"5 milliar untuk rahimmu! Lahirkan seorang pewaris untukku! Setelah dia lahir, kau boleh pergi!"
Nayla bingung untuk mengambil keputusan secepat itu. Tetapi dia sangat membutuhkan uang untuk biaya operasi Ayahnya yang mengalami kecelakaan lalu lintas beberapa waktu lalu.
"Jika sampai satu tahun, aku tidak kunjung melahirkan. Apa kompensasinya?"
"Kau harus tetap mengembalikan uangku dengan menjadi budak wanitaku!"
Bagaimana reaksi Nayla? Akan kah dia tetap melanjutkan syarat pernikahan kontrak dengan CEO di tempat dia bekerja? Bagaimana nasib Keluarga Nayla Suherman selanjutnya? Akan kah tumbuh benih-benih cinta di dalam nya. Yuk kepoin cerita Nayla dan Mahendra Wijaya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Najwa Camelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berpoligami
Selamat membaca..
🍒
🍒
🍒
Sementara di lain tempat.
Seorang artis cantik di sebuah kamar apartemen mewah, telah berhasil membuat tragedi bak kapal pecah yang telah menabrak karang. Hancur berkeping-keping, itulah keadaan dalam kamar hunian yang berantakan tak beraturan.
Wanita itu mengamuk, berteriak histeris di dalam kamar yang kedap suara. Bercampur tangisan yang miris juga tawa. Bagaikan peran yang sedang dia mainkan dalam sebuah film. Sangat apik dalam ekspresi wajah yang tak terbaca sambil mengepalkan tangannya kencang dan di angkat ke arah wajah seseorang yang terpampang dalam potret yang menempel di dinding. Senyum yang aneh, yang terbit di sudut bibir wanita itu. Senyuman yang tak bisa dijelaskan oleh kata.
"Aaaaaarrrrggghh! Sialan kau wanita tak tau diri!" seru Giska sembari melempar tas branded yang baru dia beli kemarin ke atas ranjang yang bersprei berbahan sutra itu.
Drrrtt.. Drrrtt.. Drrrtt..
Ponsel yang baru diaktifkan itu bergetar, setelah sekian lama ia off kan. Agar tidak ada seorang pun yang mengganggunya.
Giska membatalkan syutingnya hari ini. Karena moodnya mendadak buyar. Hanya karena dia melihat pria yang dicintai nya sedang berduaan di dalam ruang kerjanya.
Rasa kesal bercampur emosi itu lah penyebab utama Giska yang tidak ingin beraktivitas apa pun, hari ini.
Kalau hanya sekedar berbincang santai saja, ia tidak akan semarah itu. Sebelum membuka pintu ruang kerja pria itu. Giska sempat mendengar suara-suara aneh yang tak asing di rungunya.
Ia meraup wajahnya kasar.
'Enak saja, dia mau menggeser posisi aku yang telah menjadi ratu dalam singgasana yang lama aku duduki,' gerutu Giska.
Bukan sakit fisik yang dirasakan Giska, melainkan sakit hati yang tak ada berbekas darah. Namun, perihnya masih terasa hingga kini. Pramudya Adiswara, lelaki yang menjalin cinta terlarang dengan nya selama bertahun-tahun itu, tidak pernah sekali pun membentaknya. Dia akan diperlakukan istimewa oleh laki-laki itu. Namun, setelah kedatangan artis baru itu. Mendadak dia tersingkir kan begitu saja. Terhempas dari bangunan tingkat tinggi.
'Semua ini gara-gara Ayona! Wanita sialan! Harus segera dihempaskan, sebelum virusnya menjalar ke seluruh tubuh Pramudya Adiswara!" jerit Giska penuh kilatan amarah di matanya.
Drrrtt.. Drrrtt.. Drrrtt..
Kembali ponselnya bergetar lalu berbunyi nyaring, yang tergeletak di atas meja rias nya. Sedari tadi ia malas untuk menerima telepon.
'Ganggu banget! Enggak ngerti apa. Kalau orang lagi pusing! Masih ngotot aja ditelepon!' gerutunya di bibir yang berpoles gincu berwarna merah. Namun tetap saja, tangannya terulur untuk meraih benda pipih itu.
Dengan malas Giska meraih ponselnya dan menatap layar sentuh di hadapan nya. Beberapa detik kemudian ponsel itu bergetar kembali. Tak urung ia tetap harus menerima panggilan dari sebrang telepon.
"Kamu dimana, Giska! Cepat segera kembali ke sini atau aku putuskan semua kontrak kerja kamu!" ucap tegas seseorang pada Giska di ujung telepon.
Tanpa membantah satu kata pun. Giska bergegas menuju ke lokasi syuting yang tadi sempat ditinggalkan nya. Ia menggertakkan gigi begitu mendengar suara itu. Rahangnya mengeras, tapi bibirnya dipaksa merangkai senyum demi sebuah ketenaran kamuflase yang dia dapatkan.
