Cerita ini lanjutan dari Terjebak cinta CEO Dingin.
Bagaimana jadinya seorang Kafka Arsalan Iskandar yang merupakan pimpinan Black Serpent yang terkenal kejam dan tidak pernah jatuh cinta dalam hidupnya begitu terobsesi pada seorang gadis yatim piatu yang bernama Mahira Salim yang di buang oleh keluarganya setelah kematian Ayahnya.
Bagaimana kelanjutan ceritanya.Yuk simak!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Novi Zoviza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bucin boleh, bodoh jangan.
Mahira mengusap air matanya yang jatuh membasahi pipinya. Ia bukan menangis karena dikhianati tapi karena kebodohannya selama ini yang begitu memuja Aldi. Ia pikir Aldi benar benar tulus mencintainya tapi nyatanya Aldi hanya memanfaatkannya saja.
Mahira menutup mulutnya agar isakan nya tidak menganggu Arsa yang duduk di sampingnya. Dadanya terasa begitu sesak, bertahun mencintai namun yang ia dapat hanyalah sebuah pengkhianatan. Semuanya telah ia berikan untuk Aldi, jabatan di rumah sakit saat Ayahnya memimpin rumah sakit dan banyak lagi namun ia hanya dimanfaatkan saja.
Mahira terdiam saat Arsa mengulurkan sebuah sapu tangan padanya. Ia menoleh pada Arsa yang tanpa sedikitpun menoleh padanya. Ia mengambil sapu tangan itu lalu dan mengucapkan terimakasih.
Mahira merasa segan pada Arsa, ia yang tadinya memilih untuk pergi malah kembali pada pria itu dan memohon bantuannya. Entahlah, apakah Arsa masih mau membantunya karena pria itu belum menjawab permintaannya.
Sedangkan Arsa, ia menatap lurus ke depan tanpa mempedulikan Mahira yang terlihat sudah kedinginan karena pakaiannya yang basah oleh hujan. Anak buahnya sudah mengatakan apa yang terjadi pada Mahira. Namun ia tidak mau ikut campur urusan Mahira.
"Aji..."
"Ya Tuan muda," jawab Aji yang menyopiri Arsa kemana pun pergi.
"Kita ke butik Mommy dulu," ucap Arsa.
"Baik Tuan," jawab Aji dengan patuh. Ia melajukan mobil yang ia kendarai menuju sebuah butik milik terbesar di kota itu yang letaknya tidak jauh dari posisi mereka sekarang.
"Ayo turun!," ucap Arsa tanpa menoleh pada Mahira. Ia sedikit kecewa pada perempuan itu, entah apa alasannya pergi dari markas. Akan tetapi ia tidak tega melihat Mahira kedinginan seperti itu karena pakaiannya yang basah.
Mahira mengangguk kecil, ia ikut turun dari mobil. Tubuhnya sudah menggigil karena kedinginan dan wajahnya juga terlihat pucat. Ia sebenarnya ingin menolak tapi takut Arsa tersinggung.
Melihat Arsa memasuki butik, karyawan yang akan menutup butik kembali menyalakan lampu.
"Selamat datang Tuan Muda," ucap para karyawan menundukkan kepalanya pada Arsa.
"Hem," angguk Arsa.
"Ambilkan sebuah gaun untuknya," ucap Arsa menunjuk Mahira yang berdiri disebelahnya terlihat kedinginan.
"Mari Nona, sebuah gaun terbaru sepertinya cocok untukmu," ujar salah satu pegawai butik mengajak Mahira.
Mahira mengangguk kecil lalu mengikuti langkah pegawai itu memasuki butik itu lebih dalam lagi. Ia menatap satu persatu gaun yang terpasang di manekin terlihat begitu indah dan tentunya pasti mahal.
Sementara itu Arsa memilih untuk duduk di sofa menunggu Mahira sembari bermain ponselnya. Ini adalah pertama kalinya ia menemani seorang wanita ke butik.
"Tuan muda, mau minum apa?," tanya pegawai lainnya menawarkan minuman pada Arsa.
Arsa menggeleng kecil namun tatapan matanya fokus pada ponselnya. Ia tidak akan memandangi wanita kecuali Mommy, adiknya dan Mahira. Ketiganya adalah pengecualiannya, Mahira adalah perempuan pertama yang ia pandangi.
"Tuan..."
Arsa menoleh saat Mahira menyerukannya. Ia sejenak menatap perempuan itu lalu berdiri dari duduknya. Ia mengeluarkan kartu hitam miliknya dan memberikannya pada pegawai untuk membayar pakaian yang dikenakan Mahira.
Setelah selesai, Arsa mengajak Mahira untuk pergi. Ia melangkah lebih dulu dan diikuti Mahira dari belakang. Mahira memakai gaun rancangan terbaru dari koleksi butik milik Kinar. Gaun berwarna navy yang tertutup namun elegan begitu pas ditubuh Mahira.
Sepanjang perjalanan pulang baik Arsa maupun Mahira tidak ada yang membuka suara. Keduanya terlihat sibuk dengan pikirannya masing-masing. Dan sesampainya di markas keduanya tetap saling diam. Arsa melangkah lebih duku menaiki tangga diikuti Mahira dari belakang.
"Tuan, terimakasih," ucap Mahira saat mereka sudah berada dilantai atas.
Arsa menghentikan langkahnya, ia tidak menjawab ungkapan terimakasih Mahira. Bahkan ia tidak menoleh sedikitpun pada Mahira. Ia melanjutkan langkahnya dan masuk ke kamarnya.
