“Diana … kamu akan diberi hukuman mati karena telah melakukan percobaan pembunuhan.”
Diana yang sudah sangat lemah diikat dan di arak ketengah tempat eksekusi. semua rakyat dan bangsawan melihatnya, mereka melemparnya dengan batu dan mengumpat kepadanya.
Kepala Diana ditaruh di tiang untuk di penggal.
Diana melihat kearah Wanita yang dicintai suaminya dan melihat ayah serta kakaknya yang masih tetap membencinya hingga akhir hayatnya.
“Kenapa kalian sangat membenciku?” gumam Diana.
Jika aku bisa mengulang waktu, maka aku tidak akan lagi mengemis cinta kepada kalian.
KRAK. Suara alat penggal terdengar keras memenggal kepala Diana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ellani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35 Pria Berjubah
Saat ini Selena masuk ke dalam kamar untuk memberikan buah.
“Yang Mulia, makanlah sedikit.”
Rowan hanya diam, tidak menjawab.
Selena bingung bagaimana membujuk Rowan.
Sementara itu, sang Raja saat ini berjalan menuju kamar Rowan. Keributan yang terjadi di istana membuat semua orang sibuk, dan Raja yang sedang beristirahat terbangun.
“Yang Mulia Raja.” Owy memberi hormat.
“Bagaimana Rowan?” tanya Raja.
“Yang Mulia Putra Mahkota sedang istirahat.”
Raja mengerutkan kening dan masuk ke dalam kamar Rowan.
Selena yang berada di dalam kamar Rowan terkejut dan berdiri melihat pintu. Siapa?
“Ayah!” Rowan hendak berdiri menyapa ayahnya.
“Tetaplah di sana.”
Selena terkejut dan segera memberi hormat.
“Yang Mulia-”
“Bagaimana keadaanmu?” Raja menghiraukan Selena dan duduk di kursi yang ada di sebelah kasur Rowan.
Selena terdiam dan menggertakkan giginya.
“Aku baik-baik saja.”
“Apa yang terjadi?” tanya Raja.
Rowan mengalihkan pandangannya. Dia tidak bisa memberitahu Raja kalau telah dikalahkan oleh wanita itu.
“Putri Diana yang melakukannya.”
Rowan terkejut dan menatap Selena. Apa yang dia lakukan?!!
Raja memperhatikan Selena. Sejak kapan wanita ini ada di sini?
“Selena!!” teriak Rowan.
“Siapa kau?” tanya Raja.
“Dia adalah penyelamatku, Selena.”
“Begitu.”
“Teruskan apa yang kau bicarakan tadi,” ucap Raja.
Selena melangkah maju dengan percaya diri. Ini kesempatanku untuk menjatuhkan Diana di depan Raja.
“Putri Diana bertarung dengan Putra Mahkota, lalu-"
Selena menceritakan semuanya, kecuali saat Rowan menyerang Diana dari belakang.
“Begitu.” Raja diam sesaat.
“Apa benar Diana menyerangmu dengan kekuatan saat berduel pedang?” tanya Raja kepada Rowan.
Rowan mengangguk pelan, memegang erat selimut yang ada di pangkuannya.
“Siapa namamu tadi?” Raja bertanya kepada Selena.
“Selena,” jawabnya dengan semangat.
Raja menatap Selena dan Rowan. “Kau tahu aku tidak suka kebohongan.”
Selena dan Rowan terkejut mendengar ini.
“Ayah-”
“Yang Mulia… ini salahku, karena aku tidak ingin Yang Mulia Putra Mahkota terdengar memalukan.” Selena segera bersujud meminta maaf.
Raja berdiri melihat Selena. “Apa Rowan memintamu untuk mengatakan kebohongan ini?”
“Apa?” Selena menatap Raja dari bawah.
“Tidak!! Tentu saja tidak!” Selena buru-buru menjawab.
“Ayah, ini bukan salah Selena. Dia hanya ingin melindungiku.” Rowan berusaha untuk melindungi Selena.
Raja menatap tajam ke arah Rowan. “Kau tahu… kerajaan kita tidak pernah mengangkat selir atau gundik.”
Rowan bergidik mendengar ini. “Aku tahu,” ucapnya.
“Karena kau telah menyelamatkan Rowan, maka kau akan aku maafkan.”
“Aku dengar Rowan menyiapkan kamar keluarga kerajaan untukmu.”
Rowan menatap Raja. Jangan bilang…
“Kamar itu hanya digunakan untuk keluarga kerajaan.”
“Wanita sepertimu tidak pantas berada di sana. Kau akan ditaruh di gedung belakang, tempat para pekerja istana tinggal.”
“Ayah!!”
Raja mengabaikan Rowan dan pergi dari kamarnya.
Selena berdiri dan melihat punggung Raja pergi meninggalkan mereka berdua.
“Yang Mulia… aku tidak apa-apa,” ucap Selena dengan sedih. Sial… mengapa aku disamakan dengan pekerja kerajaan?
Rowan mengerutkan keningnya. “Aku akan usahakan kamarmu tidak sama dengan para pekerja itu.”
“Terima kasih, Yang Mulia,” ucap Selena dengan senyum manisnya.
Melihat senyum Selena membuat hati Rowan sedikit luluh. Bagaimana bisa wanita selembut ini ditaruh di gedung belakang?
Saat keluar dari kamar Rowan, Raja berbicara dengan Owy.
“Jangan biarkan wanita itu dekat dengan Rowan. Aku rasa wanita itu memiliki niat yang buruk.”
