Mengangkat derajat seseorang, dan menjadikanya suami, tidak menjamin Bunga akan di hargai.
Rangga, suami dari Bunga, merupakan anak dari sopir, yang bekerja di rumah orang tua angkatnya.
Dan kini, setelah hubungan rumah tangga mereka memasuki tujuh tahun, Rangga memutuskan untuk menceraikan Bunga, dengan alasan rindu akan tangisan seorang anak.
Tak hanya itu, tepat satu bulan, perceraian itu terjadi. Bunga mulai di teror dengan fitnat-fitnah kejam di balik alasan kenapa dia di ceraikan ...
Bagi kalian yang penasaran, yuk, ikuti kisah Bunga dan Rangga ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Mertua
Beberapa bulan kemudian, hubungan Rangga dan Bunga sudah membaik.
Apalagi, Rangga benar-benar menunjukkan perubahan. Dia mulai pulang tepat waktu, dan selalu berusaha mengabarkan Bunga jika ada pertemuan di luar dari kantor.
Di saat Rangga sudah berangkat kerja, hari ini Bunga ingin menghabiskan waktunya di salon Kiara.
Kiara merupakan sahabatnya, dan bisnis salon yang di bukakan Kiara merupakan salah satu salon ternama di kota mereka.
Dan jika ingin menikmati fasilitas disana, tentu saja harus di hubungi dari jauh-jauh hari.
"Akhirnya, sang putri keluar juga dari tempurung," kekeh Kiara menyambut kedatangan sahabatnya.
"Namanya juga udah nikah," balas Bunga ikut tertawa pelan.
"Kita ke ruang couple aja ya, karena aku juga mau perawatan, sekaligus ngobrol sama kamu,"
Begitu masuk ke ruangan aroma bunga melati samar tercium di udara, bercampur dengan wangi minyak esensial yang hangat. Ruangan itu temaram, diterangi cahaya lembut dari lilin aromaterapi yang berkelap lembut di sudut ruangan. Dua ranjang pijat tertata sejajar, masing-masing dilapisi handuk putih bersih dan bunga segar di atas bantalnya.
Suara musik instrumental mengalun pelan, hampir menyatu dengan bunyi lembut air yang menetes dari pancuran kecil di dinding. Di ruangan itu, waktu seolah melambat. Udara hangat, nyaman, dan menenangkan setiap ketegangan yang sempat menumpuk.
Sebelumnya, Bunga dan Kiara sudah mengantikan pakaian memakai kemben. Karena mereka akan memijat seluruh tubuhnya disana.
Begitu punggungnya tersentuh, tanpa sadar Bunga memejamkan matanya, sama halnya dengan Kiara.
Butuh waktu berjam-jam, bagi keduanya untuk melakukan seluruh perawatan. Dan kini, mereka sedang menikmati cemilan yang di sediakan oleh Kiara.
"Ada hal yang ingin aku katakan padamu," ujar Kiara membuka suara.
"Apa?"
"Aku hamil Bunga, dan aku harap kamu juga dapat merasakannya," ujar Kiara mengeluarkan benda pipih dari tasnya.
"Benarkah? Bagaimana rasanya? Apa yang kamu rasakan? Benarkah, orang hamil akan merasakan yang namanya ngidam? Kamu ngidam apa?" beruntun Bunga dengan mata berbinar.
"Tenang, Bunga. Yang pasti aku bahagia, dan juga sedikit merasa takut," kekeh Kiara.
"Takut? Kenapa?"
"Karena ada nyawa lain, yang harus ku jaga selain diriku sendiri," sahut Kiara, "Dan kamu?"
"Aku pernah periksa, dan dokter menyatakan aku sehat. Saat aku memberitahu mas Rangga, dia ..." Bunga menghentikan perkataannya.
"Bukan kah, ini aib? Seharusnya aku tidak bercerita pada siapapun," batin Bunga.
"Rangga?" Kiara menunggu kelanjutannya.
"Lupakan aja, mungkin aku belum diberi kepercayaan," lirih Bunga.
Saat itu, Bunga memang sempat menunjukkan hasil tes kesuburannya pada Rangga. Akan tetapi, suaminya kurang percaya. Buktinya, sampai sekarang pun, Bunga belum hamil. Dan itu, tidak membuktikan jika hasil tes itu benar adanya.
Dan saat Bunga mengajaknya untuk periksa, lelaki itu malah menolaknya, dengan berbagai alasan. Apalagi, Citra yang selalu membela dan menyakini Rangga, jika ia baik-baik saja.
Obrolan-obrolan ringan terus berlanjut di antara keduanya. Sesekali, mereka juga mengenang masa sma dan saat-saat kuliah dulu.
Tak jarang, sesekali Kiara juga membahas tentang para lelaki yang pernah disukainya ataupun yang mengejar Bunga dahulu.
"Aku pulang dulu, kapan-kapan kita ketemu lagi," pamit Bunga memeluk sahabatnya sekilas. "Aku harap, kamu sehat sampai lahiran," lanjutnya mengelus sekilas perut yang masih rata itu.
Sepanjang perjalanan pulang, Bunga teringat pesan-pesan yang di katakan oleh Kiara.
Stres, salah satu penyebab dia susah hamil. Kiara juga menyarankan Bunga untuk cek ke rumah sakit di ibu kota. Ataupun, salah satu rumah sakit terbesar dan terlengkap.
Karena disana, dia juga bisa cek tentang saluran tuba juga HSG, atau histerosalpingografi.
