Tujuh dunia kuno berdiri di atas fondasi Dao, dipenuhi para kultivator, dewa, iblis, dan hewan spiritual yang saling berebut supremasi. Di puncak kekacauan itu, sebuah takdir lahir—pewaris Dao Es Surgawi yang diyakini mampu menaklukkan malapetaka dan bahkan membekukan surga.
Xuanyan, pemuda yang tampak tenang, menyimpan garis darah misterius yang membuat seluruh klan agung dan sekte tertua menaruh mata padanya. Ia adalah pewaris sejati Dao Es Surgawi—sebuah kekuatan yang tidak hanya membekukan segala sesuatu, tetapi juga mampu menundukkan malapetaka surgawi yang bahkan ditakuti para dewa.
Namun, jalan menuju puncak bukan sekadar kekuatan. Tujuh dunia menyimpan rahasia, persekongkolan, dan perang tak berkesudahan. Untuk menjadi Penguasa 7 Dunia, Xuanyan harus menguasai Dao-nya, menantang para penguasa lama, dan menghadapi malapetaka yang bisa menghancurkan keberadaan seluruh dunia.
Apakah Dao Es Surgawi benar-benar anugerah… atau justru kutukan yang menuntunnya pada kehancuran?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radapedaxa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
Arena masih bergetar oleh dentuman benturan terakhir. Jianyu terengah, darah segar menetes dari sudut bibirnya. Namun matanya tidak menunjukkan kelemahan—hanya kebencian, murka, dan amarah yang membara.
Di sisi lain, Xuanyan berdiri tegak, napasnya tenang, tatapannya dingin namun santai. Dia bahkan tidak terlihat seperti seseorang yang tengah berada di arena hidup dan mati—lebih seperti seseorang yang sedang menguji permainan kecilnya.
“Keparat…” Jianyu menggertakkan giginya. “Apakah kau hanya akan terus menghindar? Dasar tikus pengecut! Hadapilah aku seperti laki-laki!”
Namun sebelum kata-katanya mereda, sebuah tinju menghantam dadanya dengan kecepatan mustahil dideteksi mata biasa.
BAM!
Tubuh Jianyu terpental ke belakang, menghantam lantai arena, menciptakan retakan baru.
Matanya melebar. “Se… sejak kapan…? Aku… bahkan tidak bisa melihat gerakannya!”
Xuanyan hanya tersenyum tipis, langkahnya ringan seolah ia baru saja melakukan sesuatu yang tak berarti.
“Tuh, sudah ku serang balik,” katanya dengan nada datar, namun setiap kata menusuk hati Jianyu lebih dalam daripada luka fisik yang ia terima.
Riuh rendah mulai terdengar di antara para murid. Banyak yang awalnya menertawakan Xuanyan, kini terdiam dengan ekspresi tak percaya. Bahkan Elder Fang Mo mengernyit samar, sementara Han Qing menatap Xuanyan dengan sorot mata penuh kebanggaan dan kecemasan bercampur.
Jianyu bangkit perlahan, napasnya berat, lalu mengusap darah di bibirnya. Pandangannya tajam menusuk Xuanyan.
“Aku tidak tahu apa yang kau lakukan akhir-akhir ini,” katanya lirih, namun auranya memuncak. “Tapi sepertinya kau menemukan sebuah pencerahan. Namun jangan sekali-kali menganggap dirimu tinggi! Kultivator Qi Refining lapisan kelima sepertiku… tidak akan kalah dari sampah yang bahkan tidak bisa membuka meridiannya!”
Cahaya pedang spiritualnya melonjak hebat, dan dalam sekejap Jianyu mengayunkan pedangnya membentuk lingkaran. Aura tajam menyembur keluar, membentuk pola bercahaya di udara.
“Formasi Pedang—Seribu Bayangan Pemenggal Jiwa!”
Suara angin terbelah bergema keras. Ratusan, ribuan bayangan pedang terbentuk, menyebar ke seluruh arena, masing-masing mengandung kekuatan tajam yang cukup untuk memotong batu menjadi serpihan.
Arena mendidih oleh energi kacau. Para murid berteriak histeris, sebagian mundur ketakutan walau mereka berada jauh dari arena.
“Gila! Itu jurus pamungkas Jianyu!”
“Xuanyan mati! Tidak ada yang bisa selamat dari itu!”
