NovelToon NovelToon
DENDAM GUNDIK

DENDAM GUNDIK

Status: tamat
Genre:Misteri / Balas Dendam / Horror Thriller-Horror / Kumpulan Cerita Horror / Dendam Kesumat / Balas dendam pengganti / Tamat
Popularitas:221.8k
Nilai: 5
Nama Author: Dae_Hwa

“ARRRGGGHHH! PANAAS! SAAKIIITT!”

Sekar Arum tak pernah membayangkan, setelah dipaksa menjadi gundik demi melunasi hutang orang tuanya, ia justru mengalami siksaan mengerikan dari para perempuan yang iri dan haus kuasa.

Namun, di saat dirinya berada di ambang hidup dan mati, sosok gaib mendekatinya. Roh sinden dari masa lalu yang menyimpan dendam serupa.

Arum akhirnya kembali dan menggemparkan semua orang-orang yang pernah menyakitinya. Ia kembali dengan membawa semua dendam untuk dibalas hingga tuntas.

Namun, mampukah Sekar Arum menumbangkan musuhnya yang memiliki kuasa?

Atau justru ia akan kembali terjerat dalam luka dan nestapa yang lebih dalam dari sebelumnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dae_Hwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

DG 15

“JURAGAAAAN! TOLOOOONG!”

Suara jeritan Arum menggema sampai ke ruang tengah, setelah ia mencelupkan jemarinya sendiri ke air mendidih. Tak butuh waktu lama, langkah berat dan tergesa mengguncang lantai kayu rumah besar. Juragan Karta muncul di ambang pintu dapur, napasnya memburu, wajahnya pucat dan berkeringat.

Matanya membelalak saat melihat Arum terduduk di lantai, tubuhnya menggigil, tangan kanannya kemerahan seperti terbakar, masih meneteskan air panas.

“A-Arum?! Astaga, kenapa ini?! SIAPA YANG MELAKUKAN INI?!”

Arum mendongak perlahan. Rambutnya berantakan, air mata sudah membasahi pipi. Tubuhnya gemetar. Ia menggigit bibir bawahnya, seperti berusaha keras menahan tangis, lalu merangkak sedikit, bersimpuh di hadapan Juragan Karta.

“T-tolong saya, Juragan ...,” suaranya lirih dan sedih. “Mereka ... mereka bilang saya ini perempuan murahan yang ingin merebut segalanya dari Nyai. Mereka mengatai saya pembawa sial, lalu—dengan teganya mereka menjambak, serta menampar saya ....”

Juragan membelalak, matanya menatap buas ke arah para perempuan di dapur yang berdiri kaku seperti arca. Amarahnya mendidih.

“Kemudian, salah satu dari mereka memasukkan tangan ini ke air mendidih. Sakit, Juragan,” Arum terisak.

Mendengar hal itu, habis sudah kesabaran Juragan Karta.

“SIAPA YANG MELUKAI ARUM?!” suaranya meledak seperti dentuman petir.

Tak ada satupun gundik yang menjawab, mereka semua menunduk ketakutan.

“TIDAK ADA YANG MAU MENGAKU?!” Suara Juragan Karta semakin meninggi.

Arum menoleh perlahan, air mata masih mengalir deras. Ia menunjuk lurus dengan jari gemetar—langsung ke arah Atun.

“Perempuan yang itu, Juragan. Saya tak tau siapa namanya ... tapi dialah—yang meletakkan tangan saya ke wajan berisi air mendidih ....”

Atun langsung panik. “I-Itu bohong! Dia yang menyelupkan sendiri tangannya! Juragan, saya tidak—”

PLAK!

Tamparan Juragan mendarat di pipi Atun begitu cepat—begitu kuat. Sampai-sampai, tubuh pemilik kulit kendur itu kembali terjerembab.

“Kau pikir aku tolol, hah?! Berani sekali kau memberi hukuman pada orang lain saat masih sama-sama meringkuk di bawah atapku?!”

Atun mengusap pipinya yang panas. Air matanya menetes deras. “Juragan, saya bersumpah, saya tidak—”

“Saya takut, Juragan. Saya sungguh takut ....” Arum buru-buru memeluk lengan Juragan, tubuhnya masih berpura-pura gemetar.

Juragan Karta merengkuh lembut pinggang ramping Arum, bibirnya mengecup pelan kening sang gundik istimewa.

Suara lembut Juragan Karta pun berkata, “Tenang, Manisku. Aku akan melindungi mu, sampai titik darah penghabisan.”

“PREEET!” Tentu kalimat itu hanya terucap di dalam hati Arum saja. Di luar, ia memasang wajah dengan penuh tangis haru. “Terimakasih, Juragan. Entah bagaimana nasib saya jika tidak ada Jura—eh—Kang Mas Karta di dunia ini.”

