NovelToon NovelToon
Aku Kekasih Halalmu

Aku Kekasih Halalmu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Dosen / Nikahmuda / CEO / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: RahmaYusra

Hana Hafizah menjadi perempuan paling tidak beruntung ketika ayah dan ibu memintanya untuk menikah, tetapi bukan dengan lelaki pilihannya. Ia menolak dengan tegas perjodohan itu. Namun, karena rasa sayang yang dimilikinya pada sang ayah, membuatnya menerima perjodohan ini.

•••

Gadibran Areksa Pratama. Dosen muda berumur 27 tahun yang sudah matang menikah, tetapi tidak memiliki kekasih. Hingga kedua orang tuanya berkeinginan menjodohkannya dengan anak temannya. Dan dengan alasan tidak ingin mengecewakan orang yang ia sayangi, mau tidak mau ia menerima perjodohan ini.

•••

“Saya tahu, kamu masih tidak bisa menerima pernikahan ini. Tapi saya berharap kamu bisa dengan perlahan menerima status baru kamu mulai detik ini.”

“Kamu boleh dekat dengan siapapun, asalkan kamu tahu batasanmu.”

“Saya akan memberi kamu waktu untuk menyelesaikan hubungan kamu dengan kekasih kamu itu. Setelahnya, hanya saya kekasih kamu. Kekasih halalmu.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RahmaYusra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Aku Kekasih Halalmu – Tidak Diduga

Dosen laki-laki yang sudah cukup berumur itu, akhirnya meninggalkan kelas walaupun masih tersisa satu jam lagi. Beliau meminta maaf karena harus menyelesaikan Perkuliahan dengan cepat, sebab harus menghadiri sebuah pertemuan yang tidak disebutkan.

Pak Fahmi –nama dosen tersebut, memberikan tugas sebagai ganti satu jam yang tersisa. Mereka harus membuat sebuah makalah perkelompok tentang Paradigma atau Aksioma dari Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, serta Sistematika Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif.

Kelompok sudah dibagi oleh ketua kelas, dan mereka juga sudah duduk sesuai dengan kelompok masing-masing. Terdapat enam kelompok, yang mana beranggotakan masing-masing enam atau tujuh orang.

Sekarang semuanya tengah sibuk mencari sumber dan mengetik untuk tugasnya. Ada sebagian yang keluar kelas untuk mencari buku ke perpustakaan.

Mereka harus membuatnya secepat mungkin, karena akan dikumpulkan hari ini juga. Meskipun begitu, masih ada anggota kelompok yang nampak santai. Ada yang bermain ponsel, bicara, dan kegiatan lainnya.

Sama halnya dengan Nengsih yang memilih bermain game, dan itu membuat Hana sangat kesal.

“Lo milih bikin makalah atau nyari sumber diinternet dan buku?” tanya Hana pada Nengsih. Matanya menatap malas pada perempuan yang langsung menatapnya itu.

Nengsih menampilkan cengirannya dan menutup kembali ponselnya. “Jelas makalah, lah!” katanya sambil mengambil laptop Hana yang sudah menyala.

Mereka adalah kelompok tiga yang terdiri dari enam anggota, Hana, Nengsih, Sarah, Nabila, Fani, dan Dina.

Semuanya sudah membagi tugas. Nengsih mengetik sekaligus membuat makalah. Hana, Sarah, dan Fani Mencari sumber, serta Nabila dan Dina yang membacakan hasil diskusi mereka agar memudahkan Nengsih.

Seisi kelas sibuk mengerjakan, hingga empat puluh menit berlalu, ketua kelas mengeluarkan suara.

“Gimana, guys, udah selesai?”

“Belum.”

“Udah.”

“Bentar lagi.”

“Sabarrr.”

“Nangguuuung,” kata kelompok-kelompok yang masih belum selesai tugasnya, termasuk kelompok Hana.

“Oh, ya sudah. Gue tunggu,” kata Riska pada anggotanya dan menerima anggukan karena menyetujui keputusan Riska untuk menunggu lagi.

“Kelompok lo udah selesai, Ris?” tanya salah satu dari mereka.

“Udah, dong. Kalau nggak, mana berani gue ngomong kayak tadi ke kalian,” kata Riska dengan senyum manisnya.

“Cepet banget?”

“Ah, biasalah.” Mata Riska lalu mengarah pada Maira yang ada dikelompoknya. Membuat beberapa anggota kelasnya yang melihat itu dari tadi menghela napas.

