NovelToon NovelToon
Jatuh Cinta Dengan Adik Suamiku

Jatuh Cinta Dengan Adik Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO / Selingkuh / Anak Kembar / Dijodohkan Orang Tua / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Mila julia

Keira hidup di balik kemewahan, tapi hatinya penuh luka.
Diperistri pria ambisius, dipaksa jadi pemuas investor, dan diseret ke desa untuk ‘liburan’ yang ternyata jebakan.

Di saat terburuk—saat ingin mengakhiri hidupnya—ia bertemu seorang gadis dengan wajah persis dirinya.

Keila, saudari kembar yang tak pernah ia tahu.

Satu lompat, satu menyelamatkan.
Keduanya tenggelam... dan dunia mereka tertukar.

Kini Keira menjalani hidup Keila di desa—dan bertemu pria dingin yang menyimpan luka masa lalu.
Sementara Keila menggantikan Keira, dan tanpa sadar jatuh cinta pada pria ‘liar’ yang ternyata sedang menghancurkan suami Keira dari dalam.

Dua saudara. Dua cinta.
Satu rahasia keluarga yang bisa menghancurkan semuanya.

📖 Update Setiap Hari Pukul 20.00 WIB
Cerita ini akan terus berlanjut setiap malam, membawa kalian masuk lebih dalam ke dalam dunia Keira dan Kayla rahasia-rahasia yang belum terungkap.

Jangan lewatkan setiap babnya.
Temani perjalanan Keira, dan Kayla yaa!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mila julia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14 . Antara kesepakatan atau penyerahan

Langkah kaki Leo terdengar berat dan tergesa, menghantam lantai lorong sempit yang redup. Pantulannya memecah keheningan, seperti gema langkah algojo menuju tempat eksekusi. Bau lembap dan kayu lapuk memenuhi udara, makin pekat saat mereka mendekati sebuah pintu besi tua di ujung lorong. Catnya terkelupas, meninggalkan karat berwarna cokelat gelap seperti darah yang mengering.

Tangan kirinya mencengkeram lengan Kayla begitu kencang sampai tulangnya terasa dihimpit baja. Tangan kanannya mendorong pintu itu—engselnya berderit panjang, seperti keluhan dari sesuatu yang terkunci terlalu lama. Bau debu, karat, dan kelembapan pekat menyeruak tajam, menyambut mereka layaknya napas busuk dari perut rumah ini.

“Gue bukan mainan lo, Leo! Lepasin!” seru Kayla, suaranya pecah antara marah dan takut. Dia mencoba meronta, tapi langkah Leo yang panjang dan kasar membuat tubuhnya nyaris terseret.

Leo tetap bungkam. Rahangnya mengeras, gigi terkatup rapat. Sorot matanya dingin, beku, tak memberi ruang untuk belas kasihan.

Satu dorongan keras melontarkan Kayla ke dalam ruangan gelap itu. Lututnya menghantam lantai semen, bunyinya nyaring di telinga sendiri. Rasa perih menjalar cepat, membuatnya meringis. Leo tidak bergerak untuk menolong—dia hanya berdiri di ambang pintu, tubuhnya membentuk siluet hitam melawan cahaya lorong. Tatapannya menusuk, menilai Kayla seperti menilai barang rusak yang tak lagi layak pakai.

“Kau ingin jadi Keira?” suaranya tajam, tanpa nada naik-turun. “Maka belajarlah tunduk seperti Keira.”

Nada itu menggema di dinding bata, setiap katanya seperti paku yang menancap di udara.

Kayla membuka mulut, siap membalas, tapi pintu itu sudah dibanting keras. Bunyi benturannya membuat lantai bergetar. Suara kunci diputar dari luar, logam bergesek pelan tapi menusuk—bunyi yang membuat bulu kuduknya berdiri.

Gelap. Sepi. Hanya suara napasnya sendiri, berat dan tidak teratur.

Ia meraba dinding—hanya menemukan batu bata lembap, dingin, dan jaring laba-laba yang lengket menempel di jemarinya. Udara di sini nyaris mati, pengap, seperti tak pernah disentuh angin. Jantungnya berdegup cepat, tapi tetap kalah oleh kesunyian yang terasa mencekik.

Lututnya berdenyut sakit. Punggung tangannya memar, kulitnya mengelupas di beberapa tempat. Namun yang lebih menyakitkan adalah tatapan terakhir Leo—tatapan yang memandangnya bukan sebagai manusia, melainkan bayangan murahan dari Keira yang dulu.

Waktu di dalam sini terasa membeku. Entah sudah malam sejak jam berapa. Tidak ada patokan. Yang ada hanya bau busuk bercampur karat, udara lembap yang menempel di kulit, dan tubuh Kayla yang mulai gemetar karena dingin dan lapar.

