NovelToon NovelToon
Cinta Dan Rahasia

Cinta Dan Rahasia

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Pengantin Pengganti / Percintaan Konglomerat / Pengantin Pengganti Konglomerat / Romansa / Roman-Angst Mafia
Popularitas:5.3k
Nilai: 5
Nama Author: Mapple_Aurora

Menjelang hari pernikahannya, Amara menghilang tanpa jejak. Dengan waktu yang semakin sempit, keluarga calon pengantin pria mendesak agar pernikahan tetap berlangsung demi nama baik. Helena, adik Amara yang diam-diam mencintai tunangan kakaknya, Lucian, dipaksa menjadi pengantin pengganti.

Namun ketika ia menerima peran itu dengan hati yang penuh luka, Helena menemukan jejak kejanggalan: apartemen Amara yang terlalu rapi, koper yang tertinggal, dan waktu yang tidak sinkron dengan hari hilangnya Amara. Semakin ia melangkah ke dalam pernikahan, semakin besar pula misteri yang membayangi keluarga mereka.

Jejak-jejak ganjil tentang hilangnya Amara membuat Helena ragu: apakah ia sedang mengambil tempat seorang pengantin yang kabur, atau menggantikan seseorang yang sudah tak akan pernah kembali?

.

Jika ada kesamaan nama tokoh, dan latar hanyalah fiktif belaka, tidak ada hubungannya dengan kehidupan nyata.

follow ig: @aca_0325

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29

Sabrina menggandeng Helena melewati kerumunan tamu dengan penuh percaya diri, langkahnya anggun seakan ia tahu setiap mata mengikuti geraknya. Mereka berhenti di meja hidangan yang dipenuhi piring porselen dan gelas kristal.

“Kau harus coba canapé ini,” ucap Sabrina sambil mengambilkan sepotong kecil dengan garpu perak. “Dan juga foie gras… itu favoritku.” Ia meletakkan piring kecil ke tangan Helena, senyumnya seakan tulus, seolah ia benar-benar ingin Helena nyaman.

Helena mengangguk, menerima hidangan itu dengan sopan. Tapi pikirannya sibuk, kesempatan seperti ini terlalu berharga untuk dilewatkan. Saat Sabrina sibuk memilihkan gelas sampanye dari pelayan yang lewat, Helena menurunkan suaranya.

“Aku tidak ingin merusak pestamu tapi ada sesuatu yang ingin kutanyakan,” katanya hati-hati, menatap meja agar tidak terlihat mencurigakan. “Tentang… rumor yang akhir-akhir ini beredar.”

“Rumor?” Sabrina menoleh, alisnya sedikit terangkat.

Helena menghela napas pelan, lalu menatap Sabrina, mencoba membaca wajahnya. “Tentang Amara… Ada yang bilang dia… kembali.”

Piring di tangan Sabrina sedikit bergetar sebelum ia cepat-cepat menguasai dirinya lagi. Senyumnya hilang sepersekian detik, diganti ekspresi bingung yang jarang terlihat darinya.

“Apa?” suara Sabrina nyaris berbisik, matanya tajam menatap Helena. “Amara… kembali? Dari siapa kau mendengar itu?”

Helena menahan diri, tidak ingin menyebut nama. “Aku hanya… mendengar dari beberapa orang. Dan kupikir, mungkin kau tahu sesuatu.”

Sabrina terdiam, jelas terguncang. Ia meletakkan piringnya di meja, lalu mendekat sedikit, suaranya diturunkan agar tak ada yang mendengar. “Aku baru dengar ini sekarang, Helena. Jangan main-main dengan hal seperti itu. Kalau benar Amara kembali...”

Helena menelan ludah, merasakan bulu kuduknya meremang. Ia tak tahu apakah keterkejutan Sabrina tulus atau hanya sandiwara lain. Tapi reaksi spontan itu tampak nyata ~ untuk sesaat, Sabrina kehilangan kendali atas topeng sempurnanya.

Sabrina menatap Helena lebih lama, sorot matanya seperti berusaha menembus kulit luar untuk menemukan kebenaran. “Kau harus jujur padaku, Helena. Dari mana sebenarnya kau mendengar itu?”

Helena menggenggam piring kecilnya erat, mencoba menjaga ekspresi wajahnya tetap tenang meski jantungnya berdegup kencang.

“Darren,” jawabnya akhirnya, suara pelan tapi mantap. “Dia yang pertama kali menyebutkannya padaku. Katanya ada rumor yang beredar di kampus… bisik-bisik tentang Amara yang kembali.”

Sabrina mengerjap pelan, seolah nama itu tak asing namun cukup mengejutkan baginya. “Darren…” ia mengulang lirih, seakan menimbang sesuatu di kepalanya.

Helena mencondongkan tubuh sedikit, menurunkan suaranya agar percakapan mereka tenggelam di antara riuh pesta. “Kalau rumor ini sudah sampai ke Darren, bukan tidak mungkin orang lain juga sudah mendengarnya. Dan aku…” ia berhenti sejenak, menarik napas, “aku bahkan sempat berpikir… mungkin Lucian juga sudah tahu.”

Mata Sabrina langsung menajam, ada kilatan yang sulit ditebak ~ antara waspada atau tertarik. Ia mendekat lebih dekat, seolah tak ingin ada satu kata pun terdengar orang lain.

“Lucian?” ulangnya pelan, nyaris seperti gumaman. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis yang tidak sampai ke matanya. “Kalau dia tahu… maka percayalah, kau tidak akan mendengarnya dari mulut orang lain duluan. Dia akan memilih kapan dan bagaimana kau mengetahuinya.”