****
Sepanjang malam, Mahen tak bisa tidur. Karena terjajah pikirannya sendiri. Pandangannya kini terfokus pada komputer lipat yang berada di pangkuan. Sudah berjam-jam, dia habiskan waktunya untuk menyelesaikan pekerjaannya dari email. Nyatanya tak berhasil mengundang kantuk. Barulah saat jarum menunjuk angka 4 pagi, ia bisa terlelap di ranjang king size. Tanpa ada Giska di sisinya. Dan terbangun saat sinar matahari mencumbu kesadaran Mahen.
Bola matanya terbuka perlahan dan menetralkan sinar yang masuk ke dalam netranya.
'Tak pulang lagi!' Mahen bergumam melihat sang istri tidak pulang semalam. Tanpa memberi kabar padanya. Kebiasaan buruk Giska, semakin hari semakin tidak ada perubahan yang positif pada diri Giska. Semenjak kesibukannya menjadi seorang artis. Dia melupakan tugasnya sebagai seorang istri.
Setelah bersiap dan rapih. Pria itu tengah duduk di ruang kerjanya, ditemani secangkir kopi panas juga beberapa potong brownies. Saat pintu berbahan kayu jati berukir, diketuk. Mahen mengambil nafas panjang, lantas menghembuskannya perlahan.
"Tuan Mahen," ujar Mahen yang baru saja memasuki ruangan. "Semuanya sudah siap."
Mahen meletakkan cangkir kopi yang telah diminum separuh isinya. "Dia tidak pulang lagi!"
Gala Hilton, sang assisten. Mengerti. "Nyonya Giska berada di apartemennya, semalam. Tuan Mahen."
"Ada masalah apalagi, sampai dia pulang ke apartemen?" alis Mahen sedikit tertekuk.
Gala tersenyum. "Hal biasa, persaingan antar artis pendatang baru dengan arti senior, Tuan Mahen."
"Ohh, hanya masalah itu!" Mahen mengomentari masalah istrinya, hanya sebatas huruf O, bulat. "Lalu, bagaimana dengan keamanan di rumah sakit?"
"Saya sudah melakukan penjagaan super ketat di sekitar rumah sakit. Dan sudah menyebar penjaga di seluruh area gedung rumah sakit."
Mahen menghirup oksigen untuk mengisi rongga dalam dada. Meski terdengar seperti kabar bagus, tetapi pada kenyataannya. Berita yang dibawa oleh Gala Hilton, belum bisa menghilangkan perasaan aneh yang berkecamuk di hatinya.
Seolah memahami dan sangat hafal betul, mimik wajah Tuan nya, ketika keraguan menghampiri. "Tuan, tenanglah. Saya sudah melakukan semuanya yang terbaik untuk mengamankan pernikahan Tuan Mahen bersama Nona Nayla."
"Oke, baiklah. Kamu selalu bisa dipercaya dan diandalkan. Gala Hilton," ujar Mahen mengangkat kedua jempolnya ke arah Gala, sembari mengecek jam di pergelangan tangan. Masih ada waktu sekitar dua jam sebelum kita berangkat ke rumah sakit.
Gala mengangguk, lantas menghubungi seseorang dengan benda pipihnya di tangan.
"......."
"Oke, sudah selesai dirias oleh MUA yang saya kirimkan!" tanya Gala pada orang suruhannya di rumah Nayla.
"....."
"Awasi selalu, Nona Nayla. Jangan sampai terjadi sesuatu yang tidak diinginkan oleh Tuan Mahen," ujar Gala, mengingatkan bawahannya.
Gala mengakhiri hubungan telepon dengan anak buahnya. Kemudian mendekat kembali pada Mahen. "Apa pernikahan ini terlalu membebani, Tuan Mahen? Saya lihat, sepertinya Tuan berada dalam situasi yang tidak nyaman. Sejak kesepakatan dengan Nona Nayla dibuat."
Mahen mengalihkan pandangannya ke arah jendela yang bertirai putih yang tersiram cahaya mentari. "Aku punya alasan kuat dibalik kesepakatan itu."
"Saya sangat memahami hal itu, Tuan."
"Apa enaknya berpoligami? Jika ada hati yang tersakiti! Tapi, aku sangat menyayangi orang yang telah berjuang dalam hidupku! Aku ingin membahagiakan nya, walaupun tidak bisa membalas semua jasanya padaku!" sudut mata Mahen telah berkumpul buliran kristal.
Mungkin tidak terlihat maskulin jika seorang laki-laki menangis! Akan tetapi tidak ada larangan untuk mengeluarkan apa yang menjadi ganjalan dalam hati seorang anak laki-laki yang terlahir dari rahim seorang ibu.
🍒🍒🍒🍒🍒