Jaka, seorang siswa SMA yang biasa-biasa saja, seketika hidupnya berubah setelah ia tersambar petir. Ia bertemu dengan makhluk asing dari dunia lain, hingga akhirnya memahami bahwa di dunia ini ada kekuatan yang melebihi batas manusia biasa. Mereka semua disebut Esper, individu yang mampu menyerap energi untuk menembus batas dan menjadi High Human. Ada juga yang disebut Overload, tingkatan yang lebih tinggi dari Esper, dengan peluang mengaktifkan 100% kemampuan otak dan menjadi Immortal.
Lalu, takdir manakah yang akan menuntun Jaka? Apakah ia akan menjadi seorang Esper, atau justru seorang Overload?
Ikuti perjalanannya dalam kisah Limit Unlock.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jin kazama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14. Tekad Jaka.
Bab 14. Tekad Jaka.
Tiba-tiba suara Jaka kembali terdengar.
“Baiklah, mari kita bicarakan hal lain yang jauh lebih penting. Ini menyangkut tentang apa yang selama ini kalian lakukan di sekolah ini. Jujur saja, kepala sekolah menawariku untuk menjadi ketua disiplin yang bisa mengatur dan mengendalikan kalian agar tidak melakukan penindasan dan pembullyan di area sekolah. Bagaimana menurut kalian?” tanya Jaka sambil tersenyum.
Melihat senyum itu, entah mengapa Rama dan yang lainnya merasakan firasat buruk. Mau tidak mau, sebagai perwakilan, lagi-lagi Rama menarik napas dalam. Setelah menghembuskannya, dia mulai angkat bicara.
“Kami akan menuruti apa pun keputusanmu, karena mulai sekarang kau adalah bos dari Geng Elang. Jujur saja, sebenarnya kami melakukannya hanya karena bosan dan tidak ada hal yang menarik di sekolah ini,” jawabnya berterus terang.
Sebagai tanggapan, Jaka mengangguk.
“Bagus. Setidaknya itu jawaban yang tepat dan tidak terkesan dibuat-buat,” katanya yang merasa cukup puas dengan alasan Rama.
Jaka kembali berkata.
“Karena kalian sudah menunjukku sebagai bos kalian, dan pihak sekolah juga sudah menunjukku sebagai ketua disiplin, maka mulai sekarang aku nyatakan Geng Elang resmi dibubarkan. Kita akan mendirikan geng baru dengan tujuan yang lebih besar, dan nama geng itu adalah RPJ.”
Semua orang saling berpandangan. Mata mereka dipenuhi keterkejutan karena pembubaran geng yang lama dan pendirian geng yang baru. Tidak disangka-sangka, Galang yang selama ini pendiam dan jarang bicara tiba-tiba membuka suara.
“RPJ? Apa itu?”
Yang lain juga penasaran.
“RPJ adalah singkatan dari Raja Penguasa Jalanan. Daripada mengurusi kroco kecil di sini, mari kita taklukkan semua sekolah yang ada di Kota Blue Star. Misi awal kita adalah menjadi peringkat pertama dan dengan itu setidaknya kita menjadi bagian yang tidak akan dipandang sebelah mata oleh organisasi A.S.E,” ucapnya dengan senyum menyeringai.
Mata semua orang langsung bersinar. Semangat baru seolah membara di dalam hati mereka. Geng RPJ juga terlihat lebih garang dan mendominasi. Rama sendiri, sebagai ketua geng, juga menyetujuinya.
“Dan satu lagi...” kata Jaka, melanjutkan ucapannya sebelum yang lain sempat memberikan komentar.
“Untuk menjalankan kewajibanku sebagai ketua disiplin sekolah, karena aku sudah berjanji sebagai bos kalian, aku akan menunjuk kalian bersepuluh sebagai anggota kedisiplinan.”
Seketika pernyataan Jaka mengejutkan mereka semua.
Yudha adalah orang yang pertama kali mengeluh.
“Apa?! Kita? Menjadi anggota disiplin? Ayolah Bos, jangan bercanda! Kita semua bukanlah murid teladan yang baik. Okelah kami setuju jika kau meminta kami untuk tidak melakukan pembullyan dan penindasan pada murid yang lain. Tapi menjadi anggota disiplin... ampun bos! Aku benar-benar tidak bisa melakukannya. Bisa-bisa kita mati karena bosan?!”
Bukannya marah atau kesal, Jaka justru tersenyum.
“Oke, jika alasannya hanya karena kalian merasa bosan maka kita ubah aturan menjadi lebih menyenangkan. Aku akan mendirikan sebuah oktagon sederhana yang aku beri nama Arena Neraka. Arena ini dikhususkan bagi para siswa yang melanggar peraturan sekolah, dan kalian semua sebagai anggota disiplin tentu saja menjadi orang yang bertanggung jawab atas berjalannya arena ini.”
“Hah? Bos, tunggu-tunggu! Oktagon sederhana?! Arena Neraka? Bagaimana maksudnya, Bos?” kata Yudha dengan heboh.
Rama dan yang lainnya juga merasa terkejut dan sangat penasaran dengan apa yang dikatakan oleh Jaka.
“Sebagai ketua disiplin, aku akan membuat aturan di mana sekolah ini akan dikuasai persaingan antara tiga hal, yaitu kekayaan, keberanian, dan kecerdasan. Dan yang menjadi penghubung semua itu adalah Arena Neraka.”
