Azalea, Mohan, dan Jenara. Tiga sahabat yang sejak kecil selalu bersama, hingga semua orang yakin mereka tak akan pernah terpisahkan. Namun dibalik kebersamaan itu, tersimpan rahasia, pengkhianatan, dan cinta yang tak pernah terucapkan.
Bagi Azalea, Mohan adalah cinta pertamanya. Tapi kepercayaan itu hancur ketika lelaki itu pergi meninggalkan luka terdalam. Jenara pun ikut menjauh, padahal diam-diam dialah yang selalu menjaga Azalea dari kejauhan.
Bertahun-tahun kemudian, Jenara kembali. Dan bersama kepulangannya, terbongkarlah kebenaran masa lalu tentang Mohan, tentang cinta yang tersimpan, dan tentang kesempatan baru bagi hati Azalea.
Kini, ia harus memilih. Tetap terikat pada luka lama, atau membuka hati pada cinta yang tulus, meski datang dari seseorang yang tak pernah ia duga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Faroca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tameng
"Azalea, lo harus ikut gue sekarang" Seru Mohan tiba-tiba saat Azalea baru keluar dari pintu utama gedung psikologi.
Azalea yang kaget dengan munculnya Mohan, mengernyitkan dahinya. "Moh, lo bikin jantungan tau nggak. Mau ngapain sih lo?" tanya gadis itu.
"Udah ikut aja, ayo cepetan." ucap Mohan, lalu menggandeng tangan Azalea,
Mohan melangkahkan kakinya menuju gedung kedokteran, dia tau pasti Amara masih berada disana. Rahangnya mengeras, seperti ingin mengeluarkan sesuatu yang sejak tadi di tahannya. Dikepala Mohan saat ini, dia hanya ingin Amara merasakan apa yang dia rasakan saat ini.
Azalea mengikuti langkah lebar Mohan, tanpa adanya pikiran buruk terlintas di otaknya. Sampai akhirnya, Mohan merangkul bahu gadis itu dengan erat.
"Moh, apaan sih lo! Banyak yang ngeliatin kita tau," Ujar Azalea, menurut Azalea ini aneh. Kenapa Azalea tidak merasa senang saat Mohan merangkulnya? Malah dia merasa risih dengan tingkah Mohan.
"Biarin aja Za, bukannya kita udah biasa kaya gini," ujar cowok itu santai.
Mohan mendekatkan wajahnya ke arah Azalea, gadis itu sedikit kaget dan bingung dengan apa yang dilakukan sahabatnya ini.
Dan benar saja, Amara keluar dari ruang kelas bersama teman-temannya. Pandangan matanya langsung membeku, melihat pemandangan di depannya. Mohan yang merangkul Azalea dengan erat, dan wajah keduanya begitu dekat—seolah-olah mereka pasangan kekasih.
"Mohannn!!!" Teriak Amara, membuat beberapa mahasiswa menoleh. Dengan langkah cepatnya, dia menghampiri Mohan dan Azalea.
"Kamu main-main dibelakang aku Hah???" ucapnya dengan emosi
"Dan kamu...?!" tunjuk Amara pada Azalea.
"Bisa-bisanya kamu malah bermesraan sama sahabat kamu sendiri," tuduhnya masih penuh dengan emosi.
Azalea terdiam, jantungnya berdebar. " Gue... gue nggak ngerti Amara," suaranya bergetar nyaris tak terdengar.
"Dari dulu aku udah curiga sama kamu, ternyata kamu itu munafik Za," Amara menudingnya kasar.
PLAK !
Amara menampar Azalea dengan keras, membuat wajah Azalea menoleh spontan. Suara tamparan itu menggema, membuat mahasiswa yang berada di sana menahan nafas.
Azalea menahan perih di pipinya, matanya mulai berkaca-kaca. "Amara, lo salah paham. Gue nggak ngapa-ngapain sama Mohan,"
"Masih bisa bilang ini salah paham," ucap Amara, "Aku liat dengan mata kepalaku sendiri, masih mau ngelak? Dasar cewek gampangan," Sentaknya dengan keras.
Azalea mundur perlahan, menahan sakit dipipinya dan tangis yang sudah siap meledak."gue nggak tau, kenapa Mohan ngelakuin ini..." lirihnya.
Tiba-tiba Azalea kembali mendekati Amara, mungkin karena rasa sakit dan harga dirinya yang terinjak. Membuat gadis itu tak tahan lagi. Tangannya terangkat dan ... Plak ! Azalea balas menampar Amara. Semua yang ada di situ berseru kaget. Mohan dengan cepat menghampiri Amara, padahal ketika Azalea ditampar—laki-laki itu hanya diam ditempat.
Air mata Azalea jatuh perlahan... gadis itu tidak menyangka, Mohan yang dengan seenaknya membawa Azalea ke dalam dramanya. Tapi tidak sedikitpun dia membela Azalea,
"Gue bukan cewek gampangan, gue bukan cewek munafik seperti yang lo bilang." teriak Azalea mengeluarkan kekesalannya.
