakan sebuah kegembiraan yang mendalam, kegembiraan karena ia telah mendapatkan nomor Lynn, merasakan sentuhan wajah Lynn, menerima bunga mawar dari Lynn, dan memeluk badan ramping Lynn. Ia merasakan sebuah ketertarikan yang begitu kuat terhadap Lynn, sebuah ketertarikan yang tercampur dengan rasa hormat dan kekaguman.
Setelah Lynn menjauh, Mike berbalik, langkah kakinya lebih ringan dan lebih bersemangat. Ia berjalan sambil melompat kecil, menunjukkan kegembiraannya yang begitu besar. Ia merasakan sebuah kebahagiaan yang luar biasa, kebahagiaan karena ia telah bertemu dengan Lynn, wanita yang begitu kuat dan tangguh, dan juga wanita yang telah mengisi hatinya dengan sebuah perasaan yang begitu dalam. Ia tahu bahwa perjalanan ini masih panjang dan penuh dengan tantangan, namun ia siap untuk menghadapi apa pun yang akan terjadi, bersama Lynn dan teman-temannya. Ia merasakan sebuah harapan baru, sebuah harapan untuk membalaskan dendam atas kematian Reina dan untuk melindungi Lynn dan teman-temannya. Ia tahu bahwa ia telah menemukan sebuah tujuan baru, sebuah tujuan yang akan membimbingnya dalam perjalanan hidupnya.