Ia terduduk di lantai semen kasar, punggungnya menempel pada rak kayu reyot yang goyah setiap ia bersandar. Di sekitar, tumpukan dokumen tua berdebu berserakan, beberapa tergerus waktu hingga tintanya pudar. Karung-karung goni berisi barang tak jelas menumpuk di sudut.

Suara kecoak terdengar samar dari antara karung. Kayla nyaris melompat saat merasakan sesuatu bergerak di punggung tangannya. “Astaga!” teriaknya, memukul-mukul tangan, tubuhnya bergidik. Nafasnya memburu.

Dari langit-langit, tikus-tikus mencicit, lari berlarian di atas balok kayu. Bunyi gesekan kecil terdengar dari balik kardus tua. Semua itu menyatu menjadi orkestra neraka yang membuat ruangan ini terasa semakin sempit dan menakutkan.

Tubuhnya mulai kehilangan tenaga. Tidak ada makanan. Tidak ada air. Tidak ada suara manusia selain desah napasnya yang makin pendek-pendek.

Kayla memeluk lutut, dagunya bertumpu di atasnya. Matanya berkaca-kaca, tapi air mata rasanya sia-sia.

“Gue harus keluar dari sini…” bisiknya serak, hampir tak terdengar.

Tapi bayangan Leo kembali menghantui. Wajahnya. Kata-katanya. Cara dia mengucap nama Keira—seolah Kayla adalah hantu dari masa lalu yang harus dia jinakkan kembali.

Leo tidak akan berhenti. Dia akan terus menekan, sampai Kayla tunduk… sampai dia lupa siapa dirinya.

Tapi tidak. Tidak semudah itu.

Kalau Leo ingin Keira yang patuh, Kayla akan memberikannya—tapi hanya di permukaan.

Di baliknya, ia akan merangkai taktik. Ia akan memelintir pikirannya, sama seperti Leo memelintir hidupnya. Ini bukan soal menyerah—ini soal bertahan hidup. Dan jika harus berpura-pura untuk keluar dari gudang neraka ini, maka ia akan melakukannya. Dengan kepala tegak… dan dendam yang menyala.

 $$$$

Mentari pagi belum sepenuhnya muncul dari balik perbukitan. Cahaya tipisnya merayap perlahan di sela kabut, menyingkap kebun yang masih basah oleh embun. Udara mengandung aroma tanah dan daun muda, dingin menggigit ujung jari.

Keira sudah menggulung lengan bajunya. Ia berjongkok di antara deretan bayam, ujung jarinya terasa becek saat mencabut gulma satu per satu. Embun menempel di kulit tangannya, dinginnya menusuk halus.

Tak jauh, Aldi sudah mulai bekerja. Ia mengayunkan cangkul dengan ritme teratur, setiap hentakan menimbulkan bunyi “thok” lembap di tanah. Tidak ada sapaan ceria seperti dulu. Tidak ada siulan yang biasanya memecah pagi, atau lelucon receh yang ia lontarkan sambil menunjukkan seekor ulat lucu dengan bangga. Yang tersisa hanyalah suara tanah diolah—sunyi, tapi keberadaannya tetap terasa.

Keira melirik sekilas. Aldi membungkuk, topi lebarnya membuat wajahnya sulit terbaca. Cahaya pagi hanya menyinari sebagian pipinya. Keira menggigit bibir, lalu kembali menunduk pada gulma di tangannya.

“Awas, yang itu berduri,” suara Aldi memecah kesunyian. Tidak keras, tapi cukup membuat Keira terlonjak kecil. Tangannya sudah nyaris menyentuh batang keras itu.

“Hati-hati, Key,” ucapnya lagi, kali ini nadanya tegas namun tidak menghardik.

“Makasih…” jawab Keira cepat, sedikit gugup, matanya sekilas menatap Aldi sebelum kembali sibuk.

Aldi tidak langsung beranjak. Ia berdiri di dekatnya, kedua tangannya bersandar pada gagang cangkul, mengamati gerakan Keira yang masih kikuk mencabut gulma.

“Kamu udah biasa kerja di kebun sebelumnya?” tanyanya tiba-tiba.

Keira menengadah, sinar matahari mulai menyentuh matanya. “Ini pertama kalinya aku masuk kebun. Megang tanah, kotor-kotoran begini…” Suaranya lirih, seperti mengakui sesuatu yang memalukan.

Aldi mengangguk pelan. Wajahnya tetap datar, tapi ada kehangatan samar di nada suaranya. “Keliatan sih… dari sejak kamu pura-pura jadi Kayla. Tapi aku nggak nyangka aja. Kamu orang kota. Pasti hidup kamu enak, ya, kalau baru sekarang nyentuh beginian.”

Keira menunduk. Tangannya meraih daun bayam yang mulai menguning, mengelusnya seolah menenangkan diri. “Aku juga nggak nyangka harus nyamar sampai segininya… Dan kehidupan aku di kota, jauh dari yang kamu bayangin.”

