Mengapa mereka memeluk kakiku? Pertanyaan itu menghantui Arion (25) setiap hari."
Arion memiliki dua adik tiri yang benar-benar mematikan: Luna (20) dan Kyra (19) yang cantik, imut, dan selalu berhasil mengacaukan pikirannya. Pagi ini, adegan di depan pintu mengonfirmasi ketakutannya: mereka bukan hanya menggemaskan, tapi juga menyimpan rahasia besar. Dari bekas luka samar hingga gelang yang tak pernah dilepas, Arion tahu obsesi kedua adiknya itu bukan hanya sekadar kemanjaan. Ini adalah kisah tentang seorang kakak yang harus memilih antara menjaga jarak demi kewarasannya, atau menyelami rahasia gelap dua bidadari yang mati-matian berusaha menahannya agar tak melangkah keluar dari pintu rumah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Engga Jaivan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB V: Pencurian Kunci di Bawah Pengawasan
Ketenangan Danu adalah ancaman yang lebih menakutkan daripada amarahnya. Senyuman tipisnya saat berbalik menunjukkan bahwa ia sedang menguji Arion. Jika Arion gagal memberikan kunci atau dokumen yang diminta, Danu akan punya alasan untuk kembali dengan cara yang lebih memaksa.
"Cepat, Kak. Aku tidak suka dia berlama-lama di luar," bisik Kyra, suaranya kembali pada nada memerintah yang dingin.
Mereka bertiga memasuki ruang kerja Ayah yang besar dan gelap. Luna dan Kyra berdiri di ambang pintu, seperti dua malaikat penjaga yang siap menjebak.
Arion berjalan ke meja kerja jati yang tebal. Ia tahu laci mana yang dimaksud Danu—laci yang selalu terkunci dan tersembunyi.
Arion merogoh saku, mengeluarkan Kunci Perak yang ia temukan. Kunci itu dingin di telapak tangannya.
"Jika laci ini hanya berisi dokumen proyek, kenapa Ayah tidak menyimpannya di brankas kantor?" Arion bertanya, lebih kepada dirinya sendiri.
Kyra menjawab, matanya memancarkan kecerdasan yang berbahaya. "Ayah tidak pernah mempercayai Danu. Ayah hanya menggunakan Danu untuk mengawasi kami dari jauh. Dokumen itu adalah umpan."
Arion memasukkan Kunci Perak itu ke dalam laci tersembunyi. Klik. Bunyi yang tegas dan mekanis itu terasa sangat keras dalam keheningan.
Laci itu bergeser terbuka.
Di dalamnya, Arion menemukan dua hal.
Pertama, sebuah dokumen amplop cokelat dengan logo proyek pembangunan Bandung, persis seperti yang dikatakan Danu.
Kedua, di balik dokumen itu, tersembunyi sebuah buku harian berkulit hitam yang lusuh dan sebuah benda kecil: gelang magnetik tipis, berwarna perak kusam, yang terlihat lebih primitif dan lebih kuat daripada Gelang Perak Luna.
Arion segera mengambil ketiganya. Ia meraih dokumen proyek itu dan menyodorkannya ke Kyra.
"Ambil ini. Jika Danu bertanya, katakan aku sedang mencarinya sekarang," perintah Arion.
Kyra mengangguk, mengambil amplop itu, dan buru-buru keluar, menutup pintu di belakangnya, meninggalkan Arion sendirian dengan Luna.
Kini hanya Arion dan Luna di ruangan itu. Luna menatap Arion dengan mata yang kembali dipenuhi kepolosan.
"Apa itu, Kak?" bisik Luna, menunjuk ke buku harian dan gelang magnetik di tangan Arion.
"Aku tidak tahu," jawab Arion. Ia menyadari. Ayah tidak hanya meninggalkan petunjuk untuk Arion; Ayah meninggalkan petunjuk untuk Luna.
Arion membuka buku harian itu secara acak. Tulisannya rumit dan ilmiah, penuh dengan istilah seperti "resonansi emosi," "titik pematian," dan "kecepatan transfer Pure Energy."
Sebuah paragraf menarik perhatian Arion, yang ia baca dalam hati:
> ...Ikatan Murni (Pure Bond) antara Luna dan Kyra kini menjadi terlalu berbahaya. Ikatan itu terlalu kuat, dan Luna tidak dapat menahan emosi yang masuk. Gelang Perak Luna adalah kontrol eksternal, tetapi aku butuh kontrol internal. Aku harus menciptakan Jangkar Emosi yang kuat, yang bisa menyerap, memanipulasi, dan menahan resonansi emosi mereka. Arion adalah kandidat yang sempurna, karena ia adalah Jangkar Logika. Tetapi, jika ia gagal, aku telah menyiapkan Protokol Darurat. Gelang Hitam ini harus dipakai oleh Jangkar Alternatif sebelum kehancuran total.
