Setelah Mahesa Sura menemukan bahwa ia adalah putra seorang bangsawan yang seharusnya menjadi seorang raja, ia pun menyusun sebuah rencana untuk mengambil kembali hak yang seharusnya menjadi milik nya.
Darah biru yang mengalir dalam tubuhnya menjadi modal awal bagi nya untuk membangun kekuatan dari rakyat. Intrik-intrik istana kini mewarnai hari hari Mahesa Sura yang harus berjuang melawan kekuasaan orang yang seharusnya tidak duduk di singgasana kerajaan.
Akankah perjuangan Mahesa Sura ini akan berhasil? Bagaimana kisah asmara nya dengan Cempakawangi, Dewi Jinggawati ataupun Putri Bhre Lodaya selanjutnya? Temukan jawabannya di Titisan Darah Biru 2 : Singgasana Berdarah hanya di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ebez, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Matahari Kembar di Kertabhumi
"Ehhh itu aku.... ", Mahesa Sudah terlihat ragu-ragu untuk meneruskan omongan.
" Seorang raja yang di pegang adanya kata kata nya. Ada pepatah mengatakan sabda pandita raja ratu, tan kena wola-wali. Artinya sebagai wakil dewa di dunia, raja tidak boleh merubah apa yang pernah dijanjikan nya.
Sekarang bagaimana tanggapan mu, Raden Dyah Danurwenda? ", desak Lembu Peteng yang membuat semua orang menatap wajah Si Iblis Wulung.
Hmmmmmmmmmmmm...
" Aku tak akan pernah ingkar janji, Dewa Pedang..
Niat awal ku sebenarnya adalah agar para pengikut ku terlebih dahulu dibagikan tugas agar tidak tumpang tindih satu dengan lainnya sebelum membahas apa yang pernah ku janjikan. Tetapi karena kau ingin lebih dulu membahas urusan pernikahan, aku tak akan mempermasalahkannya. Resi Agastya, carikan hari baik untuk aku menikah secepatnya...", Mahesa Sura mengalihkan pandangannya pada Resi Agastya yang duduk di sisi kanannya.
Pertapa tua itu tersenyum tipis lalu dengan cepat menghitung sesuatu dengan jari jemari tangannya. Sesaat kemudian ia kembali tersenyum bahagia.
"Tiga hari kedepan, pada hari Hanggara Umanis wuku Prangbakat tepat pada tengah hari adalah saat paling bagus untuk mu menikah, Raden..
Jika menikah pada saat itu, kau akan diberkahi keturunan yang baik dan keluarga yang rukun serta bahagia", ucap Resi Agastya segera.
"Baiklah, aku ikuti petunjuk mu Resi...
Dewa Pedang, tiga hari lagi aku akan menikahi Cempakawangi, Jinggawati dan Larasati bersama-sama. Aku minta kau menjadi wakil pihak perempuan bersama dengan Paman Sempani. Apa itu sudah cukup membuat mu lega? ", Mahesa Sura menoleh ke arah Lembu Peteng.
" Hahahaha, itu baru benar...
Aku bersedia untuk menjadi wakil pihak perempuan. Jangan khawatir aku akan memberikan hadiah pernikahan yang pasti tidak akan kau lupakan seumur hidup mu, Raden ", sahut Lembu Peteng sambil tersenyum penuh arti.
" Selanjutnya, aku ingin menyusun tata pemerintahan walaupun aku masih belum duduk di singgasana Kertabumi. Ini juga taktik ku agar Maharaja Majapahit bisa sedikit memberi perhatian pada masalah di Kertabhumi.
Aku mengangkat Paman Rakai Pamutuh sebagai patih ku. Urusan pemerintahan dia akan bertanggung jawab kepada ku.. ", titah Mahesa Sura sembari mengangkat tangannya ke arah Rakai Pamutuh.
Lelaki tua itu pun segera berdiri sambil menghormat pada Mahesa Sura.
" Tanggung jawab ini akan hamba laksanakan sebaik-baiknya, Raden.. "
"Terimakasih Paman..
Selanjutnya urusan keprajuritan, aku menunjuk Candramawa sebagai Senopati. Jayeng dan Rakai Sambu sebagai Tumenggung. Ki Menjangan Rajegwesi dan Tunggak sebagai Demung", lanjut Mahesa Sura kemudian.
" Sendiko dawuh Raden.. ", ucap yang ditunjuk menjadi pejabat bersamaan.
" Sedangkan penasehat yang akan mendampingi ku adalah Resi Agastya dan Nyai Landhep..
Untuk Dewa Pedang ehh... ", Mahesa Sura mengalihkan perhatiannya pada Lembu Peteng.
" Ah aku tidak mau jabatan apapun, Raden...
Aku lebih suka bebas tanpa embel-embel pangkat yang mengharuskan ku sibuk setiap hari. Tapi walaupun begitu, kapan pun kau membutuhkan ku maka aku pasti akan siap sedia untuk membantu mu ", tegas Dewa Pedang segera.