Xueya berdiri dari kursinya, wajahnya pucat pasi. “Xuan’er! Lari! Kau tidak akan selamat dari itu!”
Tianyao yang sedari tadi menahan diri akhirnya bersuara, nada suaranya keras, penuh kekhawatiran. “Sudah cukup, Xuanyan! Mundurlah sekarang! Kau tidak bisa melawan formasi itu!”
Yueran yang sedari tadi duduk tenang tiba-tiba berdiri, hendak melompat ke arena, namun suara Xuanyan yang tenang menghentikannya.
“Tenang saja, semuanya.”
Tatapan Xuanyan dingin namun mantap, suaranya bergema ke seluruh arena.
“Aku tahu apa yang kulakukan.”
Suara itu menembus hati setiap orang, menanamkan rasa aneh antara keyakinan dan keterkejutan.
Jianyu hanya tertawa keras, matanya penuh kegilaan. “HAHAHA! Bagus sekali! Kalau begitu, MATILAH, SAMPAH!”
Formasi pedang meledak ke depan, ribuan bayangan pedang menembus udara, berdesing tajam menuju Xuanyan dari segala arah. Tidak ada ruang untuk bersembunyi. Tidak ada celah untuk kabur.
Semua orang menahan napas.
Xuanyan memejamkan matanya.
Waktu seolah melambat. Riuh rendah, teriakan, bahkan desingan pedang yang memecah udara… semua menghilang dari telinganya. Yang tersisa hanyalah suara napasnya sendiri.
Di dalam kesadarannya, gulungan emas yang pernah ia lihat kembali terbuka. Tulisan kuno bercahaya melayang-layang, lalu menyatu membentuk sebuah gambaran. Sebuah gerakan.
Dao Es Surgawi—Gerakan Pertama: Beku Langit.
Xuanyan mengangkat tangannya perlahan, seperti gerakan sederhana seorang manusia biasa. Namun saat ia menghembuskan napas, dunia seakan ikut berhenti.
Udara mendadak berubah dingin, embun beku mulai terbentuk di lantai arena. Hembusan napas para penonton berubah menjadi asap putih.
“Ini… suhu menurun?”
“Kenapa tiba-tiba… dingin sekali?”
Seketika Xuanyan membuka matanya. Cahaya biru pucat berkilat di pupilnya.
“Beku Langit.”
Suara itu tenang, namun bergema laksana petir.
Dalam sekejap, hawa dingin menyembur dari tubuh Xuanyan. Angin es berputar, menyapu seluruh arena. Bayangan pedang yang melesat ke arahnya membeku di udara, seperti patung kaca. Satu demi satu, ribuan pedang ilusi berhenti bergerak, terkurung dalam es yang berkilauan.
CRACK! CRACK! CRACK!
Retakan es menyebar, lalu ribuan pedang ilusi itu hancur menjadi serpihan, jatuh ke tanah laksana salju yang berkilauan.
Arena terdiam.
Semua orang ternganga, tak ada suara yang keluar.
Jianyu sendiri tertegun, pedang di tangannya bergetar. “Ti… tidak mungkin… ini… ini jurus apa…?!”
Xuanyan melangkah maju dengan tenang, setiap langkahnya meninggalkan jejak es di lantai arena. Matanya menatap lurus ke arah Jianyu, suaranya dingin.
“Kau bilang aku sampah? Maka aku akan tunjukkan… siapa sebenarnya yang tidak layak berdiri di sini.”
Tribun bergemuruh.
“Apa-apaan itu?!”
“Xuanyan… mengalahkan formasi pedang Jianyu dengan satu gerakan saja?!”
“Itu… bukan teknik biasa… itu sesuatu yang bahkan para Elder jarang tunjukkan!”
Xueya menutup mulutnya dengan kedua tangan, air matanya mengalir tanpa sadar. “Xuan’er… kau…”
Yueran menatap Xuanyan dengan senyum puas, matanya berbinar. Benar dugaan ku… kau bukan sampah. Kau… adalah harapan.
Tianyao terdiam, matanya bergetar hebat. Dalam hatinya, kebanggaan bercampur rasa bersalah, karena anak yang ia anggap lemah kini menunjukkan cahaya yang menyaingi bahkan para murid terhebat sekte.
Namun Jianyu tidak tinggal diam. Wajahnya memerah karena amarah, aib yang ia terima di depan seluruh sekte membuatnya tak bisa berpikir jernih lagi.