"Dan lo Mohan, dengan gampangnya lo jadiin gue tameng? Tapi lo nggak sedikitpun belain gue ketika pacar lo yang lemah lembut ini nyalahin gue," ujar Azalea masih dengan nada tinggi.
Amara terpaku, wajahnya memerah menahan rasa sakit dipipinya dan gengsi yang terluka.
Suara langkah tegas, menghentikan suasana. Jenara muncul dari arah berlawanan. Sorot matanya tajam, rahangnya mengeras. Jenara mengetahui kejadian ini dari Pandu, Pandu menelponnya saat dia masih berada di perpustakaan. Jenara menatap Azalea yang sedang menangis dengan wajah pucatnya. Gadisnya sedang dipermalukan saat ini.
Jenara berpaling menatap Mohan yang terdiam sambil memegang tangan kekasihnya itu. Dengan langkah cepat, Jenara menghampiri Mohan dan mendorongnya hingga dia terbentur tembok yang berada di dekatnya.
Bug !
pukulan keras mendarat diwajahnya, wajah yang sedikit lebam ketika baku hantam dengan pandu tadi menjadi semakin lebam karena bonus dari Jenara.
"Brengsek lo, bisa-bisanya lo jadiin Azalea sebagai tameng biar Amara cemburu sama lo?" cecarnya dengan penuh Amara
"Dimana otak Lo Hah?" sambung Jenara.
Mohan hanya terdiam sambil memegang bagian wajahnya yang sakit.
"Dia sahabat kita Moh, dan lo dengan seenaknya mempermalukan dia di depan umum."
"Azalea juga mau kok dijadiin tameng sama Mohan, karena emang dia suka sama Mohan. Aku udah sering notice dari dulu, tatapan dia ke aku sama Mohan itu tatapan cemburu." Amara masih saja menuduh Azalea.
Jenara menatap Amara tajam, dan dengan penuh emosi dia berkata. "Sehebat apa cowok lo, sampe lo mikir Azalea suka sama dia? Bahkan bayangannya aja, nggak pantes buat Azalea," ujar Jenara penuh intimidasi
"Gue nggak tau Je, tiba-tiba Mohan narik tangan gue. Dan ketika sampai disini, dia ngerangkul gue terus ngedeketin mukanya ke muka gue. Gue bener-bener nggak tau kalo lagi dimanfaatin. Gue... gue kecewa sama dia," cerita Azalea ditengah tangisannya. Disisi lain, Mohan masih membungkam mulutnya—Azalea merasa Mohan berubah banget.
"Lo bener-bener brengsek Moh, mana janji lo yang bakalan bikin Azalea selalu nyaman?" Jenara mengingatkan, namun Mohan masih dengan kebisuannya.
Jenara menghampiri Azalea, tangan dingin gadis itu digenggamnya.Cowok itu menarik Azalea, menjauhi kerumunan yang masih sibuk berbisik-bisik dan meninggalkan Mohan dengan kekasihnya itu.
Pipinya yang merah akibat tamparan itu, mata sembab karena tangisannya dan juga harga dirinya yang sudah jatuh dihadapan beberapa mahasiswa kedokteran. Membuat Azalea terhuyung hampir jatuh, namun genggaman Jenara masih melekat kuat ditangannya.
Sesampainya mereka di parkiran gedung psikologi. Jenara membimbing Azalea untuk masuk kedalam mobil, lalu Jenara berlari ke sisi pengemudi.
"Za, lo tenang ya? Ucap Jenara hati-hati
"Je, kok Mohan jadi berubah ya, kenapa dia jahat banget sama gue," ujarnya di sela-sela Isak tangis Azalea.
Jenara menoleh, tatapannya penuh iba. Tapi sebelum dia sempat berbicara, Azalea tiba-tiba menunduk , kedua tangannya mengepal dengan keras.
"ternyata gue cuma dianggap tameng sama dia Je," ucap Azalea sedih, " dia tega banget mempermalukan gue di depan banyak orang." tangisnya makin pecah, isakannya membuat tubuh gadis itu bergetar hebat.
Jenara hanya diam disamping Azalea, hatinya ikut teriris. Dia tau luka di hati Azalea, bukan semata karna Amara... Tapi juga karena Mohan, cowok yang dicintai gadis itu malah mempermalukannya.
Azalea menghela napas panjang, Wajahnya penuh air mata, tapi sorot matanya berubah getir. “Mulai sekarang… gue nggak mau lagi berharap sama Mohan,” katanya,
“Dia udah bikin gue sadar… Kalo berharap sama seseorang itu, cuma bikin kita kecewa,"
Jenara terdiam, menatapnya dalam-dalam. Ada sesuatu yang ingin ia katakan, tapi ia menahan diri. Biarlah malam ini hanya jadi ruang bagi Azalea untuk kecewa, untuk marah, untuk menangis.
Dan di sanalah, di bawah langit sore yang memerah, Azalea berdiri dengan hatinya yang retak—kehilangan rasa percaya pada orang yang selama ini ia jaga dalam diam.