" Baiklah, aku tak akan memaksa mu Dewa Pedang..
Kalau Paman Sempani bagaimana? ", tanya Mahesa Sura yang membuat Dewa Pedang Lembu Peteng langsung berkata, " Itu terserah pada nya.. "
"Saya sudah merawat Cempakawangi sejak kecil, Raden. Dia sudah seperti putri kandung ku sendiri. Jika diijinkan saya ingin tetap berada di sekitar istana untuk melindungi nya", ucap Sempani sembari menghormat.
" Kalau begitu, Paman Sempani aku angkat menjadi pimpinan pasukan pengawal pribadi istana dengan pangkat Bekel ", lanjut Mahesa Sura yang membuat Sempani sumringah seketika.
" Terimakasih banyak Raden.. ", balas Sempani sambil menghormat.
" Raden, tadi sudah berkata bahwa ingin membuat Maharaja Dyah Hayam Wuruk memberi perhatian pada Kertabhumi, bukan?
Bagaimana jika kami mengangkat Raden sebagai Adipati Kertabhumi dengan gelar serupa yang dimiliki oleh Dyah Sindupati? Bukankah ini akan menjadi matahari kembar di Kertabhumi yang tentu saja akan membuat Maharaja Dyah Hayam Wuruk langsung turun tangan?", usul Rakryan Jayapangus Akuwu Berbek sembari menghormat pada Mahesa Sura.
"Matahari kembar? Apa maksud nya semua ini? ", Mahesa Sura mengernyit keheranan.
" Hamba tahu apa yang diinginkan oleh Akuwu Berbek itu, Raden..
Satu gunung hanya boleh ada satu harimau. Satu padang rumput hanya boleh ada satu singa dan satu bumi hanya bisa ditempati oleh satu matahari. Jika muncul matahari tandingan bukankah ini akan menciptakan kekacauan besar di tubuh Negeri Majapahit, Raden? Dyah Hayam Wuruk pasti tidak ingin ada kekisruhan dalam wilayah nya dan pasti akan mengirimkan orang untuk menyelidiki apa yang sebenarnya sedang terjadi ", petuah Resi Agastya yang membuat Mahesa Sura mengangguk mengerti.
" Apalagi dengan dukungan kami bertiga, itu sama dengan Raden sudah menguasai separuh wilayah Kertabhumi. Jika Raden menahbiskan diri sebagai penguasa, maka itu sudah semestinya ", kali ini Akuwu Kebo Landoh dari Pakuwon Sekar Pudak menimpali.
"Benar apa yang dikatakan oleh Akuwu Kebo Landoh, Raden..
Kami dari Karang Padang sepenuhnya mendukung Raden Dyah Danurwenda untuk menjadi penguasa karena kami tidak mau negeri ini diperintah oleh orang yang menggunakan segala cara untuk berkuasa seperti Dyah Sindupati ", tutur Pritanjala, putra Akuwu Karang Padang yang datang mewakili ayahnya yang sedang sakit.
Mahesa Sura menatap seluruh hadirin yang hadir di pendopo Istana Wilangan dan semuanya menganggukkan kepalanya sebagai tanda persetujuan. Bahkan Cempakawangi, Dewi Jinggawati dan Rara Larasati yang sedari tadi tak bersuara sedikitpun juga turut menganggukkan kepalanya.
"Baiklah, karena semuanya sudah sepakat maka tak ada lagi alasan untuk ku menolaknya.
Dengan ini aku nyatakan bahwa mulai hari ini aku adalah Adipati Kertabhumi ing Wilangan dengan gelar Bhre Kertabhumi Dyah Danurwenda..! "
Gumuruh dan sorak sorai seketika memadati Pendopo Istana Wilangan. Mereka penuh suka cita menyambut hadirnya penguasa baru yang benar-benar merupakan keturunan Bhre Kertabhumi Dyah Suryawisesa, bukan cuma menantu yang merebut kekuasaan dengan cepat licik dan keji seperti Dyah Sindupati.
Setelah penahbisan diri Mahesa Sura, kini Kota Wilangan bersiap untuk menyambut hadirnya permaisuri raja baru mereka. Seluruh penduduk kota Wilangan bersiap dengan turut mendirikan penjor dan obor di setiap sudut kota sebagai tanda turut bersuka cita. Sudut sudut Istana Wilangan di hias dengan aneka ragam hiasan janur kuning yang indah.
Sementara itu, beberapa orang prajurit Kertabhumi yang berhasil melarikan diri setelah kalah perang akhirnya tiba di Kota Anjuk Ladang. Di pimpin oleh Juru Tantriboya, mereka langsung menuju ke arah Pendopo Agung Istana Kertabhumi guna melaporkan apa yang baru saja mereka alami.