“Xuanyan!!!” teriaknya, aura pedangnya melonjak lebih gila dari sebelumnya. “Aku akan membunuhmu, meskipun aku harus mengorbankan jiwaku sendiri!”
Cahaya pedang spiritualnya menyala semakin terang, tubuhnya dipenuhi retakan aura seolah ia memaksa Qi-nya keluar lebih dari batas.
Arena seperti neraka yang mendidih. Jianyu yang dilahap amarah mengerahkan seluruh kekuatannya. Aura pedangnya menggelegar, membelah udara, Qi-nya meluap tak terkendali seolah tubuhnya sendiri nyaris meledak.
“Xuanyan!!! AKU AKAN MENCABIK-MU!!!” teriaknya dengan mata merah menyala, kehilangan kendali seperti binatang buas yang terpojok.
Pedang spiritual menengah di tangannya bergetar hebat, memancarkan cahaya tajam yang menusuk mata. Ia menerjang ke depan, kecepatan yang sebelumnya sudah menakutkan kini bertambah gila, laksana kilatan petir yang hendak merobek dunia.
Namun Xuanyan… tetap tenang.
Langkahnya ringan, tubuhnya tegak tanpa rasa gentar sedikit pun. Udara di sekitarnya kembali membeku, napasnya seperti kabut putih yang keluar dari kedalaman gunung es.
“Beku Langit.”
Suara Xuanyan lirih, namun bergema laksana hukum surgawi.
Seketika hawa dingin menyelimuti arena. Pedang Jianyu yang melesat dengan kecepatan kilat itu melambat drastis, seolah waktu di sekitarnya membeku. Cahaya tajamnya redup, bilah pedang itu perlahan dilapisi lapisan es bening yang memanjang dari gagang hingga ujung.
CRACK! CRACK!
Es merayap di sepanjang pedang, membungkus auranya, menelan kegilaan Jianyu.
“Ti… tidak… mustahil…!!!” Jianyu menggertakkan giginya, otot-otot wajahnya menegang.
Namun Xuanyan tidak memberinya waktu. Aura tubuhnya meledak seketika, memancar deras, mengguncang arena.
Seluruh penonton menahan napas. Ada yang sampai tak percaya dengan apa yang mereka lihat.
“Qi… Qi Refining?!”
“Tidak mungkin… Xuanyan… Xuanyan menembus Qi Refining?!”
“Bukankah dia… lumpuh? Bukankah semua meridiannya tak bisa terbuka?!”
Ketiga Elder pun tertegun. Elder Han Qing bahkan nyaris berdiri dari kursinya, tak mampu menyembunyikan keterkejutannya sendiri.
“Qi Refining lapisan pertama… Xuanyan, kau…”
Jianyu mendengus keras, rahangnya mengeras. Namun sebelum ia bisa menggerakkan pedangnya yang kini membeku setengah, Xuanyan menutup jarak.
BAM!
Tinju Xuanyan menghantam dada Jianyu dengan keras, gelombang dingin merambat dari titik pukulan itu ke seluruh tubuh Jianyu. Dalam sekejap, darahnya membeku, Qi-nya tersumbat, saluran meridiannya terkunci oleh es.
Tubuh Jianyu bergetar hebat, matanya membelalak. “A-aku… tidak bisa… bergerak… Qi-ku… tersumbat…”
Suara lirihnya tertelan dalam gemuruh es yang merambat ke seluruh tubuhnya. Perlahan, kulit Jianyu berubah pucat kebiruan, napasnya melemah. Dan akhirnya, kesadarannya menghilang. Tubuhnya terhuyung tak berdaya.
Xuanyan mengangkat tangannya sekali lagi, aura es berputar di kepalan tangannya. Seketika semua penonton menahan napas.
“Tidak… dia benar-benar akan membunuh Jianyu…”
“Pertarungan hidup dan mati… ini memang sudah sesuai aturan…”
“Tapi… ini Jianyu! Putra Ling Yanshan!”
Namun sebelum tinju itu menghantam, BOOM!
Sebuah bayangan muncul di hadapan Xuanyan, begitu cepat hingga hampir mustahil diikuti mata murid biasa.
BAM!