Melihat sikap Arsa, Mahira menghembuskan nafas beratnya. Bayangan Aldi dan Reva bercumbu kembali melintas dipikirannya. Selama ia dan Aldi berpacaran, Aldi tidak pernah menyentuhnya selain dari pegangan tangan. Ia pikir semua itu karena Aldi benar benar mencintainya sehingga ia begitu menjaganya. Tapi kenyataannya itu karena pria itu tidak memiliki perasaan apapun padanya.
Mahira membuka pintu kamarnya lalu masuk. Ia bahkan tidak menguncinya. Ia meletakkan dengan asal tasnya lalu berhamburan naik keatas tempat tidur. Dadanya kembali terasa sesak, sakit sekali rasanya di khianati oleh orang yang begitu sangat ia percaya.
"Aku benci kalian," teriak Mahira melepaskan amarahnya yang tertahan.
Sementara itu di kamarnya Arsa melepas semua pakaiannya kecuali celana panjangnya. Ia terbiasa tidur bertelanjang dada. Ia langsung merebahkan tubuhnya diatas tempat tidurnya.
***
Pagi menjelang, seperti biasa Mahira langsung mengerjakan pekerjaannya. Kedua matanya terlihat sedikit bengkak karena kelamaan menangis. Meski sudah ia tutupi menggunakan makeup tetap saja kelihatan.
Mahira baru saja selesai membersihkan ruang tengah lantai atas. Dan berencana melanjutkan membersihkan area balkon. Ia harus mengerjakan pekerjaannya dengan cepat sebelum Arsa keluar dari kamarnya.
"Kamu sudah bangun?," tanya Arsa yang tiba-tiba saja sudah berada dibelakang Mahira.
Mahira terjingkat kaget lalu menoleh pada Arsa yang berdiri dibelakangnya. Pria itu sangat tinggi bahkan jika diukur ia hanya sebatas dada Arsa.
"Tuan anda sudah bangun?," jawab Mahira kembali berusaha lalu menundukkan kepalanya ke bawah. Ia tidak mau Arsa melihat matanya yang bengkak saat ini. Ia tidak ingin Arsa mengejeknya.
"Hem," jawab Arsa.
"Saya bersih kan balkon sebentar Tuan, setelah itu saya akan membuat sarapan untuk Tuan," ucap Mahira kembali balik badan.
"Siapa yang menyuruhmu mengerjakan pekerjaan ini?," ujar Arsa.
"Bukankah ini pekerjaan saya Tuan," jawab Mahira.
Arsa menarik pergelangan tangan Mahira dan membawanya ke kamarnya. Ia melepaskan genggaman tangannya membuat Mahira sedikit terhuyung ke belakang. Beruntung Mahira bisa menjaga keseimbangan sehingga tidak jatuh keatas lantai.
Arsa mengunci pintu kamarnya lalu berjalan menghampiri Mahira yang terlihat ketakutan. Perempuan itu bergerak mundur kebelakang menghindari Arsa yang berusaha mendekatinya. Hingga tubuhnya belakangnya menabrak dinding.
"Tuan..."
"Kenapa menghindar, hum?," tanya Arsa berdiri beberapa senti didepan Mahira. Ia bisa melihat mata sembab Mahira, kemungkinan Mahira menangis sepanjang malam.
"Saya takut," cicit Mahira.
"Kamu menangis sepanjang malam?," tanya Arsa mengabaikan jawaban Mahira.
"Matamu bengkak," sambung Arsa.
Mahira menundukkan kepalanya ke bawah."Saya--
"Jangan bodoh karena cinta. Kamu menangisinya. Sementara dia tidak peduli dengan sakit mu, justru dia bersenang-senang diatas tangisanmu," ucap Arsa.
Mahira mengangkat kepalanya menatap Arsa yang juga menatapnya. Bagaimana Arsa tahu apa yang terjadi padanya semalam."Anda tidak akan pernah tahu Tuan. Betapa sakitnya dikhianati oleh orang yang kita cintai dengan tulus," jawab Mahira.
"Bodoh. Bucin boleh tapi bodoh jangan. Kamu tahu apa itu artinya, hum?," tanya Arsa sembari menyunggingkan senyumannya.
"Sudahi kebodohanmu ini. Balas mereka dengan kejam," sambung Arsa.
"Caranya?," tanya Mahira.
"Caranya?. Menikah denganku maka aku akan membantumu membalas mereka," jawab Arsa dengan senyuman penuh kemenangan. Ia yakin sekali kali ini Mahira tidak akan menolaknya.
"Bisakah anda membantu saya tanpa harus kita menikah Tuan?. Saya akan melakukan apapun kecuali kita menikah. Aku mohon Tuan. Saya tidak bisa menikahi pria yang tidak saya cintai," ucap Mahira.
Arsa mengepalkan keduanya tangannya, lagi-lagi Mahira menolaknya. Namun wajahnya tetap tenang menatap Mahira yang memohon padanya.
"Iya atau tidak," jawab Arsa.
"Jika kamu mau, kita menikah secara diam-diam. Bukankah kamu sudah tidak memiliki wali nikah, jadi tidak akan ada yang tahu pernikahan kita. Dan satu lagi, pernikahan ini saling menguntungkan, saya membantu kamu untuk membalaskan dendam kamu dan tugasmu cukup melayaniku saja. Dan semua keinginanmu akan terpenuhi," sambung Arsa.
"Bagaimana?," tanya Arsa.
"Pernikahan bukan untuk main-main Tuan," jawab Mahira.
"Aku juga tidak berniat mempermainkan pernikahan. Hanya saja kita menikah tanpa cinta," ucap Arsa.
...****************...
klau Ibra aku tau anknya Teo , klau si kembar anaknya daveena sama Adi