Hening sejenak. Embun di daun bergeser, jatuh pelan ke tanah.

“Kenapa kamu nggak bilang dari awal kalau kamu bukan Kayla?” Aldi bertanya lagi, suaranya lebih pelan kali ini, seperti takut memecah sesuatu yang rapuh.

Keira menelan ludah. “Karena aku takut kamu berubah… ternyata, ya berubah juga.” Ia tersenyum tipis, tapi matanya meredup.

Lalu, hampir seperti gumaman, ia menambahkan, “Dan aku juga takut… kalau kehadiranku di sini nggak diterima. Padahal… ini pertama kalinya aku ngerasa dianggap. Diperhatiin. Ngerasain kasih sayang. Punya sosok ayah… punya teman…”

Aldi diam. Ia hanya berjalan perlahan ke arah pohon singkong, lalu duduk bersandar di batangnya. Pandangannya lurus ke barisan pohon di kejauhan.

“Aku nggak tahu seperti apa kehidupan yang kamu jalanin,” katanya tenang, tapi ada nada tegas yang mengalir. “Tapi kamu nggak bisa terus-terusan di sini menyamar. Kita harus cari tahu keberadaan Kayla yang asli. Secepatnya.”

Keira menunduk dalam. Jari-jarinya mencengkeram batang gulma sampai tanahnya rontok. Ia tahu persis di mana Kayla berada.

Aldi menoleh perlahan, menatapnya. “Aku nggak minta kamu pergi. Kamu boleh tinggal di sini selama kamu mau. Tapi sebagai diri kamu sendiri, bukan sebagai Kayla. Kalau kamu butuh tempat, aku bisa kasih salah satu penginapan yang aku kelola di sekitar sini. Asal kamu jujur.”

Ucapan itu terasa seperti pelukan hangat di tengah hujan deras. Keira tercekat. Napasnya nyaris tersandung.

“Aku nggak maksa kamu cerita. Tapi aku siap bantu kapan pun kamu butuh. Karena dari yang aku lihat… kamu orang baik.”

Kata-kata itu menancap dalam. Keira mengerjap cepat. Bibirnya bergerak, tapi tak ada suara keluar.

‘Kalau dia tahu aku yang dengan sadar menukar teman sendiri ke tangan Leo… apa dia masih bisa nyebut aku orang baik?’ batin Keira, dan rasa dingin merayap ke seluruh tubuhnya.

Aldi memperhatikan perubahan raut wajah Keira yang tegang. Ia bergeser, lalu bertanya ringan, “Kamu nggak kepanasan, pakai lengan panjang terus?”

Keira tersenyum tipis, berusaha kembali santai. “Enggak. Biar kulit nggak gosong.” Ia memperlihatkan sedikit kulit putih di lengannya, kontras dengan tanah kebun.

Aldi terkekeh pendek, lalu pura-pura cemberut. “Aku merasa tersinggung, tahu nggak.” Ia mengangkat lengan bajunya, memperlihatkan kulit sawo matang dan ototnya yang terbentuk alami.

Keira menutup mulut, menahan tawa. “Maaf… maaf… kamu keren, kok,” ucapnya sambil menunduk, pipinya memerah.

Aldi tersenyum lebar kali ini. “Ayo, lanjut kerja lagi,” katanya sambil berdiri, meraih keranjang kangkung yang penuh.

“Berat juga, ya,” gumam Keira sambil membantu mengangkat. “Padahal waktu kamu sendiri kayaknya enteng aja.”

“Biasanya nggak berat.” Aldi menoleh sebentar, matanya menyapu wajah Keira. “Tapi sekarang… nggak tahu kenapa terasa beda.”

Keira terhenti sejenak, jari-jarinya mencengkeram keranjang sedikit lebih erat. Jantungnya berdetak tidak karuan.

 $$$$$

Malam itu, Keira melangkah keluar rumah dengan hati-hati, seperti pencuri yang tak ingin meninggalkan jejak. Ujung jarinya meraih pintu kayu, menutupnya perlahan agar engselnya tak berdecit. Udara malam langsung menyergap, dingin dan sedikit menusuk kulit.

Langkahnya menapaki tanah merah yang masih lembap sisa hujan sore tadi. Aroma tanah basah bercampur wangi dedaunan yang tergesek angin. Ia menyibak ranting dan semak kecil dengan hati-hati, menghindari suara yang bisa membangunkan siapa pun.

Semua ini demi satu hal—sinyal.

Di bawah sinar bulan pucat yang menembus sela awan, ia menyalakan ponsel. Cahaya layar redup itu memantul di matanya, membuat wajahnya tampak lebih pucat. Dan ketika halaman berita berhasil dimuat, pandangannya langsung membeku.

