Carmila harus menghadapi kenyataan pahit: suaminya membawa selingkuhan ke rumah, yang tak lain adalah sahabatnya sendiri. Pengkhianatan dari dua orang terdekatnya ini menghancurkan hati Carmila yang selama ini telah berjuang menjadi istri dan nyonya istana yang sempurna.
Dalam keterpurukannya, Carmila bertemu dengan Pangeran Kedua Kekaisaran, dan tanpa ragu mengajukan sebuah hubungan kontrak dengannya.
Apakah Pangeran Kedua itu akan menerima tawarannya, atau menolak secara dingin? Keputusannya akan menentukan arah permainan balas dendam Carmila, sekaligus membuka pintu pada skandal dan intrik yang tak terduga.
Revisi berjalan yaa!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon flowy_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rasa Minder?
Valerian hanya menatapnya tanpa mengatakan apa pun.
Meskipun Carmila tidak tahu apa yang ada di pikiran Valerian, melihat kerutan di alisnya, sudah pasti ia tidak menyukai perkataan Carmila.
"Jika kau masih punya hati nurani sebagai seorang Duke, maukah kau mengembalikan buku besar keuangan itu?"
Carmila melangkah lebih dekat ke hadapan Valerian, lalu berkata dengan santai.
"Sejak kau pergi dan membawa buku besar itu, kami kesulitan bergerak dan hanya bisa bertahan dengan sisa aset yang ada."
Tentu saja, itu bohong.
Keluarga Carmila selalu menyimpan salinan buku besar keuangan mereka. Hanya saja, Valerian tidak tahu hal ini.
Di masa itu, semua catatan masih ditulis tangan, sehingga proses penyalinan biasanya memakan waktu lama. Tapi sejak munculnya alat penyalinan otomatis yang di ciptakan para peneliti Kekaisaran Moretti, semuanya jadi lebih mudah.
Alat itu juga dipakai di Kediaman Duke, jadi meskipun Valerian pergi, semua urusan keuangan keluarga tetap bisa berjalan lancar.
Carmila sudah menduga Valerian akan menghambur-hamburkan uang yang di bawanya. Dan cepat atau lambat, tagihan pesta mewahnya pasti akan sampai ke Kediaman Duke—dengan jumlah yang tidak main-main.
‘Tidak masalah. Kalau kami bercerai, semua utang itu tetap tanggung jawabnya.’
Ia menatap Valerian lagi, menunggu jawaban. Namun, diamnya pria itu justru membuatnya muak. Carmila menarik napas panjang dan hendak meninggalkan ruangan.
Namun, belum sempat ia melangkah, suara keras Valerian menggema di ruangan tersebut.
“Kau selalu bersikap seperti ini, Carmila! Dan itulah sebabnya aku berselingkuh!”
Tubuh Carmila refleks menegang. Ia berhenti di tempat, dan menatap Valerian tak percaya. “Apa maksudmu?!” serunya.
“Kau selalu mempermainkan ku, Carmila! Kau tidak pernah punya etika layaknya seorang duchess. Dan kau juga tidak pernah mengerti caranya menghormati suamimu!"
Carmila tertawa sinis. “Kau bicara seolah-olah kau suami yang sempurna! Kau sendiri tidak tahu bagaimana memperlakukan istrimu dengan benar!”
Valerian mengepalkan tangan, wajahnya memerah. “Kenapa kau selalu meremehkan ku di depan semua orang! Apa kau memang sengaja ingin mempermalukan ku!”
“Kapan?” Carmila menyergah, matanya menatap tajam. “Kapan aku pernah meremehkan mu?"
Valerian tidak menjawab. Ia mengabaikan pertanyaan Carmila dan kembali melanjutkan ucapannya. “Seraphina berbeda darimu. Dia menghargai kemampuanku, selalu mendukungku, dan mencintaiku dengan sepenuh hati!”
“Cukup!” tegas Carmila.
Valerian menatap Carmila dengan tajam. “Dengar baik-baik! Kau harus bertanggung jawab atas aib yang kau ciptakan di Kediaman hari ini. Kembalikan kehormatan ku, atau aku tidak akan memaafkan mu.”
Setelah mengucapkan itu, ia berbalik dan melangkah keluar dari ruang kerjanya.
Carmila menarik napas panjang, ia berusaha meredam kemarahan yang masih membara. “Haa… dasar bajingan gila…” gumamnya pelan.
......................
Setelah Valerian pergi, Carmila beristirahat dengan tenang di ruang kerjanya.