Helena tercekat, rasa dingin merambat di tengkuknya. Sabrina menatapnya lama, lalu menambahkan, “Pertanyaannya sekarang… apakah dia benar-benar tahu? Atau… apakah dia sengaja tidak memberitahumu?”

Kata-kata itu menusuk lebih dalam dari yang Helena harapkan, membuatnya menunduk sesaat untuk menyembunyikan kegelisahannya.

Helena belum sempat merespons sindiran halus Sabrina ketika suara ceria memecah ketegangan di antara mereka.

“Helena, akhirnya kau datang.”

Seorang pria muda muncul dari kerumunan, posturnya hampir sama tinggi dengan Lucian, mengenakan jas biru tua yang sederhana tapi tampak pas melekat di tubuhnya. Senyumnya hangat, matanya memancarkan kebaikan yang jarang Helena lihat di lingkaran mereka.

Sabrina segera mengubah ekspresinya, senyum tipisnya kembali, kali ini lebih tulus.

“Alfred,” sapanya, “kau datang lebih cepat dari perkiraanku.”

Alfred memang tidak tinggal di rumah besar Kaelith, setiap kali pulang ke kota ini Alfred akan menempati rumah sederhana di komplek yang biasa-biasa saja. Katanya untuk coba-coba hidup sederhana.

Pria itu tertawa ringan. “Tidak baik membuat ibu menunggu, kan?” Lalu ia beralih pada Helena, menatapnya dengan penuh perhatian. “Aku Alfred, adik kedua Lucian. Sepertinya aku belum sempat menyapamu sebelumnya.”

Helena sedikit terkejut, tapi cepat mengangguk sopan. “Ya… senang bertemu lagi denganmu, Alfred.”

Mereka hanya bertemu di resepsi pernikahan, tidak berbicara lebih dari sekedar ucapan selamat saat itu.

Alfred menjabat tangannya dengan hangat, genggamannya kokoh tapi tidak menekan. Ada karisma natural yang memancar darinya, berbeda jauh dengan ketegasan dingin Lucian atau sikap penuh teka-teki Sabrina.

“Aku sering dengar tentangmu,” katanya sambil tersenyum, seakan ingin meredakan kecanggungan Helena. “Dan kupikir, rumor itu benar, kau memang lebih cantik daripada yang mereka ceritakan.”

Helena merasa pipinya memanas, sementara Sabrina berdiri di samping dengan tatapan samar antara geli melihat Alfred yang begitu hangat, atau jengkel karena kehadirannya memotong percakapan penting barusan.

Alfred masih menggenggam tangan Helena dengan ramah ketika Sabrina menoleh ke arah pintu masuk. Senyum tipisnya kembali terukir, kali ini lebih sosial daripada pribadi.

“Kelihatannya teman-temanku baru saja tiba,” katanya dengan nada ringan, meski sorot matanya pada Helena sempat menajam seolah mengingatkan bahwa percakapan mereka sebelumnya belum benar-benar selesai. “Aku pamit dulu, Helena. Senang bisa berbicara denganmu.”

Helena hanya mengangguk, menyembunyikan rasa lega sekaligus kecewa karena obrolan mereka terputus begitu cepat.

Sabrina melangkah pergi dengan anggun, gaunnya menyapu lantai marmer, lalu menyatu kembali dengan kerumunan tamu. Helena sempat menoleh, melihatnya langsung berbaur dengan sekelompok wanita muda yang baru datang, tertawa seakan tidak pernah ada ketegangan di antara mereka barusan.

Alfred menunggu sampai Sabrina benar-benar pergi sebelum ia kembali menatap Helena. Senyum hangatnya membuat suasana jadi lebih ringan. “Dia memang selalu sibuk kalau ada pesta seperti ini,” ucapnya santai. “Jangan tersinggung kalau dia tiba-tiba meninggalkanmu.”

Helena mengembuskan napas pelan, lalu tersenyum kecil. “Tidak masalah.”

Alfred mengangguk, lalu menawarkan lengannya dengan cara yang begitu alami. “Kalau begitu, maukah kau menemaniku sebentar? Aku bisa memperkenalkanmu pada beberapa orang… atau kalau kau bosan dengan formalitas, kita bisa sekadar berjalan-jalan di sekitar ruangan. Pilihan ada padamu.”

Helena menatap lengan yang terulur itu, sedikit ragu. Tapi tatapan Alfred tidak menuntut, hanya mengundang. Berbeda jauh dengan cara Lucian yang selalu mendominasi, Alfred terasa seperti sebuah jeda napas.

...***...

...Like, komen dan vote....

...💙💙💙...

1
kalea rizuky
skip males cwk nya oon
kalea rizuky
males bgt muter aja ne cerita
kalea rizuky
Helena ngapain ngemis ngemis pergi jauh aja bodohh bgt benci MC lemah
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
nonoyy
siapa yaa laki2 itu? smg sgr terungkap yaa misteri soal amara
nonoyy
kamu tau harapan mu ttg lucian sangat menyakitkan, tapi kenapa kamu masi saja berharap lucian akan menoleh ke kamu helena, berhentilah karena itu semua menurut mu tidak mungkin..
nonoyy
masih misteri dan teka teki.. dibuat gemusshh dgn ceritanya
Nda
luar biasa
Lunaire astrum
lanjut kak
Nyx
Jangan-jangan hilangnya Amara ada hubungannya dengan Rafael😌
olyv
nexttt thorrr
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!