"Aku tidak butuh uangmu, Pak. Aku hanya butuh tanggung jawabmu sebagai ayah dari bayi yang aku kandung!" tekan wanita itu dengan buliran air mata jatuh di kedua pipinya.
"Maaf, aku tidak bisa!" Lelaki itu tak kalah tegas dengan pendiriannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Risnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Axel kembali mual
Pagi ini Axel sudah bersiap untuk berangkat dinas. Lelaki tampan itu menuruni anak tangga dengan penampilan sudah rapi dan wangi.
"Pagi Mama!" serunya menyapa sang mama yang tengah menyajikan hidangan untuk sarapan.
Mama hanya menoleh sesaat, lalu fokus kembali dengan pekerjaannya. drama semalam masih menyisakan rasa kesal. Apalagi setelah tahu Axel pergi dugem bareng sindy.
"Mama masih marah sama aku?" tanyanya mengikuti mama yang bergerak mondar-mandir.
"Kalau sudah tahu nggak usah nanya," jawab wanita itu ketus.
"Ya Allah, kan aku udah minta maaf Ma," jawab Axel memasang wajah melas.
"Mama belum maafin kamu," timpal mama.
Axel tercengang. Baru kali ini mama marahnya serius sekali.
"Kenapa belum di maafin, Ma? Udah dong mama marahnya. Aku janji nggak akan mengulanginya." Axel masih berusaha merayu mama.
"Mama akan maafin kamu, tetapi dengan satu syarat."
"Syarat?" tanya Axel bingung.
"Iya, kamu harus janji dulu tidak akan dekat lagi dengan sindy. Bagaimana?"
Axel seketika meraup wajahnya gusar. "Ma, kenapa mama sampai segitu bencinya pada sindy? Padahal dia itu gadis cantik, berpendidikan, kariernya juga bagus. Aku rasa dia pantas untuk menjadi istriku."
"Ya, dia memang cantik, berpendidikan, tetapi dia tidak berakhlak dan tak memiliki sopan santun. Apakah kamu mau memiliki istri yang memiliki kebiasaan buruk seperti itu?"
"Kebiasaan buruk seperti apa, Ma? Sebenarnya dia itu sopan, tetapi mama saja yang tidak memberinya kesempatan untuk dekat sama mama dan keluarga."
"Berhenti membela wanita itu di hadapan mama. Sebagai seorang ibu, mama bisa melihat dan menilai mana wanita yang baik dan tidak. Mana ada wanita baik mau ke club dan mabuk-mabukan," sanggah mama.
Axel terdiam mendengar ceramah mama panjang kali lebar. Otaknya sedikit terbuka, ada benarnya apa yang di katakan oleh mama. Sejak balik dari luar negri sikap sindy memang jauh berubah.
Axel tak lagi menyahut ucapan mama. Ia memilih duduk di kursi meja makan. Hal itu membuat mama geram.
"Kenapa kamu diam saja? Kamu tidak bisa meninggalkan wanita itu 'kan?" tanya mama mengultimatum putra sulungnya itu.
"Bukan begitu, Ma. Bisa nggak sih nggak pake emosi ngomongnya?" intrupsi Axel memasang wajah jengkel.
"Kenapa? Kamu nggak suka?"
"Ng-nggak, Ma. Ya Allah, gini amat punya mama tensian."
"Kalau nggak, kenapa eksperesi wajah kamu menjengkelkan begitu?"
"Ini ada apa sih? siang malam ribut Mulu!" seru papa menghampiri anak dan istrinya.
"Tahu nih mama dan Abang. Sampe kedengaran ke atas!" imbuh Seno sembari menuruni anak tangga.
"Abisnya nih anak buat kesal aja dari semalam," gerutu mama menatap kesal pada Axel.
Papa dan Seno menarik kursi masing-masing untuk mereka duduki. Papa menatap Axel yang menjadi sumber masalahnya.
Sementara mama menyelesaikan pekerjaannya. Semangkuk nasi goreng seafood ia suguhkan di hadapan suami dan anak-anaknya.
Hueek! Hueek!
"Ini nasi goreng apaan sih,Ma? Bauk banget!" Protes Axel seketika berdiri menuju wastafel.
"Apaan sih kamu? Ini nasi goreng kesukaan kamu, yang biasa mama buat," jawab mama menatap aneh.
Axel tak menyahut, ia kembali mengeluarkan muntahnya. Ia sangat mual mencium aroma nasi goreng tersebut.
Seno dan papa juga menatap heran dengan tingkah Axel. Sejak kapan dia mabuk dengan aroma makanan? Ada-ada saja.