>
Arion menggenggam gelang magnetik tipis itu. Jadi, Gelang ini bukan untuk Luna. Itu adalah Gelang Alternatif—sebuah kontrol cadangan yang lebih kuat untuk mengikat Jangkar.
Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar cepat di koridor. Pintu ruang kerja Ayah terbuka dengan sedikit kasar.
Kyra kembali, wajahnya pucat. "Danu menuntut! Dia bilang amplop itu kosong! Dia tahu kau menyembunyikan sesuatu!"
"Amplop itu memang kosong. Hanya umpan," gumam Arion, otaknya bekerja cepat.
Danu muncul di belakang Kyra, ekspresinya tidak lagi ramah. Ia menatap Arion dengan tatapan pemburu.
"Aku tahu kau cerdas, Ri. Tapi jangan bermain-main dengan Ayahmu," kata Danu, suaranya rendah dan mengancam. "Berikan padaku yang sebenarnya."
Danu melihat buku harian dan Gelang Hitam di tangan Arion. Matanya membesar.
"Itu dia! Protokol Darurat! Serahkan padaku!" Danu melangkah maju.
Kyra segera bereaksi. Ia mendorong Arion ke samping, menempatkan tubuhnya antara Arion dan Danu.
"Jangan sentuh dia!" teriak Kyra.
Luna juga bergerak. Ia melepaskan pelukannya pada kotak musik dan maju. Gelang Perak di pergelangan tangannya memancarkan kilau perak yang sangat dingin.
"Kau tidak akan mendapatkannya, Danu," bisik Luna. Suaranya bukan lagi rengekan manja. Itu adalah perintah.
Tiba-tiba, Arion merasakan resonansi. Ruangan itu menjadi berat, seolah udara tiba-tiba dipenuhi air. Ini adalah kekuatan emosi murni Luna.
Danu merasakan resonansi itu. Ia membeku. "Luna! Jangan! Kau akan menghancurkan Pure Bond-mu sendiri!"
"Aku tidak peduli!" teriak Luna. Ia memancarkan keputusasaan dan ketakutan yang begitu kuat, Arion merasakan lututnya lemas. Ia harus segera bertindak.
Arion tahu apa yang harus ia lakukan. Ia tidak bisa membiarkan Luna melepaskan semua kekuatan itu.
Arion, di tengah kekacauan, meraih Gelang Hitam magnetik yang lebih kecil itu. Dalam sepersekian detik yang penuh panik, ia melihat buku harian itu. Tepat sebelum Danu menyerang, Arion mengambil keputusan.
Arion melingkarkan Gelang Hitam itu ke pergelangan tangannya.
ZAP!
Bukan rasa sakit, melainkan dingin yang mematikan yang merayap dari pergelangan tangan ke seluruh tubuhnya. Rasanya seperti seluruh emosi Luna dan Kyra, ketakutan mereka, kecemburuan mereka, keputusasaan mereka, tiba-tiba mengalir ke dalam diri Arion.
Luna segera berhenti. Ia menatap Arion, matanya membesar karena terkejut. Kekuatan yang ia lepaskan seketika lenyap.
Gelang Hitam itu telah berhasil. Arion telah menjadi Jangkar Emosi mereka.
Danu, melihat Gelang Hitam itu telah terpasang, berbalik. Senyumnya penuh kekalahan.
"Tidak mungkin. Ayahmu memilih Jangkar yang salah!" Danu membanting pintu dan melarikan diri, menyisakan keheningan di ruang kerja Ayah.
Kyra dan Luna mendekati Arion. Mereka menatap Gelang Hitam di pergelangan tangannya. Mereka tidak lagi cemburu atau manja. Mereka hanya tampak terkejut, namun ada kilatan keterikatan total di mata mereka.
"Kau... kau melakukannya," bisik Kyra, tangannya terangkat, menyentuh Gelang Hitam itu. "Kau telah mengambil alih ikatan kami."
Arion merasakan emosi mereka. Ia merasakan ketakutan Luna dan tekad Kyra. Emosi mereka kini milik Arion.
Danu telah pergi. Tapi pertarungan baru saja dimulai. Arion kini adalah bagian dari mereka.