“Dasar.”

“Untung ketua kelas.”

“Untung segan.”

“Beruntung aja itu.”

Riska hanya tertawa mendengar gerutuan yang dilakukan teman-temannya. Ah, senangnya~

“Udah-udah. Kerjain aja tugas kalian. Kasian gue bakalan lama nunggu kalian.” Setelah mengatakan itu, Riska menerima berbagai cemoohan untuknya.

Termasuk kelompok Hana dan Nengsih yang tertawa melihat kelakuan ketua kelas mereka itu. Sangat absurd, tetapi inilah yang menyebabkan kelas mereka lebih asik dari kelas yang lain, karena cukup kompak dan mau bekerja secara bersama-sama, bukan perorangan, ataupun kelompok-kelompok.

“Eh, Sar, ini bikin halaman gimana caranya, cover juga, biar nggak kena angka,” tanya Nengsih pada Sarah karena tidak paham cara membuat halaman.

Mendengar itu, Sarah lalu pindah duduk disebelah Nengsih dan menunjukkan perempuan itu langkah-langkahnya. Nengsih mengikuti arahan Sarah sambil kepalanya bergerak bawah-atas dan mulut yang membulat setelah paham caranya membuat halaman. “Oh, gini, caranya. Baru tahu gue.”

Anggota kelompok yang melihat itu, menggelengkan kepalanya. “Emangnya gimana selama ini lo kalau bikin makalah?” tanya Nabila.

“Minta tolong Abang Warnet,” jawab Nengsih santai, matanya masih pada layar laptop. Masih ada beberapa hal yang harus ia lakukan pada makalah kelompoknya itu.

Sarah, Nabila, dan Dina tertawa ringan mendengar itu. Sedangkan Hana dan Fani hanya bisa menganga dengan lebar.

“Lo serius? Selama lima semester kemarin?!” kaget Fani. Nengsih menatap Fani sekilas dan menatap Laptop kembali. Ia mengangguk membenarkan.

“Astaghfirullah,” gumam Fani, membuat semuanya tertawa kecuali Nengsih, karena perempuan itu masih sibuk dengan makalahnya.

Setelah menekan ctrl s, Nengsih menampilkan senyum lebarnya. “Selesai!” dan tidak sengaja ia menatap Fani yang menatapnya intens.

“Kenapa lo?” heran Nengsih, yang dibalas dengkusan kasar dari Fani.

“Dih?!” kata Nengsih, lalu berteriak pada Riska yang sedang bermain ponsel.

“Bu Ketua!”

“Oi!” jawabnya.

“Hard files atau soft file, nih?”

“Hard files, gais. Baru dikasih tahu bapak, nih.”

Mendengar itu, membuat seisi kelas mengeluh. Namun tetap melaksanakan apa yang diperintahkan. Dari pada nilai terancam?

Akhirnya, setelah semua tugas selesai, mereka berbondong-bondong keluar kelas untuk nge-print tugas ke warnet.

***

Sesuai dengan yang dikatakan Galang tadi siang, setelah menyelesaikan tugas Penelitian Pendidikan dan menyerahkan ke ketua kelas, kelas resmi selesai untuk hari ini. Kini Hana sedang dikantin dekat prodi untuk menunggu Galang menjemputnya, ditemani Nengsih. Jam sudah menunjukkan lima sore. Mereka menunggu sambil makan ayam geprek. Mengisi perut setelah terkuras karena tugas. Desisan yang terdengar karena rasa pedas dari makanan itu, tidak menghentikan kunyahan mereka. Nengsih malah semakin menambah sambalnya.

Perempuan itu awalanya tidak menyukai pedas, tetapi sekarang malah ketagihan karena bertemu dengan Hana yang dasarnya suka makanan pedas.

Nengsih menyelesaikan makanannya dengan menyeruput es teh manis hingga tandas. Setelah membasuh tangan dan minum air putih, Nengsih kini menatap Hana yang masih makan.

“Gue masih penasaran kenapa lo tiba-tiba nanya soal Pak Dibran, kemarin. Kenapa Lo?” tanyanya tiba-tiba.

Ukhuk! Ukhuk!

Hana langsung tersedak saat Nengsih menanyakan hal itu padanya. Bukannya menolong mengambilkan air, perempuan itu malah memperhatikan Hana sambil mengernyit. “Kenapa lo?”