Foto Kayla terpampang jelas—gadis yang selama ini semua orang di desa percaya adalah dirinya. Di sebelahnya, nama besar sang Papa tercetak tegas, bersama pria yang tersenyum sinis… Leo.Dan foto kemesraan Kayla bersama.... Revan?.

Judul berita itu seperti cambuk yang menghantam dadanya:

“Skandal Perselingkuhan Istri Leonard putri dan Gunawan pebisnis kaya dengan Karyawan Magang , Leonard begitu tertekan dan mempertimbangkan perceraian.apakah ini strategi untuk menaikan pamor perusahaan ?.”

Jari Keira kaku di udara.

Baris demi baris komentar netizen bergulir cepat—kata-kata pedas, spekulasi liar, dan cibiran tanpa henti. Tapi matanya terpaku pada satu nama di bagian bawah berita.

Nama seseorang yang hampir tak pernah menatapnya langsung. Seseorang yang selama ini tak ia anggap ada.

Dan kini, ikut terseret.

Dalam lumpur yang sama.

“Bukan… ini nggak mungkin…” bisik Keira, nyaris tak terdengar. Bibirnya bergetar, matanya berkedip cepat seakan menolak percaya.

Napasnya berat. Jemarinya yang menggenggam ponsel mulai basah oleh keringat dingin.

Dan saat itu—

“Lihat apa?”

Suara itu tiba-tiba muncul dari belakang. Dalam. Dekat. Terlalu dekat.

Tubuh Keira menegang seketika, seperti seekor rusa yang baru sadar sedang diincar. “Eh!” serunya, setengah tercekik.

Refleksnya buruk malam itu—ponselnya terpeleset dari genggaman, jatuh membentur tanah dengan suara dekk! yang memecah sunyi.

Keira langsung menjatuhkan diri berlutut, tangannya terulur panik ke arah ponsel. Tapi sebelum jemarinya sempat menyentuh, sebuah tangan lain—hangat, kokoh—mendahuluinya.

Waktu seperti melambat.

Keira mendongak, dan pandangan mereka bertemu.

Aldi.

Ia setengah jongkok, salah satu lututnya menekan tanah basah. Bayangan topinya menutupi sebagian wajah, namun sorot matanya tajam, menyelidik. Hela napasnya terlihat tipis di udara malam, seolah ia juga baru saja berjalan jauh.

Jari Aldi hanya tinggal satu inci dari layar ponsel Keira—yang masih menampilkan wajah Kayla, judul skandal besar itu, dan deretan nama yang tak seharusnya terbaca oleh orang lain.

.

.

Bersambung...

1
Dedet Pratama
luar biasa
Alyanceyoumee
mantap euy si Revan
Kutipan Halu: hahah abis di kasih tutor soalnya kak 😄😄
total 1 replies
Bulanbintang
Iri? bilang boss/Joyful/
Kutipan Halu: kasih paham kakak😄😄
total 1 replies
CumaHalu
Suami setan begini malah awet sih biasanya 😤
Kutipan Halu: awett benerrr malahan kak😄
total 1 replies
iqueena
Kasar bngt si Leo
iqueena: sharelok sharelok
Kutipan Halu: kasih tendangan maut ajaa kak, pukulin ajaa kayla ikhlas kok🤣
total 2 replies
Pandandut
kay kamu mantan anak marketing ya kok pinter banget negonga
Kutipan Halu: kaylanya sering belanja di pasar senin kak🤣
total 1 replies
Dewi Ink
laahh, pinter nego si Kayla 😅
Kutipan Halu: biasa kakk valon emak2 pinter nego cabe di pasar😄😄
total 1 replies
Alyanceyoumee
nah gini baru perempuan tangguh. 😠
Kutipan Halu: iyaa kak greget jugaa kalau lemah muluuu, org kek leo emng hrs di kasih paham😄😄
total 1 replies
Yoona
😫😫
CumaHalu
Kapok!!
Makanya jadi suami yang normal-normal aja😂
Kutipan Halu: diaa memilih abnormal kak☺☺
total 1 replies
Pandandut
mending ngaku aja sih
Kutipan Halu: emng bisaa ya kak, kan udh terlanjut bohong gituu org2 udah juga pada percaya, klu aku jadi keira sih juga pasti ngambil jln dia juga😭😭
total 1 replies
Pandandut
pinter juga si revan/Slight/
iqueena
pintar juga Revan
Dewi Ink
mending ngaku duluan si dari pada ketahuan
Yoona
leo juga harus ngerasain
Alyanceyoumee
mantap...👍
CumaHalu
Wah, hati-hati Kayla.😬
Kutipan Halu: waspada selalu kak☺
total 1 replies
CumaHalu
Astaga😂😂😂
Bulanbintang
dua kali lebih lama, 😩😒
Bulanbintang
kompak bener😅
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!