Dyah Sindupati sedang asyik bercengkerama dengan selir-selir nya kala Juru Tantriboya dan empat orang prajurit Kertabhumi datang menghadap. Tentu saja ini membuat Dyah Sindupati tidak senang karena merasa terganggu.
"Kenapa kalian menghadap tanpa dipanggil hah?! ", bentak Dyah Sindupati segera.
" Mohon ampun beribu ampun, Gusti Bhre..
Hamba Juru Tantriboya, salah satu pengikut Gusti Senopati Kebo Bang yang ditugaskan untuk menumpas para pemberontak Wilangan. Tetapi Gusti Senopati Kebo Bang gagal dalam pekerjaan nya dan pasukan pemberontak berhasil menghancurkan seluruh pasukan kita ", lapor Juru Tantriboya sambil menghormat.
"APA KATAMU...??!!! "
.
Bhre Kertabhumi Dyah Sindupati terlonjak berdiri dari tempat duduk nya saking kagetnya. Berita yang baru saja disampaikan oleh Juru Tantriboya baru saja benar-benar diluar pemikirannya.
"B-bagaimana mungkin itu bisa terjadi?!
Brengsek, benar-benar brengsek!! Penjaga, panggil Werdhamantri Gajah Mungkur dan Patih Lembu Wungu kemari! Cepatlah..! ", titah Bhre Kertabhumi Dyah Sindupati segera.
Dua prajurit penjaga yang bertugas, langsung menghormat pada Dyah Sindupati sebelum bergegas melakukan tugas yang baru saja mereka terima.
Tak butuh waktu lama, dua prajurit penjaga itu kembali. Kali ini mereka datang bersama dengan Patih Lembu Wungu dan Werdhamantri Gajah Mungkur. Keduanya langsung menghormat pada sang penguasa Kerajaan Kertabhumi itu meskipun yang mereka hormati sedang mondar-mandir di depan singgasananya.
"Kalian tahu apa yang membuat ku memanggil kalian kesini? "
Mendengar pertanyaan aneh Bhre Kertabhumi Dyah Sindupati itu, keduanya menggelengkan kepalanya bersamaan.
"Mohon ampun Gusti Bhre..
Kami sungguh tak tahu menahu apa yang membuat Gusti Bhre memanggil kami seperti ini. Mohon dijelaskan.. ", tanya Patih Lembu Wungu sambil menghormat.
" Pasukan kita dikalahkan oleh Mahesa Sura. Bagaimana bisa itu terjadi hah?! Bukankah kalian begitu yakin bahwa pasukan kita akan menang dengan mudah melawan para pemberontak itu? Kenapa bisa kalah dengan cara memalukan seperti ini hah?! Jawab..!!! ", teriak Bhre Dyah Sindupati meluapkan kekesalannya.
Patih Lembu Wungu dan Werdhamantri Gajah Mungkur terkejut dengan apa yang baru saja diucapkan oleh penguasa Kerajaan Kertabhumi ini.
" Itu mustahil, Gusti Bhre. Pasukan yang dikirim ke Wilangan adalah pasukan pilihan yang biasanya kita gunakan untuk membasmi para perampok. Bagaimana mungkin mereka dikalahkan oleh para pemberontak itu? ", Werdhamantri Gajah Mungkur setengah tak percaya mendengar omongan rajanya.
" Huhh!! Kepercayaan diri mu terlalu tinggi, Paman Werdhamantri..
Tantriboya, cepat ceritakan semuanya! "
Mendengar perintah dari Bhre Dyah Sindupati, Juru Tantriboya langsung menceritakan semua hal yang ia lihat dan ketahui selama perang melawan para pemberontak berlangsung. Hal ini langsung membuat Werdhamantri Gajah Mungkur manggut manggut mengerti penyebab utama kekalahan pasukan mereka.
"Jadi Dewa Pedang Lembu Peteng membantu pemberontak Mahesa Sura itu? ", tanya Werdhamantri Gajah Mungkur menegaskan.
" Benar sekali Gusti Werdhamantri. Hamba dengar bahwa putri Dewa Pedang diperistri oleh Mahesa Sura", jawab Juru Tantriboya segera.
Hemmmmmmmm..
"Pantas saja pasukan Kertabhumi bisa kalah dari mereka. Kalau Dewa Pedang menjadi pelindung Mahesa Sura, kita akan sulit untuk membunuh nya.
Kalau kita ingin memadamkan pemberontakan ini, kuncinya cuma ada di Mahesa Sura saja. Aku sudah memikirkan sebuah cara untuk menghadapi nya", Werdhamantri Gajah Mungkur tersenyum licik.
Wajah Bhre Dyah Sindupati yang semula kelam karena marah bercampur kesal, langsung sumringah mendengar apa yang dikatakan oleh Werdhamantri Gajah Mungkur. Dia pun segera bertanya,
"Apa itu Paman Werdhamantri? "
sepertinya trah Mahesa sura ini yg kemudian melahirkan raja2 Islam di kemudian hari yah kang ebez
up terus kang ebeezz..