NovelToon NovelToon
Kutu Buku Mendapatkan Sistem

Kutu Buku Mendapatkan Sistem

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO / Sistem
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: jenos

Kehidupan Jansen, seorang pemuda biasa, berubah secara drastis ketika ia secara tak terduga mendapatkan sesuatu yang misterius bernama "System". Sistem ini memberinya kekuatan untuk mengubah takdir hidupnya dan membawanya ke jalan kesuksesan dan kebahagiaan.

Dengan bantuan sistem ini, Jansen berusaha untuk meraih impian dan cinta sejatinya, sambil menghadapi berbagai rintangan yang menguji keteguhan hatinya.

Akankah Jansen mampu mengatasi tantangan-tantangan ini dan mencapai kehidupan yang ia inginkan, ataukah ia akan terjebak dalam keputusasaan karena kekuatan baru yang ia miliki?

Jansen mendapatkan beberapa kemampuan dari sistem tersebut, seperti kemampuan bertarung, peningkatan kecepatan dan kekuatan, serta kemampuan untuk mempelajari teknik baru lebih cepat. Sistem tersebut juga memberikan Hansen akses ke pengetahuan yang luas tentang dunia, sejarah, dan berbagai aspek kehidupan, yang membantu Jansen dalam menghadapi berbagai tantangan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jenos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 15

Sementara itu, Jansen berjalan pulang seorang diri, terbenam dalam kesal yang mendalam. Hatinya terus berdegup pedih akibat kejadian di parkiran. Tiba-tiba, dua motor melaju kencang menghampirinya. Jansen memperhatikan kedua motor itu dengan ekspresi terkejut dan waspada. Matanya berusaha menyipit untuk mengenali sosok yang mengendarai motor tersebut.

Motor-motor itu semakin mendekat, dan Jansen pun menegang, bersiap menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi. Jalan menuju rumah Jansen memang minim penerangan, sehingga cahaya yang dihasilkan lampu motor terasa sangat menyilaukan di kegelapan malam.

Di tengah malam yang pekat, dua motor CRF melaju dengan kecepatan tinggi, menghantam angin sambil mengeluarkan suara mesin yang menggelegar. Jalanan yang sepi dan gelap semakin menambah kesan mencekam dari situasi tersebut.

Jansen, yang berdiri di pinggir jalan, menatap kedua motor yang semakin mendekat dengan tatapan tajam. Namun, tidak ada rasa takut atau kegentaran yang terlintas dalam hatinya. Ia percaya sepenuhnya pada kemampuan dirinya dalam menghadapi situasi yang berbahaya ini.

Di atas salah satu motor, Andika menoleh sebentar pada temannya yang berkendara di sebelahnya. Dengan gerakan cepat, ia memberikan isyarat yang telah mereka sepakati sebelumnya. Mereka berencana untuk menabrak mati Jansen sebelum ia sempat melapor tentang kejahatan yang mereka lakukan.

Jansen berdiri tegak di pinggir jalan sambil menyingsingkan pakaiannya. Dari kejauhan, ia melihat sepasang pengendara motor yang melaju dengan kecepatan 100 km per jam. Jansen bisa melihat bahwa kedua pengendara motor tersebut memegang tongkat bisbol yang

siap digunakan untuk menyerangnya.

Dengan keberanian yang luar biasa, Jansen menunggu hingga jarak antara dirinya dan pengendara motor cukup dekat. Begitu saatnya tiba, Jansen melompat dengan kuat dan berputar di udara, melampaui tinggi kepala dua pengendara motor itu. Dua tongkat bisbol yang diayunkan ke arahnya terlewat begitu saja, tak mampu menyentuh tubuhnya.

Selama melompat, Jansen menendang keras ke arah punggung kedua pemotor tersebut.

Tendangan itu tepat sasaran dan menghantam mereka dengan keras.

Brak! Suara benturan terdengar nyaring, membuat kedua pemotor itu terjatuh dari kendaraan mereka. Jansen berhasil menghindari serangan mereka dan menegaskan bahwa ia bukanlah sasaran yang

Mudah untuk ditaklukkan.

Jansen mendarat dengan indah dari lompatan tingginya, kaki kirinya menjejak tanah dengan sempurna, sedangkan kaki kanannya bersiap untuk melancarkan serangan. Ia tidak melakukan kesalahan sedikit pun, cepat-cepat mengarahkan pandangannya ke salah satu penyerang yang berguling di tanah.

Segera, Jansen mengayunkan kaki kanannya dengan kuat, menghantam penyerang yang masih tergopoh-gopoh mencoba bangkit. Tepat di saat itu, Jansen melihat tongkat bisbol tergeletak di dekatnya.

Krak!

Tangan penyerang yang hendak meraih tongkat bisbol itu diinjak keras oleh Jansen, membuat penyerang itu menjerit pilu. Suara jeritan itu seolah menusuk telinga, namun Jansen tidak terpengaruh. Ia fokus menghadapi situasi yang tengah berlangsung.