Rasa perih dimata dan hidungnya masih terasa membuat Hana kembali minum air putih cukup banyak. Setelah merasa baikan, barulah ia menghela napas lega.

“Asem lo! Nanya begitu pas gue lagi makan.” Nengsih kembali mengernyit.

“Lah, emang kenapa? Wajar aja gue nanya begitu.”

Mendengar itu membuat Hana menghela napasnya lagi. Ia menyelesaikan acara makannya karena tidak lagi berselera. Hal yang ditanyakan oleh Nengsih, membuat ia harus kembali mengingat tentang perjodohannya dengan Dibran.

Jika saja ia belum memiliki bahkan mencintai seseorang, maka akan mudah baginya untuk mempertimbangkan tentang ini. Tetapi di sini ia sudah punya pacar dan sangat mencintai pacarnya itu. Mereka sudah lama bersama bahkan orang tuanya sudah mengenal Galang dengan baik. Tetapi sikap Evan pada Galang akhir-akhir ini membuatnya bingung!

“WOI!”

“Hah! Ih! Ngagetin aja lo!” kesal Hana karena ia dikagetkan dengan teriakan.

“Elo yang tiba-tiba ngelamun! Malah gue yang disalahin. Emang kenapa, sih? Sini cerita sama gue,” kata Nengsih pada Hana.

Hana menggeleng. “Gue belum siap cerita. Nanti gue cerita sama lo. Gue janji.”

Giliran Nengsih yang menghela napasnya. “Ya udah, terserah lo, deh.”

Hana tersenyum tipis dan mengangguk. Keduanya memilih diam beberapa saat, dan saat diam itu Galang tiba-tiba datang.

“Hai, lama, ya?” kata Galang saat ia baru saja duduk dihadapan Hana dan Nengsih.

Dengan senyuman, Hana menggeleng. “Nggak papa. Baru aja selesai makan, kok. Kamu udah makan?”

Galang menggeleng. “Nanti aja, sekalian dikafe. Ya udah, yuk, pulang.”

Hana mengangguk, lalu menatap Nengsih. Ia merogoh dompetnya lalu menyerahkannya pada Nengsih.

“Ini aja.” Nengsih menaikkan sebelah Alisnya saat Galang menyodorkan uang pecahan lima puluh ribu padanya.

“Bayaran makan kalian,” kata Galang.

Nengsih membulatkan bibirnya terlebih dahulu, dan mengangguk. “Oke,” katanya sambil mengambil uang. Kemudian berlalu sambil menenteng tas-nya untuk membayar makanan. Benci masih, tetapi kalau makanannya dibayarin Negsih tidak akan menolak. Pamali, katanya.

Hana hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah Nengsih, dan Galang yang tertawa ringan. Mereka lalu keluar kantin Setelah Nengsih selesai membayar.

Saat akan masuk mobil, tiba-tiba sebuah panggilan yang memanggil Hana, membuatnya berbalik badan. Bukan Hanya Hana, tetapi juga Galang dan Nengsih yang akan jalan ke tempat motornya terparkir.

Saat berbalik, Hana terkejut karena yang memanggilnya itu ternyata Sovia. “Ta-tante?” beo-nya dan melihat Sovia menghampiri dirinya. Ia tersenyum kaku

“Tante, kok, bisa di sini?” tanya Hana setelah ia menyalami Sovia. Perempuan itu masih dengan mode kaku dan canggungnya. Merasakan jika seluruh tubuhnya bergetar. Cemas.

“Tante tadi nyamperin Dibran, ada perlu sama dia. Pas mau pulang, Tante ngeliat kamu makanya Tante berhenti dan nyamperin kamu.” Hana mengangguk, lalu memperkenalkan Nengsih pada Sovia.

Nengsih memperhatikan Sovia dengan kening mengkerut.

“Oh, iya, Tan. Kenalin ini Nengsih, teman Hana.” Nengsih mengangguk memberikan senyuman kaku lalu menyalami Sovia. Sovia pun menatap Nengsih kemudian tersenyum.

“Dan, ini ...” Hana menggantungkan ucapannya ketika ingin mengenalkan Galang pada Sovia.

“Galang, Tan. Pacarnya Hana.”

Namun Galang, tanpa diduga memperkenalkan diri sebagai pacarnya yang membuat jantung Hana akan jatuh sekarang.

***

1
minato
Nggak sabar buat lanjut ceritanya!
Linechoco
Ngangenin banget ceritanya.
Aerilyn Bambulu
Alur ceritanya keren banget!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!