Tok… tok…
Pintu terbuka, dan Elara masuk tanpa di panggil.
"Saya membawakan teh, Nyonya. Sepertinya Anda membutuhkannya."
"Ya, terima kasih, Elara."
Elara pasti bisa merasakan ketegangan yang baru saja terjadi antara Carmila dan Valerian.
Perlahan Carmila menyesap teh hangatnya. Setelah beberapa teguk, ia meletakkan cangkir itu di meja, dan ingatan beberapa jam lalu kembali berputar di kepalanya.
"Elara, ada yang ingin ku tanyakan," ujar Carmila.
"Ya, Nyonya?" Elara yang tadinya hendak keluar ruangan menoleh ke belakang.
“Menurutmu, selama aku menjadi Nyonya di Kediaman ini, apa aku pernah bersikap meremehkan Valerian?”
"Tentu tidak, Nyonya," Elara menggeleng cepat. "Siapa lagi yang bisa mencintai dan menghormati Duke seperti Anda?"
Elara menatap Carmila dengan serius, kemudian melanjutkan. "Duke adalah orang yang lembut sejak kecil. Dia selalu tertinggal di bandingkan teman-temannya, dan dia sangat penakut. Duke dan Duchess sebelumnya selalu mengkhawatirkan beliau."
"Kalau bukan karena Nyonya yang membimbing dan merangkulnya dengan penuh cinta, Kediaman Duke tidak akan bisa bangkit seperti sekarang. Kehadiran Nyonya benar-benar membawa perubahan besar."
"Terima kasih," jawab Carmila pelan.
Mendengar semua itu, ia merasa yakin bahwa selama ini ia tidak pernah meremehkan Valerian, sebaliknya ia selalu berusaha menghormatinya.
"Kalau begitu, saya permisi, Nyonya. Silakan beristirahat dengan tenang, dan kuatkan hati Anda, terutama di saat seperti ini. Kami semua berada di pihak Nyonya."
Setelah Elara pergi, Carmila kembali menyesap tehnya lagi sambil merenung.
'Mau bagaimana pun, orang yang paling tulus mendukung Valerian adalah aku.'
Ia sering melihat wanita lain menerima berlian atau kalung dari suaminya. Sementara dirinya, satu-satunya hadiah dari Valerian hanyalah cincin lamaran.
Padahal, cincin itu di beli Valerian dengan berutang, dan pada akhirnya Carmila yang harus melunasinya.
Meski begitu, ia benar-benar mencintai Valerian dan mendukung masa depan serta nama baik keluarganya. Selama Valerian tetap di sisinya, ia rela menanggung semua beban lainnya.
Tentu saja, ia tidak selalu diam. Saat Valerian bertingkah tak pantas, Carmila tak segan menegurnya.
'Valerian, apa kamu benar-benar harus pulang dalam keadaan mabuk malam ini? Besok aku ada pertemuan penting dengan investor bisnis. Apa kamu berencana datang ke acara sepenting ini dalam keadaan bau alkohol?'
'Lepaskan! Aku juga punya urusan penting sampai harus minum. Kau pikir kau siapa sampai ikut campur?'
Kadang hatinya terasa hancur. Ia sering kecewa dan merasa sendirian menghadapi sikap suaminya yang egois dan sulit berubah.
Carmila sudah berusaha keras, merangkul Valerian, dan menjalani hidup bersamanya dengan sepenuh hati. Ia ingin keluarga suaminya, yang kini juga menjadi keluarganya, tumbuh dan berkembang dengan baik.
Itulah sebabnya ia mengambil inisiatif untuk membangun bisnis atas nama Valerian, dan memajukan nama keluarganya agar bisa mengikuti perubahan zaman.
Namun, Valerian tetap merasa Carmila tidak menghormatinya...
Jawabannya hanya satu. 'Rasa Minder.'
Valerian selalu merasa minder terhadap latar belakang keluarga dan status Carmila. Meskipun Carmila telah memberikan segalanya, Valerian sejak awal bukanlah orang yang bisa menampung semua pemberiannya.
Mata Carmila kemudian tertuju pada lukisan yang terpajang di dinding. Suaminya, yang dulu ia cintai, mengenakan setelan rapi, dan menatap lurus ke depan dengan ekspresi bermartabat.
"Tidak mudah, ya, terus-menerus di kecewakan seperti ini?" Carmila menatap lukisan itu dan tersenyum sinis.
Carmila menarik napas pelan, ia sama sekali tak berniat mundur. Rencananya dengan Alistair justru baru saja dimulai.