Histerosalpingografi merupakan pemeriksaan dengan menyuntikkan cairan kontras ke rahim dan melihat jalurnya lewat rontgen. Jika cairan tidak mengalir lancar ke ujung tuba, artinya ada sumbatan sebagian atau total.
"Mungkin benar, akulah yang bermasalah," gumam Bunga, kembali merasa rendah diri.
Baru saja, Bunga menjajakan kakinya di bagasi. Sebuah mobil berhenti di depan rumahnya. Dan Bunga tahu, siapa gerangan yang datang secara tiba-tiba ke rumahnya.
Sebelum klakson berbunyi, Bunga melangkah menghampiri mobil tersebut.
"Rangga kemana?" tanya Citra, begitu turun dari mobil.
"Non, bagaimana kabarnya? Sehat?" tanya Surya, menyalami Bunga.
"Sehat yah, ayah sehat?" Bunga bertanya balik.
Surya memang selalu memanggilnya dengan sebutan non. Padahal, saat Bunga dan Rangga berencana menikah, Bunga udah lebih dulu menegur Surya untuk memanggilnya dengan sebutan nama.
Akan tetapi, lelaki itu menolak. Dia lebih nyaman memanggil non, karena udah terbiasa.
"Rangga mana? Kenapa dia tidak mengirimkan ibu uang bulanan?" ulang Citra, karena Bunga belum menjawab pertanyaannya tadi.
"Masih di kantor bu, kalo itu aku kurang tahu," sahut Bunga bernada lembut.
Citra memicingkan matanya, "Benar kamu gak tahu?"
"Benar bu, kita masuk dulu yuk, karena sebentar lagi, mas Rangga juga pulang," ajak Bunga.
"Tunggu, ada yang berbeda darimu," Citra menelisik.
"Kamu apakan rambutmu? Kenapa sekarang bergelombang? Bukannya, biasanya rambutmu lurus ya?" cerocos Citra.
"Tadi aku ke salon bu, bosan dengan rambut lurus. Jadi, aku menganti gayanya,"
"Enak sekali hidupmu. Kamu tahu kan, jika Rangga bekerja keras di luar sana? Dan kamu disini, malah foya-foya," hardik Citra.
"Bu udah bu, malu ... Dan gak mungkin gaji anak kita cukup untuk membayar perawatan non Bunga. Bisa jadi, itu memang uangnya sendiri," larang Surya memperingkati istrinya.
"Udah tahu, gaji suaminya gak cukup, seharusnya dia bisa membantu keluarga suaminya biar hidup makmur. Lagian ayah kehilangan pekerjaan juga karena dia ngebet nikah sama Rangga. Coba kalo gak, mungkin ayah masih bekerja disana, dan uang belanja ibu, bisa berkecukupan kayak dulu," cerocosnya lagi.
Surya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Karena pada kenyataannya, dia selalu kalah jika beradu argumen dengan Citra.
Sebelum mereka masuk ke dalam, Rangga tiba di rumahnya. Dan dia menggeleng-gelengkan kepalanya, melihat ibu dan ayahnya yang berada disana.
"Kenapa disini? Masuk yuk," ajak Rangga.
"Kenapa uang untuk emak belum kamu kirim?" todong Citra.
"Bu, baru telah sehari loh. Lagipula, kemarin aku sibuk, gak sempat ngirim," keluh Rangga.
"Kalo gitu, berikan tunai saja. Ibu mau beli sepatu untuk senam esok hari," Citra menadahkan tangannya.
Rangga pun, mengeluarkan uang sejumlah yang biasa di berikan pada ibunya.
"Lebihkan, karena mbakmu juga butuh uang untuk anaknya," ucap Citra, kala menghitung jumlah uang yang diberikan Rangga. "Kamu sama keluarga sendiri jangan pelit-pelit. Bagaimanapun, cuma kamu satu-satunya yang berhasil dibandingkan saudaramu yang lain," lanjut Citra, melirik sekilas ke arah Bunga.
"Lagipula kalian kan, gak ada anak. Otomatis, semua uang dan hartamu juga akan jatuh pada walimu," sambungnya lagi.
Bunga hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Dan karena gak tahan dengan ucapan-ucapan pedas dari mertuanya, dia memilih untuk masuk ke dalam lebih dulu.
pasti papa andrian udh menilai dari sikap dan tutur bahasanya si rangga kurang
semoga bahagia buat Arlan sama bunga,,,
semoga Cpet² dikasih momongan ya, biar PD mingkem tuh para org² julidnya,,, 🙏🙏🙏🤭
𝑺𝒆𝒑𝒆𝒓𝒕𝒊 𝒎𝒂𝒘𝒂𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒌𝒂𝒓 𝒅𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒊𝒏𝒅𝒂𝒉 𝒅𝒂𝒏 𝒉𝒂𝒓𝒖𝒎, 𝒔𝒆𝒎𝒐𝒈𝒂 𝒔𝒆𝒕𝒊𝒂𝒑 𝒌𝒂𝒓𝒚𝒂𝒎𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒋𝒂𝒅𝒊 𝒋𝒆𝒋𝒂𝒌 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒌𝒆𝒏𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒂𝒏 𝒕𝒂𝒏𝒈𝒈𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏𝒕𝒂𝒓𝒌𝒂𝒏𝒎𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒖𝒋𝒖 𝒑𝒖𝒏𝒄𝒂𝒌 𝒌𝒆𝒔𝒖𝒌𝒔𝒆𝒔𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒋𝒂𝒕𝒊.✿⚈‿‿⚈✿