Semua orang terdiam. Mereka mendengarkan dengan seksama karena ini merupakan hal baru bagi mereka.
Setelah berhenti sejenak, Jaka melanjutkan.
“Jika kalian bertanya bagaimana arena ini dijalankan, jawabannya sangat sederhana. Jika ada murid yang memulai perkelahian, alih-alih menegur dan memisahkan, seret mereka semua ke Arena Neraka. Di sana mereka akan bertarung habis-habisan sampai salah satu di antara mereka menyerah. Setelah itu keduanya diwajibkan menandatangani sebuah surat perjanjian yang didominasi oleh poin.”
Mendengar kata poin, semua orang mengerutkan kening. Meskipun masih belum mengerti, mereka mulai menangkap sesuatu, dan yang pasti, itu adalah hal yang menyenangkan.
Jaka kembali bersuara.
“Setelah mereka berkelahi, sang pemenang akan mendapatkan satu poin, sementara yang kalah mendapatkan minus satu poin. Arena Neraka akan menjadi satu-satunya tempat untuk menyelesaikan permasalahan yang menyangkut kekerasan di sekolah. Di sinilah poin ini akan berperan.
Pembullyan tidak diperbolehkan. Setiap masalah harus diselesaikan di arena. Setelah keluar dari arena, semua akan dianggap selesai.”
“Lalu apa hubungannya dengan kekayaan, keberanian, dan kecerdasan yang kau katakan sebelumnya?” tanya Rama.
Jaka menarik sudut bibirnya.
“Tentu saja sangat berhubungan. Karena mereka yang memiliki poin akan mendapat perlindungan dari kita semua, yaitu para penanggung jawab kedisiplinan. Poin ini akan terdiri dari angka 1–100. Mereka yang memiliki banyak uang bisa membeli poin dengan uang. Satu poin bernilai Rp 50.000.
Untuk mereka yang memiliki keberanian, mereka bisa naik ke Arena Neraka untuk memenangkan setiap poin.
Dan untuk mereka yang tidak suka bertarung, mereka bisa menebusnya dengan kecerdasan, yaitu dengan nilai tinggi yang diadakan pada setiap ujian di setiap mata pelajaran.
Nilai 70 akan mendapatkan 1 poin. Nilai 80 akan mendapatkan 2 poin. Nilai 90 akan mendapatkan 3 poin. Dan nilai 100 akan mendapatkan 5 poin.
Dengan begini mereka semua bisa bersaing.”
“Tunggu sebentar... Lalu apa keuntungan bagi mereka yang membeli poin dengan uang?” tanya Ali.
Mendengar itu, Jaka kembali tersenyum.
“Mereka bisa menjadi raja kecil sementara dengan poin yang mereka miliki. Mereka bebas melakukan pembullyan apa pun terhadap para siswa, tetapi dengan harga.
Menolak bertarung di arena akan dikurangi 1 poin. Menghina teman dengan kata-kata akan mengurangi 10 poin. Merendahkan orang tua (menghina guru) akan dikurangi 50 poin. Memukul akan dikurangi 30 poin. Menghajar dan mematahkan tulang dikurangi 50 poin. Perhitungan poin dihitung berdasarkan banyaknya pukulan dan tingkat kerusakan tulang yang patah.”
“Jika poin itu sudah mentok di angka 100, maka orang tua yang bersangkutan akan dipanggil dengan Surat Peringatan SP1. Jika perbuatan itu terus berlanjut akan ada SP2, dan saat mereka mendapatkan SP3, maka pihak sekolah memiliki wewenang untuk mengeluarkan siswa tersebut secara tidak hormat. Bahkan kepala sekolah akan memberikan surat yang menyatakan bahwa siswa itu di-blacklist untuk masuk sekolah manapun di Kota Blue Star.”
Baginya, memutuskan hal itu sangat mudah. Dan dia yakin, Pak Danang selaku Kepala Sekolah akan menyetujuinya.
“Berpatokan dengan aturan ini, semuanya bisa bersaing. Dengan perlindungan Arena Neraka, bagi mereka yang takut, mereka akan dipaksa menjadi lebih berani. Dan bagi mereka yang lemah, serta tidak memiliki nyali untuk masuk Arena Neraka dan bertarung, mereka memiliki opsi lain, yaitu lewat kecerdasan. Jika ingin mendapatkan poin, mereka harus memastikan nilai mereka cukup untuk membeli banyak poin.”
“Dan yang pasti... mereka yang tidak bermasalah (tidak pernah melanggar peraturan) pun akan tertarik untuk memiliki poin ini. Kenapa? Karena poin ini bisa digunakan untuk melindungi mereka dari tindakan kekerasan baik di dalam maupun di luar sekolah. Dan kita, penanggung jawab kedisiplinan, akan menjanjikan itu,” kata Jaka mengakhiri penjelasannya.
“Hah... melindungi mereka di luar sekolah? Apakah artinya...” Tanya Rama, memastikan dugaannya.
Sebagai tanggapan, Jaka mengangguk.
“Saat itulah kita sebagai geng RPJ akan menunjukkan diri dan memulai aksi bersih-bersih. Kita akan perang dengan wilayah lain dengan dalih melindungi teman-teman kita.”
Jaka bertekad,
"Untuk mendominasi dan berkuasa, aku harus masuk dan membaur dengan lingkungan mereka. Pendirian Geng RPJ dan Arena Neraka adalah dua langkah awal menuju ke arah itu." monolognya.