Seno berdiri dari tempat duduknya. Ia menghampiri Axel yang tengah kepayahan. Seno mengusap punggung Axel sembari berkata.
"Kamu hamilin anak orang, Bang?" tanyanya membuat Axel seketika terjingkat.
"Apa sih maksud kamu?" ujar Axel dengan jantung berdebar.
Seno menatap penuh selidik. "Dari semalam hingga pagi ini aku lihat ada yang aneh terhadap Abang. Sepertinya Abang terkena couvade syndrome."
"Apa itu couvade syndrome?" tanya Axel tidak paham.
"Couvade syndrome, atau di sebut juga kehamilan simpatik. Yang mana calon ayah mengalami fisik dan psikologis yang mirip dengan kehamilan pasangannya. Itu semua di sebabkan karena adanya rasa khawatir dan cemas terhadap pasangannya, maka calon ayah juga dapat merasakan hal yang sama," urai Seno.
Mama murni yang mendengar pernyataan Seno, ia seketika berdiri dari duduknya.
"Jangan-jangan kamu sudah menghamili wanita itu?" tuding mama salah sasaran.
"Aish, mama apa-apaan sih? aku baru jumpa sindy kemaren, mana mungkin aku menghamilinya. Lagian kami tidak melakukan apa-apa," sanggah Axel.
"Kamu jangan menyebar gosip yang tidak-tidak ya, Sen. Mama ini semuanya di sangkut pautkan pada sindy. Kesal banget aku kayak gini," gerutu Axel seraya meraih jaket polisinya yang tersampir di kursi yang tadi ia duduki.
Saat Axel hendak beranjak meninggalkan meja makan, lagi-lagi perutnya terasa sangat mual. Ia kembali lari ke kamar mandi yang ada di dapur. Kembali cairan pahitnya keluar dan sangat pahit di lidah. Selera makannya juga mendadak sirna.
Mama dan Seno saling pandang. Begitu juga dengan papa tak kalah bingung dengan penyakit Axel. Memang yang di katakan Seno tadi mirip dengan kejadian tiga puluh tahun yang lalu, dimana ia juga merasakan seperti orang hamil. Saat itu sang istri sedang hamil anak pertama mereka. Apa mungkin Axel mengalami hamil simpatik? Tapi siapa wanita yang di hamilinya?
Axel keluar dari kamar mandi dengan tubuh gemetaran. Tenaganya terasa habis terkuras, wajahnya tampak pucat berkeringat dingin.
"Jika kondisi kamu merasa tidak memungkinkan, lebih baik kamu izin saja tidak usah masuk kerja," ucap papa memberi solusi.
"Yang di katakan papa kamu benar. Kamu istirahat saja di rumah. Sekarang ayo makan dulu, biar ada lagi tenaganya," ucap mama membimbing Axel untuk duduk kembali di kursi meja makan.
"Aku tidak suka dengan menu itu, Ma. Aku bisa muntah lagi jika mencium aromanya," tolak Axel.
"Kenapa penyakit kamu itu mencurigakan seperti yang di katakan oleh adikmu?"
Axel mendengus kesal. Ia masih belum mau mengakui bahwa apa yang di alaminya saat ini ada sangkut pautnya dengan kehamilan Sofia.
"Selamat pagi Bu, pak!" sapa Sofia baru saja bergabung setelah di kasih tahu bibik ia di minta Bu murni untuk sarapan bersama.
Sofia kembali bertatap muka dengan Axel. Sedikit penasaran, kenapa wajah lelaki itu pucat seperti itu? Apakah dia muntah lagi?
Sofia bingung mau duduk di sebelah mana, karena kursi yang tersisa di tengah kakak beradik itu.
"Ayo duduklah, Nak!" titah mama menunjuk kursi yang ada di tengah kedua putranya.
Sofia mengangguk patuh. Ia duduk di sisi Axel dan Seno. Sungguh ia merasa entah berada di antara kedua lelaki yang sikapnya sangat jauh berbeda.
Sementara itu Axel yang tadi rencananya ingin pergi menghindari Sofia, tetapi niatnya urung saat mencium aroma wangi yang ada di pakaian Sofia. Aromanya sangat menenangkan.
"Kamu mau makan apa?" tanya Seno hendak mengambilkan makanan untuk Sofia.
Bersambung....
Terimakasih untuk raeder yang sudah mampir di novel saya. Jika kalian suka dengan novel ini, jangan lupa tinggalkan like, komen, dan juga kasih bintang ya all. Terimakasih sebelumnya.