Tinju keras menghantam Xuanyan tepat di dadanya. Tubuhnya terhempas puluhan meter ke belakang, menghantam lantai arena hingga meninggalkan retakan besar.
Arena mendadak ricuh. Semua orang berdiri dari tempat duduknya.
“Itu… Ling Yanshan! Peak lord Ling Yanshan!”
“Dia turun tangan?! Tapi… ini pertarungan hidup dan mati, bagaimana mungkin ia—?!”
Ling Yanshan berlutut, memeluk Jianyu yang sudah membeku setengah tubuhnya. Wajahnya penuh amarah, matanya merah menyala. “Anakku… Jianyu…”
Tangannya menyalurkan Qi panas, mencoba memecahkan lapisan es yang membungkus tubuh Jianyu.
Namun saat ia menoleh, sorot matanya tajam menatap Xuanyan yang baru bangkit, napasnya masih stabil meski darah mengalir dari sudut bibirnya.
“Bocah keparat!” teriak Yanshan, suaranya bergema keras hingga mengguncang arena. “Beraninya kau melukai putraku! Dengan metode iblis gelap yang terlarang!”
Arena semakin ricuh. Bisikan-bisikan mulai terdengar.
“Metode iblis gelap?”
“Apakah benar Xuanyan… menggunakan kultivasi terlarang?”
“Kalau tidak… bagaimana mungkin seseorang yang meridiannya lumpuh bisa menembus Qi Refining?”
Tianyao akhirnya berdiri. Wajahnya gelap, auranya memancar deras, membuat udara di tribun utama bergetar.
“Ling Yanshan!!!” Suaranya bergema, penuh murka. “Pertarungan hidup dan mati adalah sakral! Sudah sewajarnya bila salah satu dari mereka mati di arena! Dan kau… berani mencampuri?!”
Yanshan berdiri, masih memeluk Jianyu, matanya merah karena amarah dan kekhawatiran. “Sakral? Kau menyebut ini sakral, Tianyao? Anak ini jelas menggunakan metode terlarang! Kau buta?! Seorang sampah yang tak bisa membuka meridian tiba-tiba muncul sebagai kultivator Qi Refining?!”
Tangannya menunjuk Xuanyan dengan telunjuk penuh tuduhan. “Ini bukan bakat… ini bukan keberuntungan! Ini jelas ilmu iblis! Aku minta izin Patriark… biarkan aku membunuhnya di tempat!”
Riuh penonton makin menjadi-jadi.
“Benarkah… Xuanyan menggunakan ilmu iblis?”
“Kalau iya… dia ancaman bagi sekte…”
“Tapi… aku tidak melihat aura iblis… justru auranya murni, sangat murni…”
“Tidak peduli! Bagaimana mungkin seorang yang lumpuh tiba-tiba bangkit seperti itu?!”
Xuanyan berdiri di ujung arena, tubuhnya masih tegak meski dadanya berdarah. Matanya tetap dingin, menatap Yanshan tanpa gentar.
“Ilmu iblis? Fitnah yang murah.”
Suaranya tajam, setiap kata bagaikan bilah pedang menusuk telinga semua orang.
Namun Tianyao berdiri di depan Xuanyan, tubuhnya menjadi perisai. Sorot matanya menyala penuh murka menatap Yanshan.
“Ling Yanshan! Kau menuduh tanpa bukti, menyebar fitnah, dan berani merusak kehormatan arena suci kita?! Kau sungguh lancang!”
Yanshan tidak mundur sedikit pun. Ia mengangkat kepalanya tinggi, auranya meledak. “Kalau begitu, jelaskan pada semua orang di sini, Tianyao… jelaskan! Bagaimana mungkin bocah yang tidak bisa membuka satu meridian pun… sekarang berdiri sebagai kultivator Qi Refining?!”
Kata-kata itu seperti palu yang menghantam semua orang.
Sorot mata penonton berubah, desas-desus makin ramai.
Keraguan muncul. Kecurigaan berkembang.
“Ya… bagaimana mungkin?”
“Tidak ada penjelasan logis…”
“Mungkinkah… benar Xuanyan menggunakan metode iblis…?”
Xuanyan hanya berdiri diam, tatapannya tenang, namun di dalam hatinya ia bisa merasakan tusukan tajam dari keraguan semua orang.
Sementara Tianyao terdiam. Untuk pertama kalinya, kata-kata Yanshan membuatnya kehilangan jawaban.