“Uluh, uluh, kemayune. Aku jadi makin sayang sama kamu, Rum.” Juragan mengelus bokong Arum, lalu meremasnya kuat. Arum berpura-pura melenguh nikmat.

Kemudian, Juragan kembali menatap Atun yang masih gemetar.

Juragan Karta kembali menggeram. “Lempar perempuan ini keluar! Seret dia ke luar gerbang! Dan jangan pernah biarkan dia kembali, meskipun hanya untuk meminta air minum!”

Dua pelayan laki-laki segera masuk, menggenggam lengan Atun dan mulai menyeretnya ke luar. Atun meraung, berteriak, meronta seperti orang kesurupan.

Pima hanya menunduk. Wajahnya pucat, tak mampu bersuara.

Sementara itu, Arum menyembunyikan wajahnya di dada Juragan sambil sesekali tersedu-sedu. Tapi, di balik pelukannya yang tampak rapuh, seulas senyum nyaris tak terlihat muncul di ujung bibirnya.

“Arum, sudah ... tenang. Lebih baik, kamu segera diobati. Semua kekacauan ini, akan aku urus. Akan aku hukum dua gundik lainnya yang ikut serta!” geramnya sambil menatap Pima dan Sri yang masih terdiam membeku.

Namun, suara lirih Arum memotong ketegangan di ruangan itu.

“Juragan, maaf jika saya lancang. Demi mengembalikan harga diri ini, apa boleh jika saya saja yang menentukan hukumannya ...?”

Juragan menoleh. Alisnya bertaut, tetapi sorot matanya melembut. “Tresnaku ... lebih baik kamu diobati dulu, sebelum lukanya membekas.”

Arum mengangguk cepat, menyetujui.

“Tapi, biarkan saya yang membalas mereka—dengan cara saya sendiri, Juragan. Hmm?” lanjut Arum, suaranya gemetar namun matanya menyimpan bara yang tak terlihat oleh siapa pun selain dirinya sendiri.

Sejenak Juragan terdiam, menatap wajah Arum yang terlihat begitu sedih dan memelas. Lalu, Juragan mengangguk setuju.

“Baik. Kau yang menentukan.” Katanya akhirnya, lalu menoleh ke arah sang ajudan. “WAGIMAN!”

Seorang pria baya berperawakan tegap, mengenakan baju lurik dan ikat kepala, segera masuk ke dapur.

“Saya, Juragan!”

“Hari ini, kau ku utus untuk membantu Arum. Apa pun yang ia butuhkan untuk menghukum perempuan-perempuan durhaka itu, kau yang sediakan. Jangan banyak tanya, cukup patuhi saja.”

Wagiman mengangguk patuh. “Siap, Juragan.”

Juragan menatap Pima dan Sri secara bergantian. Tujuh gundik lain yang baru datang, terpaku di ambang pintu—wajah murka Juragan membuat mereka gemetar.

“Mulai hari ini, siapapun yang berani mengusik Arum—akan langsung berurusan denganku!”

.

.

“Arum, ampun, Arum. Tolong, jangan sakiti kami. Ampuuuun.”

*

*

*

1
Rati Nafi
love it ❤❤❤❤❤❤❤❤❤
Rita Juwita
seruu thor.. /Good//Good/
mahira
terima kasih atas ceritanya kk sangat menarik
🍀 chichi illa 🍒
salam sayang kakak❤️
Siti Zubaedah
keren karya....semangat berkaya lagi ...😍😍😍😍😍
Yusee Justicia
ceritanya ternyata bagus, rangkaian kata pun enak buat dibaca
🍀 chichi illa 🍒
luar biasaaa
arniya
luar biasa kak
Fathi aqso yanti
ceritanya bagus
🍀 chichi illa 🍒
alamak habis liat fto nya malah geli aku dia bilang Tresnaku 🤣
Saprida Nurianda
sesama psikopat njir🤣🤣
Elsa Devika
keren mbah darsih👍👍
lebih keren lgi author nya yg bikin alur cerita💗👍
Elsa Devika
tebas aja jun, tebas aja pala otong nya itu🫣🤣🤣
🍀 chichi illa 🍒
mantap 🔥
Endang Sulistia
bagus...
Endang Sulistia
maunya manggil kang mas ya pak haji ...
Elsa Devika
aki ini aja yg dibawa sma iblis jahannam pliss🤭
Endang Sulistia
tusuk kondenya kayak udah di pake si Arum deh....
Endang Sulistia
Jun...Jun...
Liani purnafasary.
100 rupiah 🤣🤣aq kira 100jt to, oh yaa jaman dulu sangat berarti uang sgitu.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!