Sementara itu, Andika yang menyaksikan

Semua aksi itu langsung berlari kencang, meninggalkan lokasi dengan nafas terengah-engah. Ia tak ingin terlibat dalam situasi berbahaya itu. Jansen melihat Andika pergi, matanya menyiratkan kekecewaan.

Dengan langkah mantap, Jansen mengambil tongkat bisbol yang tergeletak di tanah. Sambil menggenggam erat tongkat itu, ia berkata dengan nada dingin, "Datang tanpa diundang, dan pulang sesuka hati."

Matanya fokus pada sasaran, tubuhnya bergerak ke belakang, lalu dengan gerakan cepat dan kuat, tongkat itu meluncur bagai roket.

Swoosh!

Bam!

Tongkat bisbol menghantam punggung Andika dengan keras, suara retakan tulang terdengar jelas. Andika terjatuh, tersungkur untuk yang kedua kalinya, meringis kesakitan. Wajahnya penuh rasa sakit dan ketakutan. Dalam posisi yang lemah, ia berbalik badan

Dan menatap Jansen yang berdiri tegak di hadapannya, dengan tatapan yang seolah menghina dan mengecilkan dirinya.

"Jansen, maafkan aku!" ujar Andika dengan nada memohon, menyesal, dan ketakutan. Ia melepaskan helm yang ada di kepalanya, dan menggenggamnya erat di tangannya, matanya masih menatap Jansen, berharap ada belas kasihan yang muncul dari wajah pria itu. Namun, Jansen hanya menatapnya dengan dingin, tanpa ada tanda-tanda akan mengampuni kesalahan Andika.

Jansen berdiri tegak di depan Andika dengan tatapan tajam. "Sekali sebelumnya kamu membuatku hampir mati, tapi apakah aku datang padamu untuk membalasnya? Tidak bukan? Lantas mengapa kamu masih mendatangi dengan niat ingin memukuli? Apakah aku tidak bisa membalas?" tanya Jansen dengan nada tinggi.

Andika tercekat, wajahnya tampak merah padam. "Dony yang memintaku melakukan ini. Sejak awal, dia yang tidak suka kamu mendekati Lorenza. Jadi, dia merencanakan

Hal ini. Aku hanya menjalankan apa yang ia minta!" ucap Andika sambil menunduk, enggan menatap mata Jansen.

Jansen mengangkat alisnya, lalu melangkah mendekati Andika. "Jadi jika dia meminta kamu makan kotoran, apakah kamu juga melakukannya?" geram Jansen sambil menatap tajam mata Andika yang semakin cemas.

Andika terdiam, ia sadar bahwa perbuatannya salah. Namun, rasa takut pada Dony membuatnya tak berani menentang. Andika merasa terpojok, tak tahu harus berkata apa lagi untuk membela diri.

Wajah Jansen terlihat semakin marah, namun ia menahan amarahnya agar tidak meledak. Ia ingin Andika menyadari kesalahannya dan bertanggung jawab atas perbuatannya.

Andika duduk termenung diaspal, kebingungan merajai pikirannya saat mencari jalan keluar dan kata-kata yang baik untuk menyampaikan penyesalan dan permintaan

Maafnya kepada Jansen. Namun, sebelum Andika sempat mengucapkan sepatah kata pun, kaki Jansen mendekat dengan aura amarah yang terpancar jelas. Andika menelan ludah, merasa semakin cemas.

Tiba-tiba, kaki Jansen yang terangkat menginjak kaki Andika dengan keras.

Akh!

Andika berteriak kesakitan, suaranya menggema di gelapnya malam. Rasa sakit yang menusuk membuat Andika mengejapkan matanya berkali-kali, berusaha menahan air mata.

"Ini adalah pelajaran untukmu dan kesempatan terakhir," ucap Jansen dengan nada dingin dan penuh ancaman, wajahnya tampak garang. "Jika suatu hari aku mendapatimu ingin mencelakaiku lagi, ingatlah, aku tidak akan segan membunuhmu!"

Andika merasa takut dan bergegas menjawab, "Aku, aku tidak akan

Mengganggumu lagi! Terima kasih!" Ucap Andika dengan terbata, menggigit bibir bawahnya untuk menahan rasa sakit yang mendera kakinya yang bengkok. Hatinya berkecamuk, menyesali segala kesalahannya.

Andika terkejut melihat kekuatan Kutu Buku yang baru saja bangkit dari keterpurukan. Ia merasa heran bagaimana seseorang yang hampir mati bisa berubah menjadi begitu kuat. Namun, Andika memilih untuk tidak mengungkapkan keheranannya dan diam saat melihat Jansen pergi meninggalkannya.

Di rumah kontrakannya, Jansen melemparkan tubuhnya yang lelah ke tempat tidur. Ia menatap langit-langit sambil merenungi apa yang baru saja terjadi. "Apakah aku harus pindah rumah agar tidak diganggu oleh mereka?" gumamnya dalam hati, merasa sangat terganggu oleh perilaku Dony dan juga rekan-rekannya.

Keesokan paginya, matahari menyingsing seperti biasa, mengusir kegelapan yang menutupi bumi. Tiba-tiba, sebuah suara terdengar di telinga Jansen.

1
Pakde
lanjut thor
Pakde
up
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!