“Baik, Yang Mulia.” Owy memberi hormat.
Raja berjalan dengan ajudannya. “Aku hanya mengakui Diana sebagai menantuku. Jika ada yang tidak setuju, maka bersiaplah dengan konsekuensinya.”
Owy sedikit terkejut. Ia masih menundukkan kepalanya. Siapa sangka Raja akan membela Putri Diana, meskipun Putri Diana telah melukai Putra Mahkota.
Dua hari telah berlalu semenjak kejadian itu.
Saat ini Diana sedang mengumpulkan para prajurit.
“Apa kalian mengerti dengan apa yang aku katakan?” tanya Diana.
“Jangan sampai ada yang menyerang duluan kecuali jika kalian diserang.”
“Mengerti!” Semua prajurit menjawab Diana dengan tegas.
Mendengar jawaban mereka membuat Diana merasa puas.
“Kalau begitu, kita akan berangkat menuju kamp lawan.”
Salah satu prajurit berada di depan untuk memimpin jalan.
Suasana saat ini santai, tidak ada suara pedang dan suara panah. Mereka hanya mendengar suara sepatu kuda dan suara angin yang berhembus pelan.
“Putri… apa Anda yakin ini akan berhasil?” tanya Zero. Bukankah sebaiknya mereka menyerang secara membabi buta dan membunuh semua prajurit lawan? Aku cukup percaya diri dengan kemampuanku.
“Apa kau tidak percaya padaku?” tanya Diana.
“Bukan itu-”
“Tenanglah… aku yakin ini akan berjalan lancar.” Diana mengelus kalung yang ada di lehernya.
Zero memperhatikan kalung itu sejak awal ia bertemu dengan Putri Diana.
“Apa itu kalung peninggalan Duchess?” tanya Zero.
Diana melihat kalung yang ia elus dan tersenyum. “Bukan… tetapi kalung ini sangat berharga bagiku,” ucap Diana dengan senyum lembut. Kalung ini telah menemaninya dalam hidup dan mati.
Ini pertama kalinya Zero melihat Diana tersenyum tulus, menatap kalung merah yang ada di leher Diana. Zero memegang dadanya. Apa kalung itu dari orang yang berharga? Entah mengapa dadanya sedikit sesak.
Diana melihat gelangnya. Yurey saat ini tidak bisa dipanggil karena sekarang jadwalnya untuk berhibernasi di dunia spirit selama satu minggu.
Sebelum berangkat.
“Aku tidak bisa menemanimu saat ini,” ucap Yurey.
“Mengapa?”
“Aku harus berhibernasi,” jawabnya.
“Apa kau bercanda?!!” Apa spirit juga berhibernasi?
“Pokoknya jangan ganggu aku kecuali jika kau sekarat.”
Yurey segera menghilang dari hadapan Diana.
“Apa semua spirit seperti ini?!!”
Begitulah yang terjadi, sehingga Yurey tidak ada saat ini.
“Siapa di sana?!!” teriak salah seorang prajurit.
Diana tersadar kembali dan melihat ke depan.
Suasana yang tenang menjadi tegang seketika.
Diana mengerutkan kening dan melihat seseorang berdiri di depan mereka. Orang itu menggunakan jubah hitam yang mencurigakan.
Melihat sesuatu di tangan orang itu, seolah hendak menyerang, Diana membelalakkan matanya dan berteriak, “Mundur!!”
Orang berjubah itu menyerang mereka dengan mengeluarkan asap hitam pekat.
“Uhuk… uhuk.”
“Jangan menghirup asap ini!” Dadanya menjadi sakit saat menghirup asap itu.
“Arrgh!” Seorang prajurit diserang.
Diana tidak bisa melihat orang yang menyerang mereka karena asap yang sangat gelap.
“Sialan!!”
Diana mengangkat tangannya dan mengeluarkan akar besar untuk mengibaskan asap itu hingga mengeluarkan angin yang menghilangkan asap tersebut.
“Di sana!!” teriak Zero.
Zero langsung mengejar orang itu dengan melempar pedangnya.
SRAAK! Pedang Zero mengenai bahu orang itu.
Diana melihat pria itu masih bisa berdiri. Segera ia menahannya dengan akar bunga. Orang itu tertahan di pohon, tidak bisa berlari ke mana-mana.
Berjalan menuju orang itu, Diana membuka jubah yang menutupi wajahnya.
“Siapa yang mengirimmu?” tanya Diana. Tidak mungkin Lucien, kan?
“Kau ditakdirkan untuk mati.”
Diana terkejut mendengar ini.
“Apa kau ingin mati?!!” Zero sangat marah saat mendengar ini.
Diana mengisyaratkan Zero untuk mundur.
“Apa yang kau katakan?”
“Kau ditakdirkan mati di dunia ini,” ucapnya dengan senyum meledek.
“Siapa yang mengatakan itu?”
“Sang penulis.”
“Apa?!!” Penulis? Apa maksudnya penulis novel itu?
“Bluurk… urgh…” Setelah mengatakan itu, pria itu memuntahkan darahnya dan tidak sadarkan diri.
“Hei!!” Diana berteriak dan memegang kerah pria itu dengan kuat.
“Putri… pria ini sudah mati,” ucap Zero.
Diana mundur selangkah dengan tatapan kosong. Apa maksudnya? Siapa sang penulis?!!
Author disini ><)/
Apa kalian penasaran dengan maksud pria berjubah itu?
Silahkan tunggu kelanjutannya >_<)○